“Dan apabila aku sakit. Dialah (Allah) yang menyembuhkanku” (As Syu’araa: 80)
Slide 1 Code Start -->

ODHA dengan Infeksi Oportunis : Dermatitis Kronis dan SGB

Perbaikan yang begitu cepat hanya dalam waktu 1 bulan pengobatan. Alhamdulllah

Control Keberadaan Virus HIV

Sangat penting di lakukan Kontrol VL selama Pengobatan Kami

Rasulullah ï·º
“Setiap penyakit ada obatnya, dan bila telah ditemukan dengan tepat obat suatu penyakit, niscaya akan sembuh dengan izin Allah”

GEJALA AWAL HIV AIDS

Banyak orang dengan HIV Positif  tidak memiliki gejala selama beberapa tahun, sedangkan yang lain mungkin mengalami gejala mirip flu, biasanya dua sampai enam minggu setelah terkena virus. 
Gejala-gejala dapat bertahan hingga empat minggu.
Gejala awal infeksi HIV dapat mencakup:

  • demam
  • panas dingin
  • nyeri sendi
  • sakit otot
  • sakit tenggorokan
  • berkeringat (terutama pada malam hari)
  • pembengkakan kelenjar
  • ruam merah
  • kelelahan
  • lesu
  • penurunan berat badan
Infeksi HIV tidak bergejala

Dalam banyak kasus, setelah gejala awal hilang, tidak akan ada gejala yang lebih lanjut selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, virus membawa pada pengembangan dan merusak sistem kekebalan tubuh. Proses ini dapat memakan waktu hingga 10 tahun dan ia tidak mengalami gejala, merasa baik dan tampak sehat.

Infeksi HIV stadium


Jika tidak diobati, HIV melemahkan kemampuan untuk melawan infeksi. Ia menjadi rentan terhadap penyakit serius. Jika sudah memasuki tahapan ini, maka inilah yang disebut AIDS.

Tanda dan gejala infeksi HIV stadium mungkin termasuk:

  • penglihatan kabur
  • diare, yang biasanya terus-menerus atau kronis
  • batuk kering
  • demam di atas 37C (100F) berlangsung selama berminggu-minggu
  • berkeringat di malam hari
  • kelelahan permanen
  • sesak napas
  • kelenjar bengkak yang berlangsung selama berminggu-minggu
  • penurunan berat badan
  • bintik-bintik putih di lidah atau mulut
Selama infeksi HIV stadium akhir, risiko mengidap penyakit yang mengancam jiwa jauh lebih besar. Contoh termasuk:

  • esofagitis (radang selaput ujung bawah kerongkongan)
  • infeksi pada sistem saraf (meningitis aseptik akut, subakut ensefalitis, neuropati perifer)
  • pneumonia
  • beberapa jenis kanker, seperti sarkoma kaposi, kanker serviks invasif, kanker paru-paru, karsinoma rektal, karsinoma hepatoseluler, kanker kepala dan leher, kanker sistem kekebalan yang disebut limfoma
  • toksoplasmosis (penyakit yang disebabkan oleh parasit yang menginfeksi otak. Hal ini juga dapat menyebabkan penyakit pada mata dan paru-paru)
  • tuberkulosis
Penyakit-penyakit yang mengancam jiwa sepertii diatas dapat dikontrol dan diobati dengan pengobatan HIV yang tepat.
Apa perbedaan antara HIV dan AIDS ?
HIV adalah virus yang menyerang sel-T dalam sistem kekebalan tubuh.
AIDS adalah sindrom yang muncul dalam stadium lanjut infeksi HIV.
HIV adalah virus.
AIDS adalah kondisi medis.
Infeksi HIV menyebabkan penyakit AIDS. Namun, adalah mungkin untuk terinfeksi HIV tanpa terkena AIDS. Tanpa pengobatan, infeksi HIV akhirnya akan berkembang menjadi AIDS.
Tes HIV dapat mengidentifikasi infeksi pada tahap awal. Hal ini memungkinkan pasien untuk melakukan pencegahan untuk menunda/memperlambat virus berkembang.
Pasien AIDS masih memiliki virus HIV dan masih menular. Seseorang dengan AIDS dapat menularkan HIV kepada orang lain.
Apa saja tanda dan gejala HIV/AIDS?
Yang dimaksud tanda adalah sesuatu dimana orang lain selain pasien dapat mendeteksi, seperti pembengkakan, ruam, atau mengubah warna kulit. Gejala adalah sesuatu yang hanya pasien bisa merasakannya dan menggambarkannya, seperti sakit kepala, kelelahan, atau pusing.

