“Dan apabila aku sakit. Dialah (Allah) yang menyembuhkanku” (As Syu’araa: 80)
Slide 1 Code Start -->

ODHA dengan Infeksi Oportunis : Dermatitis Kronis dan SGB

Perbaikan yang begitu cepat hanya dalam waktu 1 bulan pengobatan. Alhamdulllah

Control Keberadaan Virus HIV

Sangat penting di lakukan Kontrol VL selama Pengobatan Kami

Rasulullah ï·º
“Setiap penyakit ada obatnya, dan bila telah ditemukan dengan tepat obat suatu penyakit, niscaya akan sembuh dengan izin Allah”

Tahapan Infeksi HIV hingga Menjadi AIDS


Human immunodeficiency virus (HIV) penyebab AIDS tidak langsung menampakkan gejala infeksinya pada manusia. Manusia, sebagai korban infeksi, juga tidak langsung merasakan dampak virus berbahaya tersebut bagi tubuhnya.

Virus membutuhkan waktu 5-10 tahun sampai menimbulkan gejala. Saat waktu yang dibutuhkan terpenuhi, penyakit AIDS sudah menjangkiti tubuh penderita.

Selama kurun waktu tersebut, ada beberapa tahapan infeksi hingga HIV kemudian berkembang menjadi AIDS.

1. Tahap Pertama   ( Tes HIV Masih Negatif )

a. HIV masuk ke dalam tubuh hingga terbentuk antibodi dalam darah.

b. Penderita HIV tampak dan merasa sehat.

c. Pada tahap ini, tes HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus.

d. Tahap ini berlangsung selama 2 minggu sampai 6 bulan.

2. Tahap Kedua ( Tes HIV Masih Positif namun CD4 normal )

a. Pada tahap ini HIV mulai berkembang di dalam tubuh.

b. Tes HIV sudah bisa mendeteksi keberadaan virus karena antibodi yang mulai terbentuk.

c. Penderita tampak sehat selama 5-10 tahun, bergantung pada daya tahan. Rata-rata penderita bertahan selama 8 tahun. Namun di negara berkembang, durasi tersebut lebih pendek.

3. Tahap Ketiga ( Tes HIV Masih Positif namun CD4 di bawah normal )

a. Pada tahap ini penderita dipastikan positif HIV dengan sistem kekebalan tubuh yang semakin menurun.

b. Mulai muncul gejala infeksi oportunistis, misalnya pembengkakan kelenjar limfa atau diare terus-menerus.

c. Umumnya tahap ini berlangsung selama 1 bulan, bergantung pada daya tahan tubuh penderita.

4. Tahap Ke Empat yaitu AIDS ( Tes HIV Masih Positif + CD4 di bawah normal + Infeksi Oportunistis )
a. Pada tahap ini, penderita positif menderita AIDS.

b. Sistem kekebalan tubuh semakin turun.

c. Berbagai penyakit lain (infeksi oportunistis) menyebabkan kondisi penderita semakin parah.

Pada tahap ini, penderita harus secepatnya dibawa ke dokter dan menjalani terapi anti-retroviral virus (ARV). Terapi ARV akan mengendalikan virus HIV dalam tubuh sehingga dampak virus bisa ditekan.

Kendati begitu, HIV sebetulnya bisa dikendalikan sedini mungkin sehingga bisa menekan peluang timbulnya AIDS. "Sebaiknya lakukan cek darah sedini mungkin, terutama bagi yang berisiko tinggi, misalnya pengguna narkoba dengan jarum suntik, kerap berganti pasangan dan berhubungan seksual tanpa kondom," kata Koordinator Pelaporan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional, Djadjat Sudradjat.Fine Art America Ilustrasi Human Immunodeficiency Virus (HIV)




Gejala HIV AIDS Pada Anak dan Dewasa


Gejala HIV AIDS Pada Anak dan Dewasa.
HIV virus yang tak pandang bulu. Virus ini bisa menyerang siapa saja melalui beberapa media penularan seperti cairan darah, sperma, vagina, serta ASI. Bila tak diketahui, HIV bisa berkembang menjadi AIDS (Acquired Immune-Deficiency Syndrome).

