“Dan apabila aku sakit. Dialah (Allah) yang menyembuhkanku” (As Syu’araa: 80)
Slide 1 Code Start -->

ODHA dengan Infeksi Oportunis : Dermatitis Kronis dan SGB

Perbaikan yang begitu cepat hanya dalam waktu 1 bulan pengobatan. Alhamdulllah

Control Keberadaan Virus HIV

Sangat penting di lakukan Kontrol VL selama Pengobatan Kami

Rasulullah ï·º
“Setiap penyakit ada obatnya, dan bila telah ditemukan dengan tepat obat suatu penyakit, niscaya akan sembuh dengan izin Allah”

ODHA, Jangan Tertipu dengan Test CD4

CD4 - Para Odha (Orang dengan HIV/AIDS) dan praktisi medis sering memakai hasil test CD4 untuk mengukur tingkat kesehatan penderita HIV/AIDS. Standar batas normal CD4 yang diakui adalah 400-1400. Jika di bawah 400, seorang Odha dinyatakan tidak sehat karena virus HIV mulai aktif menyerang. Terlebih lagi jika ada yang kadar CD4-nya di bawah 40, secara teori sudah sangat sakit dan dalam keadaan “bed rest”.

Nah, diartikel ini saya akan menjelaskan bahwa pengukuran/test CD4 sebenarnya merupakan “timbangan rusak”, dalam artian, test ini tidak bisa mengukur tingkat kesehatan seseorang dengan benar, terlebih lagi untuk mengukur kesehatan seorang Odha akibat serangan HIV. Keberadaan sel T CD4 sebenarnya secara alami bukanlah karena adanya serangan virus, tapi karena adanya tingkat “kolesterol jahat” yang perlu dinetralisir oleh tubuh kita.

Jadi orang yang sehat CD4nya malah bisa rendah, sedangkan orang yang sakit CD4-nya bisa tinggi.
CD4 Naik Karena Si Kolesterol Jahat Melebihi Ambang Batas Normal
CD4 sebenarnya penanda bagi adanya kolesterol dan plak arteri, bukan penanda system imun. CD4 dan CD8 akan naik ketika kadar kolesterol naik. Pemberian nicotinamide (vitamin B3) bisa menurunkan CD4 karena nicotinamide bisa menetralkan kolesterol. Sel CD4 biasanya berkumpul di area yang ada plak arteri dan memberikan signal ke sel darah putih untuk datang dan melahap kolesterol.

Jadi boleh dibilang, kadar kolsterol dalam darah Anda akan mempengaruhi jumlah sel T Anda. Sel T CD4 terlibat dalam hal perbaikan arteri. Contoh peneitian – penelitian yang menjelaskan hal ini bisa Anda lihat di link:

Disamping itu, peningkatan jumlah CD4 dalam terapi HAART sebenarnya bisa meningkatkan resiko sakit jantung. Aterosklerosis (penebalan dinding arteri) sering didapati pada Odha yang memakai ARV dan CD4 mereka juga tinggi. Laporan ini bisa Anda lihat di link:

Para peneliti telah menemukan pola makan dengan lemak yang banyak akan menaikkan CD4 sedangkan pemberian vitamin yang menurunkan kadar kolesterol akan menurunkan CD4. Anda bisa melihat hubungan antara pemberian vitamin/perbaikan nutrisi bisa menurunkan CD4 di link:

Dalam suatu penelitian juga dijelaskan bahwa makanan yang banyak mengandung Omega 6 akan meningkatkan CD4. Penelitian ini bisa Anda lihat di link

Antara Hasil Test CD4 dan Realita Fisik yang Bikin Bingung
Saya sering mendengar dari para Odha yang menghubungi saya bahwa ketika mereka memperbaiki pola makan dengan nutrisi yang benar, kadar CD4 mereka malah turun. Begitu juga dengan mereka yang menggantikan terapi ARV dengan herbal tertentu.

Ada juga pasien positif HIV yang kadar CD4-nya hanya 8 tapi dia tidak terlihat seperti layaknya orang yang sakit keras. Ia masih bekerja seperti biasanya. Padahal secara teori, dengan kadar CD4 “super rendah” seperti itu, ia seharusnya sudah terbaring sekarat di tempat tidur.

Para mantan pecandu narkoba juga mengalami penurunan CD4 ketika berhenti memakai narkoba. Jadi penggunaan obat-obatan juga bisa meningkatkan CD4. Itulah sebabnya kenapa pecandu narkoba berat, bisa saja memiliki kadar CD4 yang tinggi seperti misalnya 700-900.

Selain itu, Anda bisa juga menemukan seorang olahragawan professional yang sehat, yang bukan pecandu narkoba, tidak merokok dan tidak suka minum alkohol, kadar CD4-nya rendah. Nah, disaat sang olahragawan ini diberikan ARV, makin naiklah kadar kolesterolnya, begitu juga CD4. Namun, seiring naiknya CD4 sang olahragawan, kondisi kesehatannya makin memburuk.
Kesimpulan
Jangan pernah lagi memakai test CD4 untuk mengukur kesehatan Odha! Dari penjelasan di atas cukup menjelaskan bahwa test CD4 untuk para Odha adalah suatu timbangan rusak yang menyesatkan. Orang sakit akan dinyatakan sehat, sedangkan orang sehat akan dinyatakan sakit oleh test CD4 ini.

Obat-obatan, suplemen, herbal maupun makanan sehari-hari bisa mempengaruhi tingkat CD4 seseorang, jadi bukan karena virus HIV seperti yang dipercaya oleh kebanyakan orang.
Jika Anda masih belum percaya dengan pernyataan-pernyataan di atas, kenapa tidak mencoba mengadakan test CD4 ke sekelompok orang sehat seperti misalnya para dokter, para pemuka agama, dan para olahragawan?

Kenapa tidak menguji kebenaran tentang test CD4 ini ke 10 dokter yang secara fisik terlihat sehat, dengan berat badan ideal, tidak merokok, tidak minum alkohol dan juga sehat secara emosional? Kita lihat apakah CD4 mereka tinggi atau rendah?

Nah, semoga dengan penjelasan singkat artikel ini, akan memberikan pencerahan bagi semua orang sehingga para Odha bisa selamat dari jebakan “mafia kesehatan” yang memaksa mereka untuk mengonsumsi ARV supaya CD4 naik, padahal dengan makin naiknya CD4, para Odha akan jadi makin bertambah sakit.

