“Dan apabila aku sakit. Dialah (Allah) yang menyembuhkanku” (As Syu’araa: 80)
Slide 1 Code Start -->

ODHA dengan Infeksi Oportunis : Dermatitis Kronis dan SGB

Perbaikan yang begitu cepat hanya dalam waktu 1 bulan pengobatan. Alhamdulllah

Control Keberadaan Virus HIV

Sangat penting di lakukan Kontrol VL selama Pengobatan Kami

Rasulullah ﷺ
“Setiap penyakit ada obatnya, dan bila telah ditemukan dengan tepat obat suatu penyakit, niscaya akan sembuh dengan izin Allah”

Kasus HIV/AIDS pada Ibu Rumah Tangga Terus Meningkat


Sekretaris Komisi Penanggulangan HIV/AIDS (KPA) Merauke Henny Astuti Suparman, Senin (30/5/2011), menuturkan, risiko tertinggi tertular kini tidak lagi pada kelompok pekerja seks, tetapi beralih ke kelompok ibu rumah tangga. ”Sumber penularan dari hubungan seksual,” kata Henny di Merauke.

Berdasarkan data KPA Merauke, jumlah pengidap HIV/AIDS di Merauke hingga Maret 2011 ada 1.283 orang. Dari jumlah tersebut, 630 laki-laki dan 607 perempuan. Sisanya tidak diketahui.
Dari jumlah tersebut, 196 orang adalah pekerja seks, 168 petani, dan 165 (12,86 persen) ibu rumah tangga. Jumlah ibu rumah tangga pengidap HIV/AIDS meningkat dibandingkan dengan data bulan Desember 2010 sebanyak 158 orang (12,57 persen).
”Bulan April 2011, kami temukan lagi tiga ibu rumah tangga positif HIV/AIDS,” kata Henny.
Menurut dia, 3 dari 10 ibu rumah tangga pengidap HIV/AIDS tahun 2011 sedang hamil. Diduga mereka tertular dari suami. ”Setelah diperiksa, ternyata suaminya positif. Namun, ada juga suami tak mau dites,” katanya.
Ironisnya, ada ibu hamil yang positif HIV/AIDS tak mau mendapat pengobatan antiretroviral (ARV). ”Dia merasa sehat dan baik-baik saja sehingga merasa tidak butuh ARV ataupun pendampingan,” kata Henny.
Di Kabupaten Asmat, penyebaran HIV/AIDS juga cepat. Pada tahun 2006 tercatat satu orang terinfeksi. Sementara tahun 2010 ditemukan ada 41 orang yang terinfeksi. (RWN)

Pengidap HIV, Apakah Boleh Punya Anak?


Virus HIV merupakan virus yang dapat ditularkan melalui 
pertukaran cairan tubuh seperti sperma, atau air susu. Karena itu, pengidap HIV diimbau untuk tidak melakukan hubungan seks tanpa pengaman.

Hanya saja, memiliki keturunan hak setiap orang, termasuk pengidap HIV. Namun dengan risiko penurunan virus dari orangtua ke anak yang tinggi, lantas, bagaimana mereka mampu memiliki tanpa menularkan virusnya?

Menurut pakar ilmu penyakit dalam dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSCM) Samsuridjal Djauzi, cara paling efektif untuk mencegah penularan dari orangtua ke keturunannya adalah memastikan orangtuanya memiliki kadar virus yang sangat rendah di tubuhnya sebelum mejalani program kehamilan.

Setelah kadar virus di dalam tubuh sudah sedikit, lanjut dia, cairan tubuh khususnya sperma pada laki-laki tidak lagi mengandung virus. Karena itu, laki-laki sudah dapat berhubungan seks tanpa pengaman dengan pasangannya selama masa suburnya.

"Dibutuhkan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan sperma bebas virus," tegas Samsuridjal.

Sementara itu, kata dia, jika si calon ibu sudah terinfeksi virus, maka pemberian ARV tetap wajib dilakukan untuk mencegah transmisi virus selama kehamilan. Dalam kandungan, bayi menerima cairan yang berisi nutrisi dari ibu, namun jika jumlah virus di tubuh ibu sangat sedikit, maka penularan sangat kecil kemungkinannya untuk terjadi.

Proses persalinan juga dapat menularkan virus. Maka, para dokter sepakat untuk melakukan teknik persalinan Caesar untuk meminimalisasi kontak cairan antara bayi dengan ibu.