Sayangnya, tidak seperti penyakit lain, infeksi HIV tidak langsung menunjukkan gejala. "Biasanya dibutuhkan waktu 5 tahun sampai akhirnya gejala HIV bisa terlihat. Pada tahap ini HIV sudah menjadi AIDS dan harus diberi penanganan segera," kata Humas Persatuan Anggota Muda Obstetri dan Ginekologi (PAOGI), Ulul Albab, dalam seminar Lindungi Generasi Muda dari HIV/AIDS pada Senin (25/11/2013) lalu.

AIDS sendiri merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya kekebalan tubuh dalam melawan infeksi HIV. Berikut ini beberapa gejala AIDS yang dialami usia dewasa dan anak berdasarkan informasi dari Komisi Penanggulangan AIDS Nasional :

1. Dewasa
Gejala mayor :

a. Kehilangan 10 persen berat selama lebih dari 1 bulan tanpa sebab

b. Diare lebih dari satu bulan

c. Demam lebih dari satu bulan, baik konstan atau datang-pergi

Gejala Minor :

a. Batuk kering yang tak kunjung sembuh

b. Kulit gatal di seluruh tubuh

c. Herpes Zoster yang tak kunjung sembuh

d. Terinfeksi jamur yang mengakibatkan ruam pada mulut, lidah, atau tenggorokan

e. Pembengkakan kelenjar di leher, ketiak, atau selangkangan, dengan atau tanpa infeksi aktif.

2. Anak

Gejala mayor :

a. Berat badan rendah, atau pertumbuhan lambat

b. Diare berat selama lebih dari 14 hari lebih

c. Demam selama lebih dari satu bulan

Gejala minor :

a. Kulit gatal di seluruh tubuh

b. Pembengkakan kelenjar di leher, ketiak, atau selangkangan

c. Bintik putih akibat jamur di dalam mulut, lidah, atau tenggorokan

d. Infeksi pada telinga, tenggorokan, atau organ lainnya

e. Batuk yang tidak kunjung sembuh

Pada orang dewasa, gejala AIDS sudah bisa didiagnosis bila memiliki 2 tanda mayor dan 1 gejala minor. Gejala semakin lengkap bila penderita mengidap kanker kulit yang disebut karposi atau kriptokokal meningitis. Karposi adalah bintik kemerahan, hitam, atau ungu yang bisa membesar dan terasa sakit. Sedangkan kriptokokal meningitis adalah infeksi yang meliputi otak hingga menyebabkan demam, kaku leher, sakit kepala, kebingungan, dan ketidakmampuan bangun.

Terapi Radioaktif Musnahkan Virus HIV ?


Ilmuwan menemukan radioaktif bisa dimanfaatkan untuk memusnahkan virus HIV-AIDS yang bersembunyi di tubuh pasien, bahkan di otak.

Pendekatan ini merupakan bagian dari upaya menyembuhkan AIDS. Para peneliti akhirnya berpikir untuk mencari cara memusnahkan virus HIV-AIDS, setelah 30 tahun memerangi virus mematikan yang tak bisa disembuhkan ini. Hingga akhirnya, Gedung Putih dan National Institutes of Health (NIH) mengumumkan sebuah penelitian sebagai bentuk upaya penyembuhan AIDS, dengan nilai investasi mencapai 100 juta dollar.

Pada penelitian sebelumnya, para peneliti pernah melakukan pengujian dengan memodifikasi terapi yang saat ini digunakan untuk pasien leukemia. Pengujian ini dilakukan pada darah 15 pasien dengan HIV. Para peneliti menemukan bukti bahwa terapi modifikasi ini mampu menjangkau sel-sel yang terinfeksi. Sel laten inilah yang menyebabkan HIV tidak bisa disembuhkan. Sel-sel yang terinfeksi ini bersembunyi di dalam tubuh, diam, namun ketika pengobatan berhenti, sel-sel ini bereaksi kembali.

Ekaterina Dadachova dari Albert Einstein College of Medicine di Yeshiva University New York beserta koleganya, tengah mengupayakan untuk memusnahkan sel laten ini dengan terapi kanker yang disebut radioimmunotherapy.