Awas, Jangan Tertipu dengan Test CD4


Test CD4 seringkali dipakai oleh medis konvensional dalam mengukur kesehatan para Odha dengan keyakinan bahwa CD4 yang rendah HANYA ditemui di kasus HIV/AIDS. Yang sering dikabarkan oleh dunia adalah:
  1. Test CD4 digunakan sebagai tolak ukur kesehatan Odha. Makin rendah CD4 Odha, makin parahlah kondisi kesehatannya.
  2. Hasil Test CD4 rendah HANYA ada pada kasus HIV/AIDS, bukan di kasus penyakit/kondisi kesehatan lainnya.
Dalam artikel ini, saya akan membuka rahasia besar bahwa sudah ada penelitian-penelitian yang mengungkapkan fakta:
  1. Hasil Test CD4 rendah JUGA ADA pada kasus serangan jantung, pneumonia, olahraga berlebih, luka, depresi, malaria, TBC, narkoba, kehamilan, malnutrisi, isolasi sosial, dan sebagainya.
  2. Mereka yang diteliti (dengan hasil CD4 rendah) adalah orang-orang HIV-negatif.
Saya berikut contoh beberapa hasil penelitian-penelitian tersebut:





Jumlah CD4 Rendah di Ruang ICU
Di tahun 1995, Feeney dan kawan-kawan menguji jumlah CD4 pada 102 pasien di ruang ICU, dimana semuanya adalah HIV negatif. Pasien-pasien menderita 34 penyakit yang berbeda-beda, dimana yang paling umum adalah serangan jantung, pendarahan yang parah, gagal ginjal, trauma, dan penyakit paru kronis. 30% dari mereka memiliki jumlah CD4 kurang dari 300 dan 41% memiliki CD4 kurang dari 400.
Dalam studi ini ditemukan hasil yang sama pada rasio CD4/CD8, yang memberikan fakta bahwa perhitungan rasio CD4/CD8 ternyata TIDAK HANYA ada pada kasus HIV/AIDS, tapi juga ada pada kasus penyakit UMUM.
.
Jumlah CD4 Rendah pada Kasus Pneumonia, Pielonefritis, Abses, Luka Terinfeksi, Selulitis, dan Sepsis
Pada tahun 1983, sekitar satu tahun sebelum HIV pertama kali disebutkan sebagai kemungkinan penyebab AIDS, Williams dan kawan-kawan menerbitkan sebuah studi yang menunjukkan sangat kurangnya jumlah CD4 pada 146 orang dengan infeksi akut serius yang dirawat di rumah sakit mereka di New Mexico. Infeksi termasuk pneumonia, pielonefritis akut, abses, luka yang terinfeksi, selulitis, infeksi jaringan dalam, dan sepsis.
Para penulis hanya menyediakan jumlah CD4 rata-rata untuk sebagian besar pasien, kecuali untuk grafik yang memplot jumlah CD4 untuk semua 45 pasien pneumonia. Penelitian ini mengungkapkan bahwa 31 dari 45 (69%) memiliki jumlah CD4 kurang dari 500 sel/mm3, 19 dari 45 (42%) memiliki jumlah di bawah 300, 13 dari 45 (29%) memiliki jumlah di bawah 200, 6 dari 45 (13% ) memiliki 100 atau kurang, dan 2 dari 45 (4%) memiliki kurang dari 50 nilai. CD4 rata-rata untuk semua penderita pneumonia adalah 574.
.
Jumlah CD4 Rendah pada Kasus Malaria
Malaria disebabkan oleh parasit dari spesies plasmodium, dan sangat umum di Afrika dan di daerah tropis. Pada tahun 1999 diterbitkan surat mendokumentasikan turunnya jumlah CD4 pada pasien Afrika dengan malaria (Chirenda 1999). Penulis memeriksa jumlah CD4 pada 78 pasien dengan malaria yang HIV-positif, dan 19 yang HIV-negatif. Dia terkejut menemukan bahwa kasus malaria pada HIV-negatif lebih banyak memiliki jumlah CD4 sangat rendah dibanding pada kasus HIV-positif, rata-rata, dengan 8 dari 19 (42%) kasus HIV-negatif yang di bawah 200, sementara hanya 31 dari 78 (40%) kasus HIV-positif memiliki jumlah CD4 di bawah 200. Tujuh HIV-negatif kasus malaria memiliki jumlah CD4 di bawah 100. Selain itu, 6 pasien HIV-positif memiliki jumlah CD4 yang normal.
.
Jumlah CD4 Rendah pada Kasus Kehamilan Normal
Beberapa studi telah dipublikasikan mengenai jumlah CD4 selama kehamilan normal. Baru-baru ini, Burns dan kawan-kawan menerbitkan sebuah studi pada tahun 1996, di mana mereka berusaha untuk mengendalikan faktor pembaur seperti peningkatan volume darah yang biasanya terjadi pada kehamilan.
Mereka menggunakan persentase CD4 dan mendapati bahwa sel CD4 temuan mereka untuk wanita HIV-negatif ternyata konsisten dengan mayoritas penelitian sebelumnya, yang menunjukkan penurunan jumlah CD4 selama kehamilan normal (Burns et al. 1996, halaman 1465 ).
Mereka juga menemukan bahwa wanita HIV-positif mengalami penurunan lebih parah dalam perhitungan pasca-melahirkan dibandingkan dengan wanita HIV-negatif, meskipun mereka gagal untuk mempertimbangkan faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan menurunkan jumlah CD4. Ini termasuk setiap infeksi bahwa wanita mungkin pernah mengalami, efek traumatis dari operasi Cesar yang biasanya dilakukan pada wanita HIV-positif untuk mencegah penularan neonatal, atau stres psikologis berpotensi parah yang mengkhawatirkan jika bayi mereka juga akan HIV-positif, yang dapat berlangsung hingga 18 bulan
Pada tahun 1989 sebuah studi yang diterbitkan mengenai kehamilan normal, ditemukan adanya pengurangan persentase CD4 pada trimester 1 dan trimester 2, serta pengurangan rasio CD4/CD8 pada trimester 2 (Castilla et al, 1989.).
Para penulis pada studi sebelumnya melihat berbagai perubahan limfosit selama kehamilan dan menyatakan, “Dalam studi ini, variasi dalam jumlah dan proporsi CD4 + limfosit adalah perubahan yang paling sering dilaporkan (Castilla et al, 1989, halaman 104).” Persentase CD8 limfosit + ditemukan tidak berubah. Mereka juga mengklaim bahwa, “kami telah memperhitungkan semua faktor yang diketahui saat ini dapat mengubah konsentrasi subset T-sel dalam darah”(Castilla et al. 1989, halaman 104), namun pada kenyataannya mereka tidak mempertimbangkan faktor-faktor yang dijelaskan dalam makalah ini, seperti infeksi, trauma, olahraga berlebih, variasi normal sehari-hari, atau stres psikologis. Hal ini menunjukkan bahwa bahkan dokter dan peneliti melakukan penelitian yang berfokus khusus pada tingkat CD4 sering tidak menyadari berapa banyak kondisi yang berbeda menyebabkan rendahnya jumlah CD4.
Ada satu studi terakhir yang perlu dipertimbangkan lagi (Sridama et al. 1982). Para peneliti ini menemukan berkurangnya jumlah CD4 mutlak, serta berkurangnya persentase CD4 + T-sel dalam 76 wanita dengan kehamilan normal. Pada trimester ketiga, wanita hamil memiliki rata-rata hanya 543 + 169 CD4 + T-sel, dibandingkan dengan 1073 + 441 pada wanita tidak hamil. Kedua angka mutlak dan persentase tetap rendah sampai beberapa bulan pasca-melahirkan, dan hasil yang sama diperoleh untuk rasio CD4/CD8 yang juga berkurang.
B-sel ditemukan meningkat yang berarti sesuai dengan peningkatan kadar antibodi yang biasanya ditemukan dalam kehamilan manusia, dan yang juga sering terlihat pada orang yang didiagnosis HIV-positif. Ini adalah satu-satunya studi pada kehamilan normal yang menyediakan data tentang jumlah CD4 mutlak, dan rata-rata 543, dengan standar deviasi dari 169, yang berarti adanya persentase besar dari wanita-wanita ini yang memiliki tingkat lebih rendah dari 500, titik di mana obat antiretroviral akan dimulai pada seseorang yang didiagnosis HIV-positif.
Masih Banyak Lagi Faktor Non-HIV/AIDS yang Bisa Mengurangi Jumlah CD4
Ya, benar. Masih ada banyak faktor non-HIV/AIDS yang bisa menyebabkan CD4 kita turun, dan ini tidak hanya terjadi pada para Odha, tapi juga non-Odha. Apa yang saya beberkan di atas adalah kutipan dari jurnal medis The British Medical Journal Online, September 2003, berjudul: “Low CD4 Counts: A Variety of Causes and Their Implications to a Multi-factorial Model of AIDS” oleh Matt Irwin, MD.
Referensi-referensi medis untuk artikel ini juga ada banyak, seperti yang bisa Anda lihat di bawah artikel. Jika Anda ingin mempelajari lebih mendalam tentang topik ini, saya menyarankan Anda untuk membaca artikel berbahasa Inggris di link: http://www.aliveandwell.org/html/viral_load_tcell/low_cd4.html
Anda juga bisa melihat fakta lainnya bahwa kadar kolesterol seseorang juga bisa mempengaruhi jumlah CD4 dan fakta bahwa orang-orang sehat juga bisa memiliki CD4 yang rendah. Penasaran untuk mengetahui hal-hal ini lebih dalam lagi? Silahkan Anda membaca artikel saya yang berjudul “Awas, Jangan Tertipu dengan Test CD4!”.
Mungkin Anda tidak percaya dengan apa yang kami tulis, yang sangat bertentangan dengan pandangan umum. OK, tidak apa-apa. Demi keselamatan para Odha, bagi Anda yang tidak percaya, saya menyarankan Anda untuk melakukan uji coba mandiri (jangan menunggu orang lain atau pemerintah untuk melakukannya bagi Anda), yaitu sebagai berikut:
  1. Ujilah jumlah CD4 dari minimal 10 orang sehat, misal: dokter, tabib, olahragawan, dll dimana mereka juga menjaga pola makan sehat dan kadar kolesterol yang normal. Kita lihat berapa di antara mereka yang memiliki jumlah CD4 yang rendah.
  2. Ujilah jumlah CD4 dari minimal 10 orang hamil non-Odha yang sehat. Kita lihat berapa di antara mereka yang memiliki jumlah CD4 yang rendah.
Para kaum cendikiawan atau professional kesehatan biasanya hanya melakukan uji coba CD4 pada Odha. Cobalah melakukan uji coba pada beberapa orang non-Odha dan lihat bagaimana hasilnya!
Semoga artikel ini bisa membuka mata kita semua untuk tidak memakai Test CD4 sebagai tolak ukur kesehatan para Odha.
Healindonesia, Dt Awan (Andreas Hermawan)