Setelah itu pun, lanjutnya, ibu tidak menyusui anaknya, karena air susu mungkin juga mengandung virus HIV. Meskipun ada pula yang mengatakan, selama ASI yang diberikan adalah ASI eksklusif, ibu dengan HIV masih bisa menyusui.

"Dengan melakukan cara-cara tersebut, risiko penularan dari orangtua ke anak dari 37 persen bisa ditekan menjadi 2 persen," pungkasnya

Jangan Langsung Salahkan Suami Jika IRT tertular HIV


Data dari RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) tahun 2013 menyatakan, jumlah ibu rumah tangga (IRT) yang terinfeksi HIV meningkat cukup tajam. Diperkirakan, angkanya melonjak dari 24,3 persen dari total pengidap menjadi 30,1 persen.

Hal tersebut dinilai miris mengingat kesempatan IRT untuk berhubungan dengan orang lain selain suaminya cenderung kecil.  Maka, kemungkinan transmisi virus sebagian besar adalah dari suami mereka.

Untuk diketahui, suami yang bekerja jauh dari rumah atau dikenal dengan istilah mobile man with money merupakan kelompok yang rentan tertular HIV melalui hubungan seks tanpa pengaman yang dilakukan dengan orang yang sudah terinfeksi HIV. Dan ketika di rumah, suami yang terinfeksi melakukan hubungan seks dengan istri sehingga kemudian menularkannya.

Kendati demikian, Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Samsuridjal Djauzi menegaskan untuk tidak hanya "menyalahkan" sang suami sebagai pihak yang menularkannya. Karena bisa jadi, pihak wanita lah yang justru menulari.

"Pengidap HIV bisa hidup bertahun-tahun tanpa ada gejala, jadi bisa saja sebelum menikah, perempuan sudah membawa virus," ujar Samsuridjal di sela-sela acara peluncuran situs interaktif HIV dan AIDS Temanteman.org, Kamis (7/11/2013) di Jakarta.

Transmisi virus yang terjadi sebelum menikah, jelas dia, bisa melalui gaya hidup yang tidak sehat, misalnya penggunaan narkoba suntik atau melakukan hubungan seks tanpa pengaman. Selain itu, transmisi virus juga bisa berasal dari transfusi darah yang tidak melalui proses penampisan yang baik.

Oleh karena itu, Samsuridjal menyarankan agar calon pasangan suami-istri melakukan pemeriksaan HIV sebelum menikah. Hal tersebut guna mencegah penularan antarmereka, serta ke keturunan mereka.

Menurut brand ambassador Temanteman.org sekaligus artis peran Dian Sastrowardoyo, sebelum menikah umumnya orang melakukan pemeriksaan virus seperti rubella, toksoplasma, hingga hepatitis B atau C, namun masih jarang yang melakukan pemeriksaan HIV. Padahal HIV termasuk dalam virus yang bisa menular melalui hubungan seksual dan juga bisa ditularkan secara vertikal dari orangtua ke anak.

"Maka saya rasa, pemeriksaan HIV perlu dilakukan dan seharusnya pemeriksaan itu menjadi hal yang sudah dianggap normal," kata dia.

Bayi yang "Sembuh" dari HIV, Virusnya Kembali Lagi

Seorang bocah terlahir dengan infeksi HIV namun dinyatakan "sembuh" kini mengidap virus ini kembali. Padahal, berkat terapi pengobatan sejak ia lahir, bocah tersebut sempat bebas dari HIV selama lebih dari dua tahun.
Bayi tersebut lahir dari ibu yang positif HIV pada tahun 2010 dan langsung diterapi dengan obat antiretroviral begitu ia dilahirkan. Kemudian pengobatan itu dilanjutkan sampai ia berusia 18 bulan. Sayangnya dokter kehilangan kontak dengan keluarga bayi tersebut sehingga pengobatan tidak dilanjutkan.

Bayi tersebut baru kembali ke rumah sakit saat ia berusia 5 bulan. Ia mengejutkan para dokter karena dalam pemeriksaan tidak ditemukan adanya tanda-tanda HIV.

Selama dua tahun setelahnya, si bayi bebas dari HIV dan kasus ini menjadi perbincangan dan kegembiraan para ahli kesehatan. Para dokter juga berencana melakukan percobaan klinis untuk mengetahui apakah terapi antivirus sejak awal akan memberikan hasil yang serupa.

Sayangnya kini setelah si bayi telah berusia 4 tahun, dokter menemukan jejak HIV dalam darahnya.