Radioimmunotherapy menggunakan antibodi monoklonal, sebuah versi rekayasa dari virus sistem kekebalan tubuh manusia, yang kemudian bersentuhan dengan material radioaktif, bismuth-213. Antibodi ini dirancang untuk mengenali HIV, kemudian mengenai sel yang terinfeksi, dan mengantarkan radiasi yang mematikan virus HIV.

"Radionuklida yang kami gunakan mengantarkan radiasi hanya ke sel yang terinfeksi HIV tanpa merusak sel di sekitarnya," terang Dadachova.

Menurutnya, terapi ini tidak berbahaya karena ide dasar dari radioimmunotherapy untuk HIV menggunakan isotop yang bisa menyasar sel terinfeksi secara tepat.

Berdasarkan pengujian pada tikus, terapi ini mampu menghilangkan sel yang terinfeksi di tubuh, setidaknya pada sel-sel yang bisa dideteksi menggunakan metode ini. Lantaran terbukti ampuh pada pengujian hewan, tim peneliti kemudian melakukan uji klinis kepada 15 pasien yang sedang menjalani terapi HIV.

Dalam pertemuan Perkumpulan Radiologi Amerika Utara, Dadachova mengungkapkan terapi ini memusnahkan sel terinfeksi yang masih bersarang di tubuh pasien, bahkan di otak. Obat-obatan bahkan tidak bisa memberikan hasil seperti ini.

PBB melaporkan virus HIV yang menyebabkan AIDS, menjangkiti 35 juta orang di dunia, dan menyebabkan kematian pada 36 juta orang.

Hingga saat ini belum ada obat yang bisa menyembuhkan AIDS, dan vaksin pun tidak memberikan hasil optimal. Terapi obat yang disebut antiretroviral bisa menekan virus ke level terendah dan sangat kecil kemungkinannya menginfeksi yang lain. Meski begitu, masih ada virus yang tersisa. Dan jika pengobatan terhenti, virus muncul lagi. Meski, pada beberapa kasus yang terbilang jarang terjadi, pasien bisa sembuh dengan terapi obat ini.

Menurut Clyde Crumpacker dari Beth Israel Deaconess Medical Center dan Harvard Medical School, Boston, satu masalah yang muncul saat ingin memusnahkan HIV adalah virus ini bisa bersembunyi di dalam sel.

"Beberapa sel yang terinfeksi HIV berterbangan di bawah radar sistem kekebalan tubuh," ungkapnya.

Antibodi bisa mengenali sel mana yang seharusnya diserang karena sel-sel ini menampilkan sedikit bagian protein pada permukaan sel. Namun HIV terintegrasi dengan DNA sel. Dan menurut ahli, virus ini bisa menginfeksi sel tanpa menunjukkan keberadaannya. Sehingga antibodi sepintar apa pun tidak akan bisa menemukan atau mengenalinya.

Karenanya, lanjut Crumpacker, temuan Dadachova menjanjikan dan perlu dilakukan pengujian yang lebih hebat.

Sementara menurut Anthony Fauci, direktur National Institute of Allergy and Infectious Diseases, temuan ini masih sebatas eksperimen dan belum diujikan pada manusia.

Mengenai hal itu, Dadachova mengatakan timnya sedang meminta izin dan mencari bantuan dana untuk melakukan pengujian pada pasien di Afrika Selatan dan Amerika Serikat.

Namun kondisinya, kongres Amerika memotong beberapa anggaran termasuk dana penelitian medis. Meski begitu, NIH masih mencari dana tambahan untuk penelitian AIDS.

"Penelitian tentang AIDS merupakan contoh dari satu area yang mengalami kemajuan dari tahun ke tahun, dan selalu menghasilkan peluang baru dan menarik, baik di dasar mau pun di ilmu knilis, sehingga perlu terus dikejar," tutur direktur NIH, Francis Collins

Di NYATAKAN SEMBUH, Dua Orang Ini Kembali Dinyatakan Positif HIV



HIV kembali ditemukan pada darah dua pasien yang sebelumnya dinyatakan "sembuh". Pasien saat itu dinyatakan demikian karena sudah menjalani prosedur transplantasi sumsum tulang.