.

FAKTOR FAKTOR YANG ,MEMPENGARUHI HASIL CD4

Anda harus mengetahui factor-faktor lain yang mempengaruhi tinggi atau rendahnya jumlah CD4

  • Jumlah CD4 cenderung rendah pada pagi hari dan tinggi pada malam hari.
  • Penyakit akut seperti pneumonia, influenza, atau infeksi  herpes simplex virus dapat sebabkan jumlah CD4 menurun untuk sementara waktu.
  • Bila penderita mendapat vaksin atau saat tubuh pasien mulai melawan infeksi, jumlah  CD4 dapat naik atau turun.
  • Khemoterapi kanker dapat sebabkan jumlah  CD4 menurun.
  • Fatigue dan stress dapat juga mempengaruhi hasil test.




Referensi:
Abbott Laboratories (1997). HIV Type 1, HIVAB, EIA. Abbot laboratories diagnostic division (668805/R5).
Alberts SC, Sapolsky RM, Altmann J (1992). Behavioral, endocrine and immunological correlates of immigration by an aggressive male into a natural primate group. Hormones and Behavior 26; 167-178.
Andreoli TE et al. (1993). Cecil essentials of medicine. W.B. Saunders; Philadelphia.
Antonaci S, Jirillo E, Stasi D, De Mitrio V, La Via MF, Bonomo L (1988). Immunoresponsiveness in hemophilia: lymphocyte- and phagocyte-mediated functions. Diagn Clin Immunol;5(6):318-25
Antonacci AC, Good RA, & Gupta S (1982). T-cell subpopulations following thermal injury. Surg Gynecol Obstet; 155(1); 1-8.
Ashton LJ, Carr A, Cunningham PH, Roggensack M, McLean K, Law M, Robertson M, Cooper DA, Kaldor JM (Jan 1998). Predictors of progression in long-term nonprogressors. Australian Long-Term Nonprogressor Study Group. AIDS Res Hum Retroviruses;14(2):117-21
Atzori (2000). In Vitro activity of HIV protease inhibitors against Pneumocystis carinii. J Infect Dis; 181; 1629-1634.
Azar ST, Melby JC (1993). Hypothalamic-pituitary-adrenal function in non-AIDS patients with advanced HIV infection. Am J Med Sci May;305(5):321-5.
Babameto G & Kotler DP (1997). Malnutrition in HIV infection. GI Clin North America: 26(2): 393-413.
Bacellar A, Munoz A, Miller EN, Cohen EA, Besley D (1994). Temporal trends in the incidence of HIV-1 related neurological diseases: Multicenter AIDS cohort study. Neurology ; 44:1892-1900.
Balter M (1997, November 21). How does HIV overcome the body’s T-cell bodyguards? Science 278: 1399-1400.
Beck JS, Potts RC, Kardjito T, and Grange JM (1985). T4 lymphopenia in patients with active pulmonary tuberculosis. Clin Exp Immunol, Volume 60, 49-54.
Beisel WR (1996, october). Nutrition in pediatric HIV infection: setting the research agenda. Nutrition and immune function: overview. J Nutr;126(10 Suppl):2611S-2615S
Berkman L & Syme S (1979). Social networks, host resistance, and mortality: a nine year follow up study of alameda county residents. Am J Epidemiol; 109(2): 186-203.
Bird AG (1996). Non-HIV AIDS: nature and strategies for its management. Journal of Antimicrobial Chemotherapy 37 Suppl B, 171-183.
Blatt SP, Lucey CR, Butzin CA et al. (1991). Total lymphocyte count as a predictor of absolute CD4+ percentage in HIV infected persons. JAMA 269; 622-626.
Bonneau RH, Sheridan JF, Feng N, Glaser R (1993). Stress-induced modulation of the primary cellular immune response is mediated by both adrenal-dependent and adrenal independent mechanisms. Journal of Neuroimmunology; 42; 167-176.
Britton S, Thoren M, Sjoberg HE (December 20, 1975). The immunological hazard of Cushing’s syndrome. British Medical Journal 4; 678-680.
Burns DN, Nourjah P, Minkoff H, et al. (1996). Changes in CD4 and CD8 cell levels during pregnancy and post partum in women seropositive and seronegative for HIV-1. Am J Obstet Gyn; 174(5); 1461-1468.
Carney WP, Rubin RH, Hoffman RA, et al. (1981). Analysis of T lymphocyte subsets in CMV mononucleosis. The Journal of Immunology 126(6); 2114-2116.
Carr DJJ, Serou M (1995, November). Exogenous and endogenous opioids as biological response modifiers. Immunopharmacology; 31(1): 59-71
Cassone (1999). In vitro and in vivo anticandidal activity of HIV protease inhibitors. J Infect Dis; 180; 448-453.
Castilla JA, Rueda R, Vargas L, et al. (1989). Decreased levels of circulating CD4+ T lymphocytes during normal human pregnancy. J Reprod Immunol; 15; 103-111.
Castle S, Wilkins S, Heck E, Tanzy K, Fahey J (1995, September). Depression in caregivers of demented patients is associated with altered immunity: impaired proliferative capacity, increased CD8+, and a decline in lymphocytes with surface signal transduction molecules (CD38+) and a cytotoxicity marker (CD56+ CD8+). Clin Exp Immunol;101(3):487-93
CDC (1999). HIV/AIDS Surveillance Report. Centers for Disease Control, Atlanta, GA.
Chandra RK (1997, August). Nutrition and the immune system: an introduction. Am J Clin Nutr; 66(2) :460S-463S
Chirenda J (1999). Low CD4 count in HIV-negative malaria cases, and normal CD4 count in HIV-positive and malaria negative patients. Cent Afr J Med; Volume 45(9): page 248.
Choi S, Lagakos SW, Schooley RT, Volberding PA (1993). CD4+ lymphocytes are an incomplete surrogate marker for clinical progression in persons with asymptomatic HIV infection taking zidovudine. Ann Intern Med; 118; 674-680.
Christeff N, Gharakhanian S, Thobie N et al. (1992). Evidence for changes in adrenal and testicular steroids during HIV infection. J Acquired Imm Def Syn; 5: 841-846.