Gejala AIDS

Dalam sebagian besar kasus, gejala HIV adalah hasil dari infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. Kondisi ini biasanya tidak terjadi pada individu dengan sistem kekebalan tubuh yang sehat, yang melindungi tubuh terhadap infeksi.
Apa yang menyebabkan HIV/AIDS?
Laju perkembangan HIV bervariasi antara individu dan tergantung pada banyak faktor (usia pasien, kemampuan tubuh untuk bertahan melawan HIV, akses ke perawatan kesehatan, adanya infeksi, warisan genetik orang yang terinfeksi, ketahanan terhadap jenis tertentu HIV).

HIV dapat ditularkan melalui:
Transmisi seksual. Hal ini dapat terjadi ketika ada kontak seksual dengan sesorang yang terinveksi HIV. Hal ini dapat terjadi saat berhubungan seks tanpa kondom, termasuk seks vagina, seks oral dan anal seks atau berbagi mainan seks dengan seseorang yang terinfeksi HIV.
Penularan perinatal. Ibu dapat menularkan infeksi tersebut kepada anaknya selama proses persalinan, kehamilan, dan juga melalui menyusui.
Transmisi darah. Risiko penularan HIV melalui transfusi darah saat ini sangat rendah di negara maju berkat ketelitian dan tindakan pencegahan yang lebih baik. Di antara pengguna narkoba, berbagi dan menggunakan kembali jarum suntik terkontaminasi dengan darah yang terinfeksi HIV sangat berbahaya.
Berkat prosedur perlindungan yang ketat risiko infeksi HIV bagi para pekerja kesehatan adalah rendah.
ISeseorang yang memasang rajah dan tindik juga berisiko dan harus sangat berhati-hati. Ini beresiko pemasang juga.
Mitos
Ada banyak kesalahpahaman tentang HIV dan AIDS. Ada beberapa faktor yang dianggap bisa menularkan HIV namun ini hanyalah mitos, alias tidak benar:

  • berjabat tangan
  • memeluk
  • berciuman
  • bersin
  • menyentuh kulit yang tak luka
  • menggunakan toilet yang sama
  • menggunkan handuk yang sama
  • menggunakan sendok garpu yang sama
  • atau bentuk lain dari "kontak biasa"
Bagaimana HIV/AIDS didiagnosis?
Kebijakan Pemerintah diagnose di tegakan / di pastikan hanya dengan pemeriksaan darah ANTI HIV.
Diagnosa bisa dilakukan dengan tes darah pada layar khusus untuk virus.
Jika virus HIV telah ditemukan, hasil tes adalah "positif". Darah kembali diuji beberapa kali sebelum hasil positif diberitahukan kepada pasien.
Bagi mereka yang telah menjalani tes darah beberapa kali dengan hasil positif, mereka akan diminta untuk menjalani beberapa tes lain untuk melihat bagaimana infeksi telah berkembang, dan juga untuk memutuskan kapan harus memulai pengobatan.
Semakin HIV lebih awal terdeteksi, semakin besar kemungkinan pengobatan akan berhasil. Juga, tindakan dapat diambil untuk mencegah penyebaran virus kepada orang lain.