Temuan tersebut dipresentasikan pada konferensi internasional ilmuwan AIDS. Dalam kesempatan tersebut, salah satu ilmuan Timothy Henrich dari Brigham and Woman's Hospital di Boston menunjukkan kemampuan HIV untuk bersembunyi di dalam tubuh manusia.

Sebelum menjalani prosedur trasplantasi sumsum tulang, dua pasien tersebut sudah menjalani beberapa prosedur lainnya. Namun belum ada yang berhasil menyembuhkan kanker limfoma Hodgkin's yang mereka alami.

Keduanya telah berjuang melawan HIV selama bertahun-tahun, namun mereka sepakat untuk berhenti menjalani pengobatan dengan obat antiretroviral (ARV) dan memilih prosedur transplantasi sumsum tulang. Ini mereka lakukan karena prosedur tersebut juga dapat sekaligus menghilangkan virus dari tubuh mereka.

Satu dari mereka dinyatakan bebas HIV selama tujuh minggu, namun sayangnya virus kembali ditemukan setelahnya. Dokter pun menyarankan agar pasien kembali meneruskan pengobatan ARV.
Sementara pasien lainnya yang masih dinyatakan bebas virus masih melanjutkan berhenti obat ARV. Hingga delapan bulan kemudian, virus kembali dinyatakan kambuh dan pasien pun perlu melanjutkan pengobatan.

Henrich dan timnya mengakui hasil dari studi masih mengecewakan, namun mereka percaya temuan ini akan memberikan pengetahuan baru yang bermanfaat sebagai landasan studi selanjutnya.

"Kami akan kembali meneliti. Ilmu pengetahuan sangat menyenangkan, meski kadang hasilnya tidak sesuai dengan yang diinginkan," pungkasnya.

"Sembuh" dari HIV, Anak Ini Benar-benar Bebas Virus



Seorang anak berusia tiga tahun asal Mississippi, Amerika Serikat, dinyatakan sembuh dari infeksi HIV. Dokter melaporkan, berkat penanganan agresif yang langsung dilakukan sejak dilahirkan, kini anak perempuan itu bebas virus.

Pakar imunologi dari University of Massachussets Medical School yang menangani kasus tersebut, dr Katherine Luzuriaga, mengatakan, penanganan awal dengan kombinasi obat antiretroviral (ARV) yang potensial dapat menjaga virus tidak berkembang di dalam tubuh anak itu.

Para dokter mengaku masih ragu untuk menyatakan anak itu benar-benar sembuh. Namun menurut laporan terbaru yang dimuat dalam New England Journal of Medicine, tidak ditemukan virus yang bereplikasi secara aktif dalam sistem tubuhnya. Anak itu bahkan sudah berhenti mengonsumsi obat sejak usia 18 bulan.

Beberapa tes menunjukkan indikasi keberadaan virus yang sangat rendah dalam darah anak itu. Namun, dokter belum dapat memastikan apakah hasil itu adalah "false positive" atau hanya sisa dari virus yang telah dimusnahkan.

"Jika yang terdeteksi itu adalah sisa virus, maka pertanyaannya adalah apakah mereka bisa hidup kembali. Untuk itu, kami menyebutnya sebagai remisi karena kami mengikuti anak itu dalam periode waktu yang lama untuk mengetahui apakah tubuhnya dapat mengontrol virus tanpa bantuan obat," papar Luzuriaga.

Kasus ini lantas tercatat sebagai remisi HIV pertama pada anak. Temuan ini awalnya dipresentasikan pada bulan Mei selama pertemuan ilmiah di Atlanta dan terus diperbarui untuk menambah detailnya.

Menurut dokter anak yang menanganinya, dr Hannah Gay dari University of Mississippi Medical Center, anak itu diberikan penanganan HIV sejak 30 jam setelah kelahirannya.

Luzuriaga mengatakan, dokter umumnya memberikan ibu dengan HIV positif melalui dua pengobatan ARV untuk mencegah transmisi virus pada janinnya. Setelah proses persalinan, bayi kemudian langsung dites untuk HIV dan diberi pengobatan begitu diketahui bahwa terdapat virus di dalam tubuhnya.