"Tentu ini mengecewakan, bukan hanya bagi si anak ini, para staf medis yang terlibat, serta komunitas penelitian HIV/AIDS," kata Dr.Anthony S.Fauci, direktur National Institute of Allergy and Infectious Disease.

Ia mengatakan, secara ilmiah perkembangan tersebut mengingatkan para ahli bahwa masih banyak yang harus dipelajari tentang infeksi HIV dan di mana virus ini bersembunyi dalam tubuh.

Ketika si anak tersebut pertama kali ditemukan bebas HIV, para dokter menekankan bahwa si anak bisa disebut sebagai "sembuh" dari HIV jika dengan berlalunya waktu level virusnya tidak terdeteksi.

Namun, hasil tersebut menunjukkan ternyata terapinya tidak bisa menghapuskan seluruh virus dari tubuh. Meski begitu, tim dokter yang menangani mengatakan masih ada harapan bahwa jenis terapi HIV seperti yang diterima anak tersebut akan membuka peluang pengobatan HIV.

"Fakta bahwa si anak masih bebas HIV selama dua tahun meski tidak lagi mendapat obat antivirus sebenarnya di luar dugaan. Biasanya, jika pengobatan dihentikan, kadar HIV akan langsung naik dalam seminggu, bukan tahunan," kata Dr.Deborah Persaud, salah satu dokter yang terlibat.

Selanjutnya, para ilmuwan akan mencari tahu mengapa pengobatan itu sukses menjaga virus tidak cepat naik dalam kurun waktu cukup lama. Mereka juga berusaha mengetahui apakah periode remisi tersebut bisa bertahan lebih lama lagi.

Tahapan Infeksi HIV hingga Menjadi AIDS


Human immunodeficiency virus (HIV) penyebab AIDS tidak langsung menampakkan gejala infeksinya pada manusia. Manusia, sebagai korban infeksi, juga tidak langsung merasakan dampak virus berbahaya tersebut bagi tubuhnya.

Virus membutuhkan waktu 5-10 tahun sampai menimbulkan gejala. Saat waktu yang dibutuhkan terpenuhi, penyakit AIDS sudah menjangkiti tubuh penderita.

Selama kurun waktu tersebut, ada beberapa tahapan infeksi hingga HIV kemudian berkembang menjadi AIDS.

1. Tahap Pertama   ( Tes HIV Masih Negatif )

a. HIV masuk ke dalam tubuh hingga terbentuk antibodi dalam darah.

b. Penderita HIV tampak dan merasa sehat.

c. Pada tahap ini, tes HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus.

d. Tahap ini berlangsung selama 2 minggu sampai 6 bulan.

2. Tahap Kedua ( Tes HIV Masih Positif namun CD4 normal )

a. Pada tahap ini HIV mulai berkembang di dalam tubuh.

b. Tes HIV sudah bisa mendeteksi keberadaan virus karena antibodi yang mulai terbentuk.

c. Penderita tampak sehat selama 5-10 tahun, bergantung pada daya tahan. Rata-rata penderita bertahan selama 8 tahun. Namun di negara berkembang, durasi tersebut lebih pendek.

3. Tahap Ketiga ( Tes HIV Masih Positif namun CD4 di bawah normal )

a. Pada tahap ini penderita dipastikan positif HIV dengan sistem kekebalan tubuh yang semakin menurun.

b. Mulai muncul gejala infeksi oportunistis, misalnya pembengkakan kelenjar limfa atau diare terus-menerus.

c. Umumnya tahap ini berlangsung selama 1 bulan, bergantung pada daya tahan tubuh penderita.

4. Tahap Ke Empat yaitu AIDS ( Tes HIV Masih Positif + CD4 di bawah normal + Infeksi Oportunistis )
a. Pada tahap ini, penderita positif menderita AIDS.

b. Sistem kekebalan tubuh semakin turun.

c. Berbagai penyakit lain (infeksi oportunistis) menyebabkan kondisi penderita semakin parah.

Pada tahap ini, penderita harus secepatnya dibawa ke dokter dan menjalani terapi anti-retroviral virus (ARV). Terapi ARV akan mengendalikan virus HIV dalam tubuh sehingga dampak virus bisa ditekan.