Tes HIV dan CD4

Anti-HIV

HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh dan menyebabkan daya tahan tubuh menurun sehingga mudah terinfeksi oleh berbagai jenis kuman. Individu terinfeksi HIV akan mengalami beberapa tahap fase yaitu fase akut, fase laten, dan AIDS.
Pada umumnya, antibodi HIV terbentuk sekitar 3-6 minggu setelah terinfeksi, atau pada individu dengan pembentukan antibodi yang lambat, antibodi HIV baru terbentuk setelah 3-6 bulan terinfeksi.
Manfaat Pemeriksaan:
Memastikan apakah individu terinfeksi HIV atau tidak dengan cara mendeteksi antibodi terhadap HIV dan sebagai uji skrining darah atau organ.

Fakta tentang tes HIV

  • Tes HIV dilakukan untuk mendiagnosis mereka yang baru terinfeksi, untuk mengidentifikasi infeksi yang sebelumnya tidak dikenal, dan untuk meringankan pikiran orang-orang yang tidak terinfeksi.
  • Tes HIV harus menjadi bagian rutin dari praktek medis.
  • Sangat penting untuk melakukan tes hiv pada wanita hamil untuk mengurangi penularan HIV dari ibu ke bayi.
  • Tes HIV biasanya dilakukan dengan dua proses. Proses tes HIV pertama adalah untuk menguji antibodi dalam darah atau air liur. Jika tes HIV ini positif, tes HIV kedua disebut Western blot dilakukan untuk memastikan bahwa hasil tes HIV pertama adalah benar.
  • Jika hasil kedua tes HIV(antibodi dan Western blot) adalah positif, kemungkinan > 99% bahwa pasien terinfeksi HIV.
  • Tes HIV mungkin kehilangan beberapa infeksi, sehingga tes HIV menunjukkan hasil negatif palsu. Hal ini sering terjadi segera setelah infeksi ketika antibodi baru mulai terbentuk dan berada pada tingkat yang terlalu rendah untuk dideteksi (dalam ~ empat minggu infeksi). Jadi sangat disarankan untuk melakukan tes HIV secara berkala.
  • Ada tes HIV gratis di setiap negara. Jadi dimanapun anda berada, bukan alasan untuk tidak melakukan tes HIV, karena setiap negara memberikan tes HIV secara cuma - cuma, atau tes HIV gratis

Bagaimana melakukan tes HIV ??

Biasanya tes hiv dilakukan dengan jalan tes darah di puskesmas, rumah sakit, atau klinik.Tes HIV ini dilakukan dengan cara mengambil sample darah pasien. Darah pasien diambil menggunakan jarum suntik sekali pakai, jika tes HIV ini menunjukkan hasil yang positif, maka darah pasien akan diambil sekali lagi, tes HIV akan dilakukan lagi dengan metode tes HIV yang berbeda untuk mendapatkan hasil tes HIV yang lebih akurat. 

Kapan waktu yang tepat untuk tes HIV?

Jika kita terinfeksi HIV, biasanya sistem kekebalan tubuh baru akan membentuk antibodi tiga minggu hingga tiga bulan setelah kita terinfeksi. Masa ini disebut masa jendela. Jadi, jika kita merasa kita terpajan, atau melakukan perilaku berisiko tertular HIV, kita sebaiknya menunggu tiga bulan setelah peristiwa berisiko sebelum kita melakukan tes HIV. Kita juga dapat langsung melakukan tes HIV, dan mengulangi tes HIV tiga bulan setelah peristiwa (bukan setelah tes pertama). Selama masa jendela ini, tes antibodi akan menunjukkan hasil non-reaktif (negatif), tetapi walaupun begitu, jika kita sudah terinfeksi kita dapat menularkan orang lain. Sebetulnya, selama masa awal infeksi ini, daya menular kita paling tinggi sehingga kita lebih mungkin menularkan orang lain kalau kita berperilaku berisiko. Menurut pedoman Kemenkes RI, hasil tes HIV yang non-reaktif tiga bulan atau lebih setelah peristiwa berisiko berarti kita tidak terinfeksi HIV, atau dalam kata lain, kita HIV-negatif.