Namun, dalam kasus anak ini, sang ibu sebelumnya tidak diketahui terjangkit HIV, begitu pula dengan anaknya begitu dilahirkan. Inilah yang membuat Gay sesegera mungkin memberikan pengobatan ARV.

Gay juga memilihkan kombinasi tiga obat ARV guna meningkatkan kemampuannya, dan memberikannya hingga anak itu berusia 18 bulan. Menurut Luzuriaga, hal ini dilakukan guna menjaga virus tidak menjadi resisten terhadap obat apa pun sebelum hilang dari tubuh si anak.

Lebih lanjut, Luzuriaga menjelaskan, ada dua faktor yang berperan penting dalam mencegah HIV merusak sistem imun, yaitu waktu dan pengobatan. Semakin dini diberi pengobatan ARV, semakin besar peluang untuk "sembuh".

Berdasarkan kasus anak perempuan itu, studi lanjutan akan dilakukan dengan metode pemeriksaan dini untuk memastikan bahwa pendekatan tersebut dapat dilakukan pada semua bayi yang terinfeksi HIV.

Ilmuwan Penemu HIV Katakan Tak Mungkin Ada Obat AIDS

Stop HIV

KOMPAS.com — Salah satu ilmuwan yang menemukan virus penyebab AIDS dan tes darah untuk deteksi HIV, dr Robert Gallo, mengatakan tidak yakin bahwa akan ada obat untuk menyembuhkan AIDS.

HIV adalah virus yang menyerang sel darah putih (limfosit) yang mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh. Akibatnya, muncul sekumpulan gejala penyakit yang disebut dengan AIDS.

Setelah epidemi HIV/AIDS berlangsung lebih dari 30 tahun, para ahli kesehatan kini lebih sering membicarakan HIV ketimbang AIDS. Ini karena kombinasi obat anti-HIV yang disebut antiretroviral (ARV), yang juga ikut diteliti oleh Gallo, membuat angka kesakitan dan kematian akibat virus ini menurun drastis.

Mereka yang terinfeksi kemudian memiliki kualitas hidup yang membaik karena tetap sehat. Yang lebih penting lagi, ARV secara signifikan menurunkan penularan.

Perkembangan positif pada pengobatan HIV ini membuat para ahli kesehatan yakin bahwa infeksi HIV bisa dihilangkan, dan kematian akibat penyakit ini bisa ditekan.

Dalam sebuah wawancara dengan majalah TIME baru-baru ini, Gallo mengatakan bahwa hal tersebut tidak mungkin. "Sampai kita bisa menemukan vaksin yang secara utuh bisa melindungi seseorang dari terinfeksi HIV, yang kita dapatkan hanyalah kesembuhan fungsional," katanya.

Kesembuhan fungsional berarti seseorang yang tertular HIV diberi pengobatan sampai virusnya tidak terdeteksi dan tidak mungkin aktif lagi. Meski begitu, virusnya sebenarnya tetap tidur dalam tubuh orang tersebut.

Kesembuhan fungsional sudah didapatkan pada dua bayi yang lahir dari ibu yang positif HIV. Mereka adalah dua bayi pertama yang sembuh secara fungsional setelah diberikan ARV dalam dosis orang dewasa, sesaat setelah dilahirkan.

"Kita tak akan bisa menggantikan imunisasi aktif. Namun, memakai obat ARV untuk mencegah infeksi bisa menjadi langkah penting untuk mengendalikan epidemi ini," ujarnya.

Mungkin ada yang akan menganggap langkah tersebut kecil, setelah 30 tahun penelitian mengenai penyakit HIV/AIDS. Namun bagi mereka yang hidup dengan HIV saat ini, langkah itu adalah sebuah pencapaian besar untuk membuat mereka tetap hidup aktif dan produktif.

17 Fakta Ungkap Kondom 100 Persen Tidak Aman Cegah AIDS

JAKARTA (voa-islam.com) Prof Dr dr Dadang Hawari, seorang pakar dalam bukunya Global Effect HIV/AIDS, ternyata secara Ilmiah Kondom 100 Persen tidak Aman Cegah AIDS, karena faktnya penyebaran virus HIV/AIDS di Indonesia memang mengkhawatirkan. Data terbaru menunjukkan pada 2012 jumlah orang yang telah terinfeksi HIV sejumlah 10.362 orang, 5.686 terinfensi AIDS dan 1.146 meninggal dunia karenanya.  orang, 5686 terinfensi AIDS dan 1.146 meninggal dunia karenanya.