Concord Coordinating Committee (1994). Concorde: Randomised double-blind controlled trial of immediate and deferred Zidovudine in symptom-free HIV infection. Lancet ;343:871-881.
Coodley GO, Loveless MO, Nelson HD et al. (1994). Endocrine function in the HIV wasting syndrome. J Acquired Imm Def Syn; 7: 46-51.
Culver KW, Ammann AJ, Partridge JC, Wong DF, Wara DW, Cowan MJ (1987, August). Lymphocyte abnormalities in infants born to drug-abusing mothers. J Pediatr;111(2):230-5.
Dalakas MC, Illa I, Pezeshkpour GH, Laukaitis JP, Cohen B, Griffin JL. (1990, April 19) Mitochondrial Myopathy caused by long-term Zidovudine therapy. New England Journal of Medicine ; 322(16):1098-1105.
Des Jarlais DC, Friedman SR, Marmor M et al. (1987, July). Development of AIDS, HIV seroconversion, and potential cofactors for CD4 cell loss in a cohort of intravenous drug users. AIDS 1(2): 105-111.
Duesberg PH (1992). AIDS acquired by drug consumption and other non-contagious risk factors. Pharmacology and Therapeutics ;55:201-277.
Duesberg P, Rasnick D (1998). The AIDS dilemma: drug diseases blamed on a passenger virus. Genetica; 104(2): 85-132
Engle GL (1971). Sudden and rapid death during psychological stress: Folklore or folk wisdom? Ann Intern Med 74; 771-782.
Engle GL (1968). A life setting conducive to illness: the giving-up-given-up complex. Bull Menninger Clin 32; 355-365.
Epitope, Organon Teknika (1997). HIV Type 1 Western Blot kit. PN201-3039 Revision #6, page 11.
Feeney C, Bryzman S, Kong L, Brazil H, Deutsch R, Fritz LC (1995, Oct). T-lymphocyte subsets in acute illness. Crit Care Med; 23(10):1680-5.
Fox CH (1996). The pathogenesis of HIV-disease. J Nutr; 126(10 Suppl): 2608S.
Gallo RC, Salahuddin SZ, Popovic M, et al (1984). Frequent Detection and Isolation of Cytopathic Retro-viruses (HTLV-III) from Patients with AIDS and at Risk for AIDS. Science ; 224:500-502.
Garrett L (2001). Change in Guidelines for HIV; U.S. officials to tout new treatment policy. Newsday (New York, NY), January 17, 2001, Wednesday, page A22.
Goldman (2000). Cecil Textbook of Medicine, 21st edition, W.B. Saunders, Inc.
Goodkin K, Feaster DJ, Asthana D, et al. (1998, May). A bereavement support group intervention is longitudinally associated with salutory effects on the CD4 cell count and number of physician visits. ClinDiagn Lab Immunol: 5(3); 382-91.
Guyton AC & Hall JE (1996). Textbook of Medical Physiology. Saunders; New York
Harbige LS (1996). Nutrition and immunity with emphasis on infection and autoimmune disease. Nutrition and Health: 10; 285-312.
Hegde HR, Woodman RC, Sankaran K (1999, March). Nutrients as modulators of anergy in acquired immune deficiency syndrome. J Assoc Physicians India; 47(3): 318-25
Hamilton JD et al (1992). A controlled trial of early versus late treatment with Zidovudine in symptomatic HIV infection. New England Journal of Medicine ;326:437-443.
Herbert TB & Cohen S (1993). Stress and immunity in humans: A meta-analytic review. Psychosomatic Medicine; 55;364-379.
House et al. (1988). Social relationships and health. Science ;241:540-545.
Hughes MD, Daniels MJ, Fischl MA et al. (1998). CD4 cell count as a surrogate endpoint in HIV clinical trials. AIDS; 12; 1823-1832.
Junker AK, Ochs HD, Clark EA et al. (1986, Sep). Transient immune deficiency in patients with acute Epstein-Barr virus (EBV) infection. Clin Immunol Immunopathol 40(3); 436-446.
Kennedy S, Kiecolt-Glaser JK, Glaser R (1988 Mar). Immunological consequences of acute and chronic stressors: mediating role of interpersonal relationships. Br J Med Psychol; 61(Pt 1):77-85.
Keusch GT & Thea DM (1993). Malnutrition in AIDS. Med Clin North America: 77(4); 795-813.
Kiecolt-Glaser JK, Ricker D, George J (1984). Urinary cortisol levels, cellular immuno-competency, and loneliness in psychiatric inpatients. Psychosomatic Medicine; 46(1): 15-23.
Kiecolt-Glaser JK, Dura JR, Speicher CE et al. (1991). Spousal caregivers of dementia victims: Longitudinal changes in immunity and health. Psychosomatic Medicine; 53;345-362.
Kiecolt-Glaser JK, Glaser R (1992). Acute, psychological stressors and short-term immunological changes. Psychosomatic Medicine; 54;680-685.
Kotze M (1998). Ability of the total lymphocyte count to accurately predict the CD4+ T-cell count in a group of HIV1-infected South African patients. Int Conf AIDS – 1998; 12: 810 (abstract no. 42187)
Laudenslager M, Ryan SM, Drugan RC, et al. (1983). Coping and immunosuppression: Inescapable but not escapable shock suppresses lymphocyte proliferation. Science, 221;568-570.
Learmont J, Tindall B, Evans L, et al (1992). Long-term symptomless HIV-1 infection in recipients of blood products from a single donor. Lancet ;340:863-867.
Leserman J, Jackson ED, Petitto JM, et al. (1999) Progression to AIDS: the effects of stress, depressive symptoms, and social support. Psychosomatic Medicine; 61; 397-406.
Lewi DS, Kater CE, Moreira AC (1995 Mar-Apr). Stimulus of the hypophyseal-adrenocortical axis with corticotropin releasing hormone (CRH) in acquired immunodeficiency syndrome. Evidence for activation of the immune-neuroendocrine system (article in Portuguese). Rev Assoc Med Bras;41(2):109-18.
Lortholary O, Christeff N, Casassus P, Thobie N, Veyssier P, Trogoff B, Torri O, Brauner M, Nunez EA, Guillevin L (1996 Feb). Hypothalamo-pituitary-adrenal function in human immunodeficiency virus-infected men. J Clin Endocrinol Metab ;81(2):791-6
