"Lu dah lihat sendirikan bro, berapa
banyak yang lepas ARV itu MATI, gw ga habis pikir sama lu, lu kok jadi
Hopelles gini sech?".....Ya ungkapan kekawatiran terlontar dari mulut
salah seorang sahabat ketika ia tahu saya memutuskan berhenti
mengkonsumsi obat yang selama kurun waktu 6 tahun menemani saya.
|
Jangan Sembarangan Minum Obat |
Selama kurun waktu tersebut, hidup saya seolah menjadi seperti robot,
dikendalikan oleh obat, dulu saya pun akan berkata seperti itu ketika
saya mengetahui ada teman yang putus obat, saya selalu takut apabila ada
teman yang memutuskan berhenti minum obat.
Awal Pemikiran Stop ARV
Awal tahun 2007 ketika saya lagi asik nonton TV, saya masih ingat pada
saat itu hari Sabtu sekitar jam 10.00 WIB, tiba-tiba terlintas di benak
saya "selama ini ada banyak penyakit, tapi kenapa seperti tidak ada
obatnya,contoh penyakit Flu, ketika terserang Flu, kita minum obat
beberapa hari kemudian flunya sembuh, tapi suatu waktu flu itu akan
kembali menyerang karena virusnya tidak mati".
Lalu saya berfikir, saya adalah orang yang terlalu yakin dengan agama
saya dan terlalu yakin bahwa Tuhan saya tidak akan pernah berbohong,
saya sering mendengar banyak masyarakat yang selalu mengutip katanya
dari Kitab suci agama saya
"Tidak ada penyakit yang tidak ada obatnya". Begitu kurang lebih kutipan yang saya sering dengar.
Tapi kenapa selama ini begitu banyak penyakit, tapi seperti tidak ada obatnya?
Apakah Tuhan berbohong atau memang kita yang tidak bisa membaca yang
telah tersirat dalam kitab suci yang kita sudah sepakat bahwa kitab suci
tersebut adalah Firman Tuhan atau Ucapan Tuhan yang di wahyukan kepada
Nabi-nya, Orang yang terpilih secara langsung sebagai wakilnya di muka
bumi ini.
Hari terus berlalu,Bulan pun terus berganti dan tahun pun seakan berlari
begitu cepat, tapi dengan bergantinya hari, berlalunya bulan dan
datangnya tahun yang baru, pertanyaan-pertanyaan itu tetap berkecamuk di
otak saya.
Dan tiba pada suatu saat di tahun 2011 tepatnya di akhir bulan Maret,
saya harus kembali masuk Rumah Sakit dengan kondisi yang sangat
mengkawatirkan selama kurang lebih 2 minggu, saking mengkawatirkannya
kondisi saya pada saat itu, sampai ibu saya tercinta sudah menyiapkan
kain untuk penutup mayat saya, hampir semua yang datang sudah sangat
yakin kalau pun hidup, itu semata-mata hanya karena belas kasihan Tuhan
kepada saya.
Yah...saya kembali masuk rumah sakit karena obat yang selama ini saya
minum telah resisten terhadap virus yang saya miliki, obat yang sudah
saya dan mungkin sebagian teman-teman ODHA anggap sebagai nyawa cadangan
saya telah berubah fungsi menjadi racun dalam tubuh saya.
Sakit kali ini memang begitu terasa berat buat saya, untuk membuat saya
sadar, dokter yang menangani saya sampai harus melakukan cuci darah,
karena saya tidak sadar disebabkan kadar Ureum dalam darah saya sangat
tinggi untuk ukuran manusia pada umumnya
Setelah dua minggu saya menginap di "Hotel" yang tidak nyaman karena
begitu banyak selang yang menempel di tubuh saya, dengan memaksa, saya
meminta pulang kerumah. walau dengan sangat terpaksa dan istri saya
harus menandatangani surat yang intinya pihak Rumah sakit tidak dapat di
salahkan jika terjadi sesuatu terhadap saya selepas saya keluar dari
rumah sakit.
Saya Seperti Di Tampar Tuhan
Beberapa hari setelah kembali kerumah, tanpa saya duga, seorang sahabat
dari SMA datang menjenguk saya dirumah, sahabat saya jelas sekali
terlihat kaget melihat kondisi saya yang mungkin tidak pernah dia
bayangkan ketika keluar rumahnya menuju kerumah saya.
Wajar jika memang sahabat saya tersebut kaget, karena kondisi saya pada
saat itu jauh berbeda ketika terakhir kali ia main kerumah saya di bulan
puasa tahun 2010 terlebih ketika saya masih sama-sama satu SMA dengan
ia , saat itu berat badan saya hanya 60kg. berat badan saya ketika SMA
dulu pernah mencapai 90kg.