Lalu, jika kondisinya demikian apakah kampanya pemakaian kondom adalah solusi atas persoalan ini?. Jawabnya adalah tidak. Dari hasil penelitian ilmiah yang sangat banyak terbukti virus HIV/AIDS bisa menembus kondom. Kondom sendiri sebenarnya dirancang untuk Keluarga Berencana. Itupun tetap mengalami kebocoran.

Simak fakta mencengangkan berikut ini, beberapa data ini kiranya dapat menyadarkan kita semua terdapat kontroversi kondom yang selama ini diperdebatkan:
  1. Januari hingga Juni 2013, diketahui jumlah orang yang terinfeksi HIV mencapai 10.210 orang. 780 orang terinveksi AIDS dan 105 orang telah meninggal.   Kondom terbuat dari bahan latex (karet), bahan ini merupakan senyawa hidrokarbon dengan polimerisasi yang berati mempunyai serat dan berpori-pori. Disamping itu karena proses pembuatan pabrik kondom juga memiliki lubang cacat mikroskopis atau “pinholes”.
  2. Penelitian yang dilakukan oleh Lytle, et. al. (1992) dari Division of Life Sciencies, Rockville, Maryland, USA, membuktikan bahwa penetrasi kondom oleh pertikel sekecil virus HIV/AIDS dapat terdeteksi.
  3. Penelitian yang dilakukan oleh Cary, et. al (1992) dari Division of Pshysicial Sciences, Rockville, Maryland, USA, menemukan kenyataan bahwa virus HIV/AIDS dapat menembus kondom. Kondom yang beredar di pasaran 30% bocor.
  4. Direktur Jenderal WHO, Hiroshi Nakajima (1993) menyatakan bahwa efektifitas kondom diragukan.
  5. Pernyataan J. Mann (1995) dari Harvard AIDS Institute yang menyatakan bahwa tingkat keamanan kondom (bebas bocor) hanya 70%.
  6. Dalam konferensi AIDS Asia Pasifik di Chiang Mai, Thailand (1995) dilaporkan bahwa pengguna kondom aman tidaklah benar. Pori-pori kondom berdiameter 1/60 mikro dalam keadaan tidak meregang, sedangkan bila dalam keadaaan meregang pori-pori tersebut mencapai 10 kali lebih besar. Sementara kecilnya virus HIV berdiameter 1/250 mikron. Dengan demikian jelas bahwa virus HIV dapat dengan leluasa menembus kondom.
  7. Laporan dari majalah Customer Report (1995) menyatakan bahwa pemeriksaan dengan menggunakan elektron mikroskop dapat dilihat pori-pori kondom yang 10 kali lebih besar dari  virus HIV (Rep.1/11/95).
  8. Pernyataan dari M. Potts (1995), Presiden Family Health Internasional, salah satu pencipta kondom mengakui antara lain bahwa, “Kami tidak dapat memberitahukan kepada kalayak ramai sejauh mana kondom dapat memberikan perlindungan pada seseorang. Sebab, menyuruh mereka yang telah masuk kedalam kehidupan yang memiliki risiko tinggi (seks bebas dan pelacuran) ini memakai kondom, sama saja artinya menyuruh orang yang mabuk memasang sabuk kelehernya” (Rep. 12/11/95).
  9. Pernyataan dari V. Cline (1995), Profesor Psikologi dari Universitas Utah, Amerika Serikat, menegaskan bahwa memberi kepercayaan kepada remaja atas keselamatan berhubungan seksual dengan menggunakan kondom adalah sangat keliru. Jika para remaja percaya bahwa dengan kondom mereka aman dari HIV/AIDS atau penyakit kelamin lainya, berarti mereka telah tersesat (Rep. 12/11/95).
  10. Pernyataan pakar AIDS, R. Smith (1995), telah bertahun-tahun mengikuti ancaman AIDS dan pengguna kondom, mengancam mereka yang telah menyebarkan safe sex sama saja dengan mengundang kematian”. Selanjutnya beliau mengetengahkan pendapat agar risiko penularan/penyebaran HIV/AIDS diberantas dengan cara menghindari hubungan seksual diluar nikah (Rep.12/11/95)