Mackinnon LT (1997). Immunity in athletes. Int J Sports Med;18 Suppl 1:S62-8
Madhok R, Gracie A, Lowe GD, Burnett A, Froebel K, Follett E, Forbes CD (1986, Oct 18). Impaired cell mediated immunity in haemophilia in the absence of infection with human immunodeficiency virus. Br Med J (Clin Res Ed);293(6553):978-80
Marchisio P, Esposito S, Zanchetta N, Tornaghi R, Gismondo MR, Principi N ( Aug 1998). Effect of superimposed infections on viral replication in human immunodeficiency virus type 1-infected children. Pediatr Infect Dis J;17(8):755-7
McChesney MB & Oldstone A (1987). Viruses perturb lymphocyte functions. Ann Rev Immunol, Volume 5: 279-304.
McDonough RJ, Madden JJ, Falek A, et al. (1980). Alteration of T and null lymphocyte frequencies in the peripheral blood of human opiate addicts: In Vivo evidence for opiate receptor sites on T lymphocytes. J Immunol: 125(6); 2539-43.
Membreno L, Irony I, Dere W, Klein R, Biglieri EG, Cobb E (1987 Sep). Adrenocortical function in acquired immunodeficiency syndrome. J Clin Endocrinol Metab;65(3):482-7.
Mientjes GH, Miedema F, van Ameijden EJ, Hoek AA, et al. (1991). Frequent injecting impairs lymphocyte reactivity in HIV-positive and HIV-negative drug users. AIDS: 5; 35-41.
Momose JJ, Kjellberg RN, Kliman B (1971). High incidence of cortical atrophy of the cerebral and cerebellar hemispheres in Cushing’s disease. Radiology 99; 341-348. Grau O, Tuppin P, Slizewicz B, Launay V, Goujard C, Bahraoui E, Delfraissy JF,
Montagnier L (1998). A longitudinal study of seroreactivity against Mycoplasma penetrans in HIV-infected homosexual men: association with disease progression. AIDS Res Hum Retroviruses; 20; 14(8): 661-7
Nishijima MK, Takezawa J, Hosotsubo KK et al. (1986). Serial changes in cellular immunity of septic patients with multiple organ-system failure. Critical Care Medicine, Volume 14(2); 87-91.
Norbiato G, Bevilacqua M, Vago T, Clerici M (1996, July). Glucocorticoids and interferon-alpha in the acquired immunodeficiency syndrome. J Clin Endocrinol Metab;81(7):2601-6
Norbiato G, Bevilacqua M, Vago T, Taddei A, Clerici (1997, Oct). Glucocorticoids and the immune function in the human immunodeficiency virus infection: a study in hypercortisolemic and cortisol-resistant patients. J Clin Endocrinol Metab; 82(10): 3260-3.
O’Mahoney JB, Palder SB, Wood JJ, et al. (1984). Depression of cellular immunity after multiple trauma in the absence of sepsis. J Trauma: 24(10); 869-75.
O’Mahoney JB, Wood JJ, Rodrick ML, Mannick JA (1985). Changes in T lymphocyte subsets following injury. Ann Surg; 202(5); 580-586.
Ornish D (1997). Love and Survival: the Scientific Basis for the Healing Power of Intimacy; Harper Collins; New York.
Pariante CM, Carpiniello B, Orru MG, Sitzia R, Piras A, Farci AM, Del Giacco GS, Piludu G, Miller AH (1997). Chronic caregiving stress alters peripheral blood immune parameters: the role of age and severity of stress. Psychother Psychosom;66(4):199-207.
Polk HC, George CD, Cost K, et al. (1986). A systematic study of host defense processes in badly injured patients. Ann Surg; 204; 282-299.
Robbins SL, Cotran RS, Kumar V (1994). Pathologic Basis of Disease (5th Edition); W. B. Saunders; Philadelphia, PA.
Roederer, M (1998). Getting to the HAART of T cell dynamics. Nature Medicine 4: 145-146.
Sapolsky RM, Uno H, Rebert CS, Finch CE (1990 Sep). Hippocampal damage associated with prolonged glucocorticoid exposure in primates. J Neurosci ; 10(9):2897-902.
Sapolsky RM (1996, August 9). Why stress is bad for your brain. Science 273; 749-750.
Schmitz SH, Scheding S, Voliotis D, Rasokat H, Diehl V, Schrappe M (1994). Side effects of AZT prophylaxis after occupational exposure to HIV-infected blood. Annals of Hematology; 69:135-138.
Shallenberger F (1998). Selective compartmental dominance: an explanation for a non-infectious, multifactorial etiology for AIDS. Medical Hypotheses: 50; 67-80.
Sonnabend JA, Witkin SS, Purtilo DT (1984). A multifactorial model for the development of AIDS in homosexual men. Ann N Y Acad Sci; 437: 177-83
Sridama V, Pacini F, Yang S, et al. (1982). Decreased levels of helper cells: A possible cause of immunodeficiency in pregnancy. New Eng J Med: 307(6); 352-356.
Starkman MN, Gebarski SS, Berent S et al. (1992). Hippocampal formation volume, memory dysfunction, and cortisol levels in patients with Cushing’s syndrome. Biological Psychiatry; 32: 756-765.
Stefanski V, Engler H (1998 Jul). Effects of acute and chronic social stress on blood cellular immunity in rats. Physiol Behav;64(5):733-41
United States Pharmacopeial Convention (1996). USP DI: Drug Information for the Health Care Professional, 16th Edition. pages 3032-3034.
Verde TJ, Thomas SG, Moore RW, et al. (1992). Immune responses and increased training of the elite athlete. J Appl Physiol; 73(4); 1494-9.
Verges B, Chavanet P, Desgres J, Vaillant G, Waldner A, Brun JM, Putelat R (1989 Nov). Adrenal function in HIV infected patients. Acta Endocrinol (Copenh);121(5):633-7.
Walton C (1999). What makes a survivor? Continuum 5(5); 16-18.
Williams RC, Koster FT, Kilpatrick KA (1983, November). Alterations in lymphocyte cell surface markers in various human infections. Am J Med: Volume 75; 807-816.