Kendati begitu, HIV sebetulnya bisa dikendalikan sedini mungkin sehingga bisa menekan peluang timbulnya AIDS. "Sebaiknya lakukan cek darah sedini mungkin, terutama bagi yang berisiko tinggi, misalnya pengguna narkoba dengan jarum suntik, kerap berganti pasangan dan berhubungan seksual tanpa kondom," kata Koordinator Pelaporan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional, Djadjat Sudradjat.Fine Art America Ilustrasi Human Immunodeficiency Virus (HIV)




Gejala HIV AIDS Pada Anak dan Dewasa


Gejala HIV AIDS Pada Anak dan Dewasa.
HIV virus yang tak pandang bulu. Virus ini bisa menyerang siapa saja melalui beberapa media penularan seperti cairan darah, sperma, vagina, serta ASI. Bila tak diketahui, HIV bisa berkembang menjadi AIDS (Acquired Immune-Deficiency Syndrome).

Sayangnya, tidak seperti penyakit lain, infeksi HIV tidak langsung menunjukkan gejala. "Biasanya dibutuhkan waktu 5 tahun sampai akhirnya gejala HIV bisa terlihat. Pada tahap ini HIV sudah menjadi AIDS dan harus diberi penanganan segera," kata Humas Persatuan Anggota Muda Obstetri dan Ginekologi (PAOGI), Ulul Albab, dalam seminar Lindungi Generasi Muda dari HIV/AIDS pada Senin (25/11/2013) lalu.

AIDS sendiri merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya kekebalan tubuh dalam melawan infeksi HIV. Berikut ini beberapa gejala AIDS yang dialami usia dewasa dan anak berdasarkan informasi dari Komisi Penanggulangan AIDS Nasional :

1. Dewasa
Gejala mayor :

a. Kehilangan 10 persen berat selama lebih dari 1 bulan tanpa sebab

b. Diare lebih dari satu bulan

c. Demam lebih dari satu bulan, baik konstan atau datang-pergi

Gejala Minor :

a. Batuk kering yang tak kunjung sembuh

b. Kulit gatal di seluruh tubuh

c. Herpes Zoster yang tak kunjung sembuh

d. Terinfeksi jamur yang mengakibatkan ruam pada mulut, lidah, atau tenggorokan

e. Pembengkakan kelenjar di leher, ketiak, atau selangkangan, dengan atau tanpa infeksi aktif.

2. Anak

Gejala mayor :

a. Berat badan rendah, atau pertumbuhan lambat

b. Diare berat selama lebih dari 14 hari lebih

c. Demam selama lebih dari satu bulan

Gejala minor :

a. Kulit gatal di seluruh tubuh

b. Pembengkakan kelenjar di leher, ketiak, atau selangkangan

c. Bintik putih akibat jamur di dalam mulut, lidah, atau tenggorokan

d. Infeksi pada telinga, tenggorokan, atau organ lainnya

e. Batuk yang tidak kunjung sembuh

Pada orang dewasa, gejala AIDS sudah bisa didiagnosis bila memiliki 2 tanda mayor dan 1 gejala minor. Gejala semakin lengkap bila penderita mengidap kanker kulit yang disebut karposi atau kriptokokal meningitis. Karposi adalah bintik kemerahan, hitam, atau ungu yang bisa membesar dan terasa sakit. Sedangkan kriptokokal meningitis adalah infeksi yang meliputi otak hingga menyebabkan demam, kaku leher, sakit kepala, kebingungan, dan ketidakmampuan bangun.

Terapi Radioaktif Musnahkan Virus HIV ?


Ilmuwan menemukan radioaktif bisa dimanfaatkan untuk memusnahkan virus HIV-AIDS yang bersembunyi di tubuh pasien, bahkan di otak.

Pendekatan ini merupakan bagian dari upaya menyembuhkan AIDS. Para peneliti akhirnya berpikir untuk mencari cara memusnahkan virus HIV-AIDS, setelah 30 tahun memerangi virus mematikan yang tak bisa disembuhkan ini. Hingga akhirnya, Gedung Putih dan National Institutes of Health (NIH) mengumumkan sebuah penelitian sebagai bentuk upaya penyembuhan AIDS, dengan nilai investasi mencapai 100 juta dollar.

Pada penelitian sebelumnya, para peneliti pernah melakukan pengujian dengan memodifikasi terapi yang saat ini digunakan untuk pasien leukemia. Pengujian ini dilakukan pada darah 15 pasien dengan HIV. Para peneliti menemukan bukti bahwa terapi modifikasi ini mampu menjangkau sel-sel yang terinfeksi. Sel laten inilah yang menyebabkan HIV tidak bisa disembuhkan. Sel-sel yang terinfeksi ini bersembunyi di dalam tubuh, diam, namun ketika pengobatan berhenti, sel-sel ini bereaksi kembali.