  11. Di Indonesia pada 1996 yang lalu kondom yang diimpor dari Hongkong ditarik dari peredaran karena 50% bocor.
  12. Tingkat keamanan kondom (bebas kebocoran) di negara-negara berkembang rata-rata hanya 70%. Kondom terbuat dari latex yang peka terhadap sinar (matahari dan lampu), oksigen dan kelembaban. Umur pakai kondom hanya 5 tahun. Dikhawatirkan, banyak kondom yang diimpor dari luar negri yang melewati batas waktunya. Penyimpanan yang tidak hati-hati dapat menyebabkan kondom berjamur, robek bahkan copot sama sekali. Kalau diamati penyimpanan kondom diapotik-apotik yang sering diletakkan di bawah lampu neon. Keadaan bertambah gawat kalau penyimpanan di gudangnya kurang hati-hati atau kurang teliti misalnya diletakkan di lantai. Namun terdapat fakta yang lebih memprihatinkan, yaitu orang membeli kondom justru di pinggir jalan. Dari berbagai penelitian di Indonesia menunjukan orang membeli kondom di penjual rokok atau jamu atau kios obat kaki lima. Dari 10 orang orang petualang seks 3 orang kemungkinan tidak aman dari serangan HIV/AIDS karena itu seks yang aman adalah hanya dilakukan dengan pasangan yang sah. (Lubis, F.,1996)
  13. Gereja Katolik (Vatikan) menyerukan kepada masyarakat bahwa kondom tidak melindungi seorang dari ketularan virus HIV/AIDS. Selanjutnya sebagaimana dikemukakan oleh Kim Barnes (2003) dari BBC London, menyatakan bahwa cara terbaik agar terhindar dari virus HIV/AIDS adalah abstinentia, yaitu tidak melakukan hubungan seks di luar nikah.
  14. Alfonso Lopez Trujillo (2003) seorang kardinal senior dari Vatikan yang menyatakan virus HIV/AIDS dapat menembus dinding kondom, kecilnya virus HIV 1/450 lebih kecil dari sperma saja masih bisa menembus lapisan kondom, apalagi virus HIV.
  15. Gordon Wambi (2003) seorang aktivis AIDS menyatakan ketidaksetujuan pemakaian kondom. Hal ini sesuai dengan Vatikan’s Pontifical Council for Familiy yang menyerukan kepada pemerintah agar tidak menganjurkan pemakaian kondom kepada rakyatnya: kampanye kondom sama saja kampanye rokok, bahanya sama.
  16. Sejak kondom mudah diperoleh, penyebaran virus HIV/AIDS menjadi semakin melesat dengan pesat, disimpulkan bahwa kondom membantu penularan penyebaran HIV/AIDS, demikian dikemukakan oleh Archbishop of Nairobi (Raphael Ndingi Nzeki, 2003).
  17. Selanjutnya gereja Katolik menganjurkan kepada salah satu pasangan suami istri yang terinfeksi untuk tidak menggunakan kondom, sebab virus HIV bisa menembus pada pasangan yang lain. Dewasa ini dunia sedang menghadapi global pandemic HIV/AIDS yang telah menewaskan lebih dari 20 juta orang dan menginfeksi 42 juta orang.
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah meluncurkan program Pekan Kondom Nasional 2013. Kegiatan ini digelar dalam rangka peringatan hari AIDS se-Dunia 1 Desember 2013. Tujuannya untuk menekan angka penyebaran virus HIV/AIDS di Indonesia.

Sumber : Prof Dr dr Dadang Hawari, Psikiater (Global Effect HIV/AIDS; Dimensi Psikoreligi,2012/antiliberal/voa-islam.com)

Disclaimer :

Untuk Hasil Sembuh Fungsional Permanen Umumnya di butuhkan pengobatan selama 3-6 bulan pengobatan. Faktor kondisi tubuh seseorang dan suport keluarga sangat berpengaruh terhadap reaksi kesembuhan. Simpanlah alamat & nomor HP kami 082332222009