sumber : http://aidsalternative.com/2011/12/06/banyak-kondisi-non-aids-yang-bisa-menyebabkan-cd4-rendah/

Benarkah Selebritis Mati Karena AIDS? Faktanya Tidak

18 April 2013 15:26:39 Dibaca : 1687
Benarkah Selebritis Mati Karena AIDS? Faktanya Tidak
-
Sebagai fakta pemula, faktanya terdapat lebih dari 2500 ilmuwan terkenal dunia bahkan beberapa diantaranya adalah peraih nobel yang dengan tegas mengatakan bahwa HIV/AIDS hanyalah propaganda sebagai bagian dari bisnis maha besar dari dunia Pharmacy. Faktanya adalah virus HIV tidak pernah di isolasi sampai dengan detik ini karena virus HIV hanyalah sebuah dongeng belaka.
Yang terngiang-ngiang di telinga dan di otak anda sekarang ini bahwa penyanyi terkenal seperti mendiang Fredy Mercuri mati karena AIDS. Benarkah demikian? 

Tidak ada satupun selebriti yang meninggal karena AIDS

Apabila Aids merupakan penyakit menular seksual, publik akan tahu pasti bahwa kasus kematian dari para selebriti karena AIDS akan sangat banyak jumlahnya dan akan menjadi sangat luar biasa (seperti anda ketahui free-sex merajalela di sana). Namun hal itu tidak seperti yang di harapkan sebenarnya. Sepertiyang di ceritakan oleh pihak keluarga dan teman terdekat dari mantan selebritis tersebut bahwa Rock Hudson, Nureyev, Anthony Perkins, Freddie Mercury, danNéstor Almendros mati bukan karena AIDS. Selain itu bahwa pada kasus mereka ditemukan penyebab kematian yang berbeda-beda. Kenyatannya Nureyev meninggal karena keracunan seperti pengakuan dari pacar prianya (sumber Guardian 30 Januari 2003), Hudson di beritakan meninggal karena kanker kelenjar getah bening, Freddie Mercury merupakan pemakai narkoba (drug user) dan meninggal karena over dosis dan multi-lobe broncopneumonia. Kemudian Néstor Almendros meninggal karena kanker, dan Antony Perkins meninggal yang di akibatkan oleh pneumonia yang di propagandakan oleh para maistream sebagai penyakit terdefinisi AIDS. Namun ada hal yang sangat tidak masuk di akal, karena selama hidupnya setelah di diagnose HIV positif, Antony Perkins tidak menularkan infeksi virus HIV kepada istrinya (istrinya menceritakan setelah di diagnosa hiv, tetap berhubungan intim sebagai suami istri / tanpa pengaman).
Fakta lain bahwa beberapa gay selebritis yang masih hidup walapun telah di diagnosa HIV seperti Juara Olimpiade Greg Louganis (Amerika) yang memproklamirkan hidup sehat. Pada kenyataannya, Greg tidak pernah mengkonsumsi “obat hiv” atau seperti skater terkenal bernama Rudy Galindo, selain itu Magic Johnson masih hidup dan sehat sampai sekarang, dan petinju Tommy Morrison yang sehat dan masih hidup tanpa pengobatan yang kemudian dengan tegas mencela teori AIDS sebagai penipuan (propaganda untuk mengeruk keuntungan).
Greg Luganis : tips yang terbaik adalah berhenti mengkonsumsi obat tersebut. Karena saya merasa bahwa kualitas hidup saya hilang pada saat mengkonsumsi obat tersebut ­((The State, 15 April, 1997).
Suami dariMargaret Heckler yang merupakan pengacara yang sangat fanatik yang pada tahun bersama 1984 pertama kali mempresentasikan theory AIDS bersama Dr. Gallo meninggal karena pneumonia. Hal ini tentu sangat lucu dan sungguh tidak masuk akal, karena ketika mereka mempresentasikan penyakit pneumonia sebagai penyebab dari AIDS pada saat itu.

ASHE AND PERKINS TIDAK PERNAH MENGINFEKSI VIRUS HIV KEPADA ISTRI MEREKA
Arthur Ashe, pemenang tenis Wimbledon diduga terinfeksi HIV dalam transfusi darah untuk bypass pada tahun 1983. Dan kematian Arthur di atributkan untuk AIDS. Tetapi pada kenyataannya bahwa Arthur meninggal karena komplikasi penyakit hati setelah dia mendapat kenyatan bahwa itu merupakan penyakit bawaan lahirnya. Bertahun-tahun selama masih hidup, Arthur tidak pernah pernah menularkan virus tersebut kepada istrinya walaupun mereka tetap berhubungan pada sebagai suami istri. Ashe meninggal pada tahun 1993.

Begitu pula dengan apa yang terjadi pada Perkins, dan anak nya lahir dengan sehat dan tidak pernah terinfeksi HIV. BUKTI KESEKIAN KALINYA BAHWA HIV BUKAN MERUPAKAN PENYAKIT YANG MENULAR LEWAT HUBUNGAN SEKSUAL. Obat HIV yang telah dia konsumsi menyebabkan Perkins meninggal dunia, berdasarkan pernyataan dari Duesberg (ilmuwan peraih nobel) yang dengan tegas mengatakan Perkins merupakan korban dari AZT (salah satu obat hiv/aids yang sangat berbahaya dan beracun yang sebelumnya telah di larang di gunakan untuk terapi kanker, karena setelah di gunakan obat tersebut, orang-orang malah meninggal dunia).
13662728781369513938

ANTHONY PERKINS MATI KARENA PNEUMONIA BUKAN AIDS
136627292258844919

ROCK HUDSON MATI KARENA KANKER GETAH BENING, BUKAN AIDS
1366272968980046852

ARTHUR ASHE MATI KARENA MASALAH JANTUNG (PENYAKIT BAWAAN), , TOXIC MEDICATION BUKAN AIDS
13662730111032693067

NUREYEV MATI KARENA KERACUNAN, BUKAN AIDS
136627305032600175

TOMMY MORRISON HIV + SEHAT TANPA OBAT, SEKARANG MALAH NEGATIV HIV.
13662730881476862877

MAGIC JOHNSON, SEHAT TANPA OBAT
13662731231151471231

GREG LUGANIS SEHAT TANPA OBAT HIV.
Didiagnosa positif tidak berarti sama sekali bahwa anda akan mendapatkan AIDS
Buktinya
Faktanya bahwa para selebritis yang di tes positif hiv tidak berarti sama sekali (meaningless), semua orang bisa saja di test positif berdasarkan STDs, hepatitis, flu atau citomegaloviruses. Kemudia mereka menyusun latency (Penundaan yang terjadi ketika informasi dikirimkan dari propaganda kepada korbannya) dan menunggu sampai mereka yang di diagnosa mendapatkan diagnosa penyakit selama tahun tersebut, kemudian mereka secara cerdik menamakan itu sebagai AIDS, padahal sebenarnya tidak, penyakit mereka sudah ada bahkan sebelum mereka terkena AIDS.

Sumber:
Crewdson, J, (2002) Science Fictions, p. 448 (Pulitzer prize) Carlson, J. R., et al. "Evaluation of commercial AIDS screening test kits." Lancet 1(8442):1388, June 15, 1985 (lancet merupakan salah satu jurnal medical terkenal di dunia jadi bukan merupakan jurnal rethinker AIDS)


AZT YANG MEMBUNUH SEL-T, BUKAN HIV (Balzarini, 1989)

HIV tidak membunuh anda, karena didalam sejarah tidah pernah ada retrovirus yang pernah membunuh binatang bahkan manusia. Tetapi AZT yang secara pasti membunuh. Seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Balzarini. Biakan virus hiv yang di tempatkan pada vitro didalam laboratorium selama 4 bulan di dapatkan hasil tidak membunuh sel-T. (Hoxie et al, 1985). Obat AIDS dari dokter lah yang membunuh anda. Apabila anda percaya pada teori tersebut dan meracuni diri anda sendiri, maka anda akan mati sia-sia dengan sesuatu yang tanpa dasar ilmiah di buktikan. 

INGAT DISANA ADA JUTAAN ORANG DI DUNIA YANG HIDUP SEHAT SETELAH DI DIAGNOSA HIV+ WALAUPUN TANPA MENGKONSUMI OBAT, Contoh sederhana Silvia L. , Nuria G. and Dr. Garrido yang telah di diagnosa selama 18 dan lebih dari 20 tahun, dan masih banyak lagi (lihat saja pengakuan mereka di : http://livingwithouthivdrugs.com/)

Balzarini, J., Herdewijn, P. and De Clercq, E. (1989) Differential patterns of intracellular metabolism of 2',3'-didehydro-2',3'-dideoxythymidine and 3'-azido-2',3'-dideoxythymidine, two potent anti-human immunodeficiency virus compounds. J. biol. Chem. 264: 6127-6133.