Tanpa saya duga, ia menyuruh saya minum produk herbal yang sepertinya
sengaja ia bawa untuk saya, sebuah produk dari alam yang sebelumnya
sangat saya benci karena menurut saya tidak sesuai dengan pengobatan
modern saat ini (memakai produk herbal adalah kuno bagi saya), memang
sedikit ada pemaksaan disana waktu itu, karena ia tau kalau saya sangat
tidak suka dan tidak percaya dengan yang namanya herbal dan saya selalu
skeptis dengan orang-orang yang menjual produk Herbal adalah para
PEMBOHONG.
Pada Akhirnya dengan sangat terpaksa saya terus minum "hadiah"yang di berikan oleh sahabat saya tersebut.
Dua minggu setelah keluar rumah sakit, kembali saya harus ke rumah sakit
untuk check-up kesehatan saya, Disinilah yang membuat saya terkejut,
dokter yang menangani saya selama saya sakit mengatakan bahwa saya tidak
perlu melanjutkan cuci darah, karena secara signifikan perkembangan
Ureum saya turun di luar dari yang di perkirakan dokter.
mendengar dokter berkata seperti itu, saya sampai menitiskan air mata
terharu, karena selama ini saya sudah pasrah kalau hidup saya seolah
seperti mayat hidup yang seminggu dua kali harus cuci darah.
Sampai dirumah saya bersorak girang ketika menceritakan kondisi saya
tersebut, ibu saya pun sampai menitiskan air mata terharu dan langsung
sujud syukur saking kegirangan
Selang beberapa waktu keluar rumah sakit, kondisi saya jauh lebih baik,
bahkan lebih baik ketimbang sebelum saya sakit yang terakhir beberapa
waktu lalu, hanya dalam selang waktu satu setengah bulan berat badan
saya naik hingga mencapai 18 kg , sebuah berat yang selama ini sangat
sulit untuk bisa saya capai dan ketika saya sedang duduk termenung, saya
jadi teringat dengan sahabat saya, tersebut ia seolah datang sebagai
sosok tangan Tuhan yang sedang menggampar saya waktu itu atas jawaban
dari kelancangan saya mempertanyakan kebenaran Firmannya terkait obat,
selama ini, obat yang saya anggap kuno karena tidak sesuai dengan
perkembangan jaman, ternyata telah berhasil menyembuhkan ginjal saya
yang menurut dokter hanya bekerja 10% dari manusia pada umumnya dan agar
saya tetap sehat, saya harus cuci darah rutin seminggu dua kali. Bagi
saya ini seperti sebuah jawaban langsung dari Tuhan dan sekaligus
tamparan nyata buat saya.
Beberapa bulan setelah itu, saya kembali memutuskan untuk tidak lagi
mengkonsumsi obat yang telah menjadi racun untuk tubuh saya dan
hampir-hampir merenggut nyawa saya dari dalam jasadnya.
Tapi apa yang terjadi setelah beberapa bulan saya berhenti mengkonsumsi
ARV, walau mereka secara jelas melihat perkembangan fisik saya yang jauh
lebih baik dari pada saat mengkonsumsi ARV, namun banyak nada sinis
yang datang kepada saya yang tidak dapat saya hindari baik dari teman -
teman yang selama ini pernah jalan beriringan dalam program HIV dan AIDS
maupun dari para dokter baik yang menangani saya maupun yang kenal
kepada saya. Seolah-olah keputusan saya berhenti mengkonsumsi ARV
adalah sebuah tindakan saya paling bodoh yang pernah saya buat dan
seolah-olah seperti bentuk keputusasaan saya terhadap kondisi saya.
Putus ARV sama dengan mati, seperti sebuah harga mati yang tidak
bisa di tawar-tawar lagi, doktrinan ini terlanjur melekat kepada ODHA,
menurut saya Doktrinan ini sangat berbahaya, dapat melunturkan
nilai-nilai ketakwaan kita terhadap Tuhan dan juga seakan-akan ODHA
tidak punya hak untuk membuat pilihan bagi kesehatannya, Menentang ARV
adalah maut ganjarannya, jadi seolah-olah nyawa kita hanya tergantung
dari ARV, produk buatan manusia, seakan tidak ada pilihan obat lain
selain ARV serta yang pastinya Seakan-akan kita melupakan yang sangat
berkuasa atas diri kita, atas nyawa kita yaitu diri kita sendiri dan
TUHAN
“Hai sekalian manusia, makanlah yang
halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu
mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu
adalah musuh yang nyata bagimu.” (Al- Baqarah: 168).