Ekaterina Dadachova dari Albert Einstein College of Medicine di Yeshiva University New York beserta koleganya, tengah mengupayakan untuk memusnahkan sel laten ini dengan terapi kanker yang disebut radioimmunotherapy.

Radioimmunotherapy menggunakan antibodi monoklonal, sebuah versi rekayasa dari virus sistem kekebalan tubuh manusia, yang kemudian bersentuhan dengan material radioaktif, bismuth-213. Antibodi ini dirancang untuk mengenali HIV, kemudian mengenai sel yang terinfeksi, dan mengantarkan radiasi yang mematikan virus HIV.

"Radionuklida yang kami gunakan mengantarkan radiasi hanya ke sel yang terinfeksi HIV tanpa merusak sel di sekitarnya," terang Dadachova.

Menurutnya, terapi ini tidak berbahaya karena ide dasar dari radioimmunotherapy untuk HIV menggunakan isotop yang bisa menyasar sel terinfeksi secara tepat.

Berdasarkan pengujian pada tikus, terapi ini mampu menghilangkan sel yang terinfeksi di tubuh, setidaknya pada sel-sel yang bisa dideteksi menggunakan metode ini. Lantaran terbukti ampuh pada pengujian hewan, tim peneliti kemudian melakukan uji klinis kepada 15 pasien yang sedang menjalani terapi HIV.

Dalam pertemuan Perkumpulan Radiologi Amerika Utara, Dadachova mengungkapkan terapi ini memusnahkan sel terinfeksi yang masih bersarang di tubuh pasien, bahkan di otak. Obat-obatan bahkan tidak bisa memberikan hasil seperti ini.

PBB melaporkan virus HIV yang menyebabkan AIDS, menjangkiti 35 juta orang di dunia, dan menyebabkan kematian pada 36 juta orang.

Hingga saat ini belum ada obat yang bisa menyembuhkan AIDS, dan vaksin pun tidak memberikan hasil optimal. Terapi obat yang disebut antiretroviral bisa menekan virus ke level terendah dan sangat kecil kemungkinannya menginfeksi yang lain. Meski begitu, masih ada virus yang tersisa. Dan jika pengobatan terhenti, virus muncul lagi. Meski, pada beberapa kasus yang terbilang jarang terjadi, pasien bisa sembuh dengan terapi obat ini.

Menurut Clyde Crumpacker dari Beth Israel Deaconess Medical Center dan Harvard Medical School, Boston, satu masalah yang muncul saat ingin memusnahkan HIV adalah virus ini bisa bersembunyi di dalam sel.

"Beberapa sel yang terinfeksi HIV berterbangan di bawah radar sistem kekebalan tubuh," ungkapnya.

Antibodi bisa mengenali sel mana yang seharusnya diserang karena sel-sel ini menampilkan sedikit bagian protein pada permukaan sel. Namun HIV terintegrasi dengan DNA sel. Dan menurut ahli, virus ini bisa menginfeksi sel tanpa menunjukkan keberadaannya. Sehingga antibodi sepintar apa pun tidak akan bisa menemukan atau mengenalinya.

Karenanya, lanjut Crumpacker, temuan Dadachova menjanjikan dan perlu dilakukan pengujian yang lebih hebat.

Sementara menurut Anthony Fauci, direktur National Institute of Allergy and Infectious Diseases, temuan ini masih sebatas eksperimen dan belum diujikan pada manusia.

Mengenai hal itu, Dadachova mengatakan timnya sedang meminta izin dan mencari bantuan dana untuk melakukan pengujian pada pasien di Afrika Selatan dan Amerika Serikat.

Namun kondisinya, kongres Amerika memotong beberapa anggaran termasuk dana penelitian medis. Meski begitu, NIH masih mencari dana tambahan untuk penelitian AIDS.

"Penelitian tentang AIDS merupakan contoh dari satu area yang mengalami kemajuan dari tahun ke tahun, dan selalu menghasilkan peluang baru dan menarik, baik di dasar mau pun di ilmu knilis, sehingga perlu terus dikejar," tutur direktur NIH, Francis Collins

Disclaimer :

Untuk Hasil Sembuh Fungsional Permanen Umumnya di butuhkan pengobatan selama 3-6 bulan pengobatan. Faktor kondisi tubuh seseorang dan suport keluarga sangat berpengaruh terhadap reaksi kesembuhan. Simpanlah alamat & nomor HP kami 082332222009