Teringat saya menanyakan salah satu dokter di daerah saya yang ketika saya tanyakan mengenai seorang pria HIV+ di Manchester hidup sehat selama 20 tahun walaupun tanpa mengkonsumsi obat HIV. Beliau menjawabnya “ oh kita tetap akan menggunakan obat HIV karena sudah ketentuan dari Pihak WHO. Oh that’s almost funny for me, because the WHO lies to us all the time. They very friendly with the drug companies…

KESIMPULAN
MEDIA PROPAGANDA DAN REPETISI GOEBBELIAN BERBOHONG DAN BERUSAHA MENCUCI OTAK KITA (BRAIN WASHED) SEHINGGA KITA PERCAYA BAHWA MEREKA TELAH MATI KARENA AIDS. SAMPAI SAAT INI VIRUS HIV YANG DI KIRA ADA, NYATANYA BELUM BISA DI ISOLASI. TIDAK ADA SEORANG ILMUWAN PUN YANG BISA MENGHUBUNGKAN KEMATIAN DENGAN AIDS. NO ONE. AIDS TERDIRI DARI 30 PENYAKIT YANG SELALU ADA JAUH SEBELUM AIDS ITU DI HOAX-KAN, SEPERTI KANKER UTERUS, PNEUMONIA, TBC, DEMENTIA, KAPOSI’S SARCOMA ATAU KANKER REKTUM. AIDS MERUPAKAN KEBOHONGAN YANG SANGAT MONUMENTAL (SEBUAH GAGASAN DARI SOSIAL POLITIK). AIDS BUKANLAH MERUPAKAN ILMU ATAU PENYAKIT BARU, DAN TUGAS KITA SEMUA BERSAMA-SAMA UNTUK MENGAKHIRI TIPUAN GLOBAL INI

SUMBER : http://www.kompasiana.com/alexander1/benarkah-selebritis-mati-karena-aids-faktanya-tidak_552c703a6ea834101f8b45a1

FAKTA VIRUS HIV adalah rekayasa


Bismillah…
Berawal dari review saya tentang novel CODEX: Konspirasi Jahat Di Atas Meja Makan Kita. Di cover belakang tertulis:
DEPOPULATION PROGRAM ADALAH NYATA!
…….
Tahukah Anda jika HIV sengaja diciptakan untuk memusnahkan etnis asli Afrika?
……..
Kemudian mas Wikan memberikan pertanyaan yang bagus:
Wikan said:
kalau AIDS buat membasmi orang Afrika, kenapa orang Amerika dan orang di lain benua juga kena?
Karena terlalu panjang penjelasannya, maka saya buka thread baru, dengan jawaban sebagai berikut:
WHO tahun 2008 mencatat jika di benua Afrika sekurangnya ada 40 jutaan orang terjangkit HIV. Ini menurut data resmi, sedangkan semua orang tahu jika angka di lapangan bisa lebih banyak dua atau tiga kali dari data resmi. Di dunia ini, HIV memang dikenal sebagai pembunuh nomor satu orang-orang kulit hitam. Dalam perkembangan penelitian, banyak saintis dunia yang mengatakan bahwa HIV sengaja diciptakan untuk pemusnahan massal, siapa yang mengatakan:
[1] Doktor Mangari Waathai, Doktor Biologi peraih Nobel di tahun 2004, yang dengan tegas menyatakan jika HIV merupakan senjata biologi yang sengaja diciptakan untuk menghabisi satu etnis manusia. Sejarah HIV tidak berawal dari monyet-monyet yang hidup di Afrika lalu menulari manusia. Ini dusta besar orang-orang Barat. Sebagai orang Afrika, Mangari Waathai mengaku jika kaumnya telah berabad-abad silam hidup berdampingan dengan monyet-monyet di alam liar, namun dahulu tidak ada yang namanya HIV.
Referensi:
[2] Jacob Segal, Profesor Biologi di Humboldt University Jerman, yang berjudul “AIDS: USA Home-made Evil”. Dalam tulisannya, Segal meyakini jika Virus HIV berawal bukan dari Afrika, tapi dari Fort Detrick-Maryland, fasilitas penelitian senjata kimia dan biologi rahasia yang dimiliki Pentagon yang didanai Rockefeller, CIA, dan National Institute of Health; dengan cara menggabungkan genom viral dari VISNA dan HTLV-1, karena keduanya nyaris identik dengan genom HIV. Tulisannya bisa dibaca di Journal Science 1985 (227: 173-177) atau Conspiracy theories in American history: an encyclopedia, Volume 1, by Peter Knight, hal 43 dari 299.
[3] Profesor Willace L. Pannier yang meninggal baru-baru ini mengetahui semua itu dan dia juga meninggalkan catatannya tentang fakta di sekitar HIV. Berita kematiannya di sini. Kematiannya termasuk misterius seperti halnya para saintis lainnya yang juga masih misterius penyebab kematiannya. Baca: Highly Suspicious Deaths Of A Statistically Impossible Amount Of Top Scientists.
Tulisan di bawah ini meng-quote Novel “Codex: Konspirasi Jahat di atas Meja Makan Kita”, hal 381-384, diceritakan bahwa pemeran utama menyebarkan bocoran catatan-catatan rahasia ke dunia internet (semacam wikileaks), yang membuat CIA (Unit Disinformasi) bekerja keras membuat informasi tandingan.
———- start quote ———-
Inilah catatan-catatan yang dibuat Willace L. Pannier di sela-sela kesibukannya bergabung dengan tim khusus di Laboratorium Fort Detrick, AS.
“HIV merupakan istilah baru bagi virus lama bernama SV40. Ini adalah nama bagi salah satu dari sejumlah organisme viral andalan yang telah diisolasi oleh seksi virus di Fort Detrick. SV40 dapat dijadikan sebagai virus yang mampu menyerang dan menghancukan sistem kekebalan tubuh manusia. Semua ini digagas oleh orang-orang seperti Prescott Bush, Harriman, Rockefeler, dan sekutu The New World Order lainnya, yang sepakat menjalankan agenda Eugenics Movement sejak awal tahun 1900-an”.
Eugenics Movement merupakan gerakan rasialis untuk memperbanyak ras manusia superior (kulit putih, mata biru, dsb), dan menghancurkan ras manusia yang dianggap inferior (kulit berwarna, lemah fisik, cacat, dsbnya). Gerakan ini secara nyata telah dipraktekkan Adolf Hitler dengan NAZI-nya dalam PD II. Keluarga Harriman pada tahun 1910 mendanai Eugenics Record Office di Cold Spring Harbor, NY, dimana salah satu produknya adalah Human Genome Project.
Pannier memaparkan bahwa ada satu nama yang erat dengan sejarah HIV itu sendiri yakni Doktor Hilary Koprowski, seorang Yahudi Polandia. Koprowski lahir di Warsawa, 5 Desember 1916 yang kemudian dikenal dunia sebagai pakar imunologi dan juga pakar virus. Riwayat hidup Koprowski jelas-jelas membuktikan jika NAZI memang berkolaborasi dengan sejumlah elit Yahudi. Ketika NAZI menyerang Polandia di tahun 1939, NAZI mengizinkan Koprowski untuk meneruskan pendidikannya hingga meraih gelar dokter. Atas izin NAZI pula dia meninggalkan Polandia dan pindah ke Italia, negeri sekutu NAZI. Dari Italia, Koprowski pergi ke Brazil untuk meneliti penyakit kuning dan virus-virus neotropik dengan dana dari Rockefeller Foundation.
Di tahun 1957, Koprowski melakukan percobaan vaksin polio di Afrika. Koprowski menggunakan tisu ginjal monyet yang telah dipaparkan virus SV40 dan menginjeksi vaksin yang telah terkontaminasi tersebut kepada ribuan orang Negro Afrika. (Buku “The Dark River: A Journey to the Source of HIV and AIDS”; dan buku “Deadly Mist, Upaya Amerika Merusak Kesehatan”). Walau mengakui hal ini, namun Koprowski menolak jika dikatakan telah menciptakan virus HIV. (sumber: Hilary Koprowski: AIDS and the Polio Vaccine).
Walau demikain bukti-bukti di lapangan telah menunjukkan jika titik awal epidemi AIDS memang berasal dari Afrika Tengah, lokasi yang sama ketika Koprowski melakukan vaksinasi polio terhadap lebih dari 300 ribu orang negro Afrika di tahun 1957 hingga 1960.
Dalam catatan akhirnya tentang HIV-AIDS, Pannier menulis:
“Sudah menjadi strategi kelompok elit ini sejak dulu untuk bermain di dua kaki: Menciptakan penyakit, dan menciptakan obatnya. Namun tak jarang obat yang diciptakan ternyata malah memperkuat penyakit tersebut sehingga pasien akan memerlukan obat lain yang jauh lebih kuat dan menyebabkan dia ketergantungan obat-obatan medis. Mereka menciptakan banyak pelanggan dari usaha jahat ini.”
“HIV dan AIDS diciptakan oleh konspirasi jahat keluarga Harriman, Rockefeller, dan Bush. Ketiganya kuliah di Yale University dan bergabung dalam komunitas penyembah Lucifer Universitas Yale bernama “The Skull and Bones Brotherhood”. Dan faktanya, Universitas Yale adalah pemegang hak paten atas salah satu obat utama HIV yang dikenal dengan istilah d4t atau Zerit yang ditemukan awal 1990-an, dan menunjuk Bristol Myers untuk memproduksi dan memasarkannya. Dari obat ini saja, Yale menerima royalti sebesar US $328 juta. Padahal, Zerit tidak menghilangkan HIV namun hanya memperpanjang usia sehingga orang yang menderita HIV dapat menularkannya dan “merekrut” banyak calon pelanggan obat-obatan mereka.
———- end quote ———-
Sebagai rujukan tambahan, silakan lihat video dokumenter: IN LIES WE TRUST.
Film karya Sir Leonard George Horowitz tentang sejarah bioterorism, termasuk bagaimana AIDS dan vaksin-vaksin jahat itu sengaja diciptakan, juga peran CIA serta media propaganda Hollywood. Video In Lies We Trust ini berdurasi 2 jam 30 menit. Video ini semakin meyakinkan saya bahwa kejahatan bioterorism adalah NYATA.




Fight For Freedom!
Salam hangat tetap semangat,
Iwan Yuliyanto
28.12.2010

di copi dari :  http://iwanyuliyanto.co/2010/12/28/benarkah-virus-hiv-sengaja-diciptakan/

Penyebab Ratusan HIJABer kota Batang Jawa Tengah terinfeksi HIV


TEMPO.CO Bangkalan: Menteri Sosial Khofifah Indar Parawangsa mengatakan sebanyak 564 perempuan di Kota Batang, Jawa Tengah, positif terinfeksi penyakit HIV-Aids. Yang mengejutkan, kata Khofifah, 90 persen dari para perempuan tersebut adalah perempuan berhijab.


Menurut Khofifah, setelah didata, para perempuan malang itu bukanlah wanita nakal semacam pekerja seks. "Mereka itu ternyata adalah para ibu rumah tangga, perempuan solehah," kata Khofifah saat berkunjung ke Pondok Pesantren Al-Anwar, Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, Ahad, 7 Juni 2014.


Setelah diteliti, kata Khofifah, para perempuan di Batang itu tertular penyakit HIV/ AIDS dari suami mereka. "Jadi kalau suami punya istri solehah, maka suami juga harus soleh," kata Khofifah.


Karena itu, Khofifah memastikan secara perlahan akan menutup tempat lokalisasi di Indonesia. Salah satu wilayah yang jadi fokus Khofifah adalah wilayah Jawa Timur. 


Data Kementerian Sosial menyebutkan para pengungsi lokalisasi di Jawa Timur terbanyak di Indonesia. "Besok, saya akan menutup lokalisasi di Ponorogo," ujar Khofifah.


Lokalisasi di Ponorogo, ungkap Khofifah, adalah lokalisasi ke-13 yang ditutup di Jawa Timur.

sumber : http://nasional.tempo.co/read/news/2015/06/08/058672908/ratusan-hijaber-terinfeksi-hiv-aids-ini-penyebabnya

Pengobatan Alternatif HIV AIDS

Pengobatan Alternatif HIV AIDS, Jika ODHA selama ini di haruskan minum ARV seumur hidup dengan segala efek samping nya, atau ODHA merasa bosan dengan pengobatan seumur hidup, maka jalan lain hanya pengobatan ALTERNATIF

Banyak pengobatan alternatif di internet di tawarkan. namun sebaiknya pertimbangkan lebih matang sebelum meninggalkan ART, setidaknya ada bukti TESTIMONI pasien di lihat dari hasil laboratorium. dan LIHAT perbandingan obat kimia ARV dengan obat alami. selanjutnya ODHA lah yang menentukan model pengobatan yang terbaik.

Perbandingan Obat KIMIA ARV dengan Obat ALAMI
ARV
OBAT ALAMI
Tidak bisa menyembuhkan AIDS.
Bisa menyembuhkan AIDS.
Karena tidak bisa menyembuhkan, maka harus dikonsumsi seumur hidup.
Ketika sudah sembuh, Odha bisa stop pengobatan.
“Memperbudak” Odha SEUMUR HIDUP dengan kewajiban jadwal ketatnya yang harus dikonsumsi tepat waktu.
Tidak memperbudak Odha seumur hidup karena jadwal konsumsinya fleksibel.
Bahan kimia tidak ramah lingkungan yang penuh dengan efek samping.
Bahan alami ramah lingkungan dan pada umumnya tanpa efek samping.
Mikroba makin kebal atau resisten walaupun dikonsumsi dengan jadwal yang benar.
Tidak akan menimbulkan resistensi walaupun jadwalnya fleksibel.
Tidak aman jika dikonsumsi dalam jangka panjang, apalagi untuk seumur hidup.
Aman jika dikonsumsi dalam jangka panjang, apalagi jenis suplemen, sangat aman dikonsumsi seumur hidup untuk mempertahankan kesehatan.
(NCBI, Oxford Med Journal, Medindia, Healindonesia)
sumber: www.lintas.me/go/memobee.com/aids-denialist-menguak-mafia-kesehatan-pada-kasus-hivaids

KIRIM TESTIMONI HIV AIDS

Untuk Pasien Kami 
Terimakasih mau berbagi pengalaman 
Testimoni anda sebagai suport sesama dan sebagai sarana Ibadah
Identitas Kami Rahasiakan



Disclaimer :

Untuk Hasil Sembuh Fungsional Permanen Umumnya di butuhkan pengobatan selama 3-6 bulan pengobatan. Faktor kondisi tubuh seseorang dan suport keluarga sangat berpengaruh terhadap reaksi kesembuhan. Simpanlah alamat & nomor HP kami 082332222009