Saya malu melakukan tes HIV di puskesmas, dapatkah saya tes hiv dirumah?

Bisa, tes HIV sudah bisa dilakukan sendiri dirumah. Badan Administrasi Makanan dan Obat-obatan AS (FDA) baru - baru ini menyetujui alat tes hiv dijual bebas. Dengan alat ini semua orang bisa melakukan tes hiv dirumah. Ini merupakan angin segar untuk menghambat penyebaran virus HIV. Semakin dini anda mengetahui status HIV anda,semakin baik
Alat tes HIV yang dijual bebas dipasaran ada 2 jenisnya : 
1. Alat tes HIV Ora Quick: Alat tes HIV di rumah pertama yang diakui oleh FDA. Ora Quick mudah untuk dipergunakan juga sangat dapat diandalkan.
2. Alat tes HIV Icare: Alat tes HIV pribadi ini sangat sensitif, menampilkan hasil dengan cepat serta direkomendasikan oleh USAID.

Penggunaan alat ini sangat mudah, dan hasil yang diperoleh juga cepat. Dalam 20 menit, alat ini sudah bisa memberikan hasil tentang status HIV anda. Jika alat ini menunjukkan hasil yang positif, ada baiknya anda memeriksakan diri ke klinik terdekat untuk mendapatkan penanganan selanjutnya. 

Apa yang harus saya lakukan jika tes HIV saya positif?

Terinfeksi HIV bukanlah vonis mati. AIDS dapat dicegah dengan pengobatan antiretroviral atau ARV. Pengobatan ARV menekan laju perkembangan virus HIV di dalam tubuh sehingga orang dengan infeksi HIV dapat kembali “sehat” atau ‘bebas gejala’. Namun virus HIV masih ada di dalam tubuhnya dan tetap bisa menularkan pada orang lain.
Jadi apakah anda masih memiliki alasan untuk tidak melakukan tes HIV? Jika anda beresiko terinfeksi, segeralah lakukan tes HIV.



CD4
Manfaat Pemeriksaan:
Evaluasi pasien infeksi HIV (sel CD4 < 200/mL mengindikasikan progresi AIDS secara klinis); Evaluasi thymus-dependent atau imunokompeten selular, menentukan T-helper; rasio T-suppressor; studi kelainan limfoproliferatif untuk clonality dan keturunan. Hitung CD4 berguna dalam prediksi secara klinis terjadinya infeksi Cyptosporidium

Apa LIMFADENOPATI ITU ? Mengapa Virus HIV sulit sembuh ?

Limfadenopati berarti penyakit pada kelenjar atau aliran getah bening (sistem limfatik). Biasanya, penyakit tersebut terlihat sebagai kelenjar getah bening menjadi bengkak, sering tanpa rasa sakit. Pembengkakan kelenjar itu disebabkan oleh reaksi sistem kekebalan tubuh terhadap berbagai infeksi, termasuk HIV dan TB.

Ada ratusan kelenjar getah bening di tubuh kita, dengan ukuran antara sebesar kepala peniti hingga biji kacang. Organ ini sangat penting untuk fungsi sistem kekebalan tubuh, dengan tugas menyerang infeksi dan menyaring cairan getah bening. Sebagian besar kelenjar getah bening ada di daerah tertentu, misalnya mulut, leher, lengan bawah, ketiak, dan kunci paha.

Segera setelah seseorang terinfeksi HIV, kebanyakan virus keluar dari darah. Sebagian melarikan diri ke sistem limfatik (getah bening) untuk menyembunyikan diri dalam sel di kelenjar getah bening. Beberapa ilmuwan menganggap bahwa hanya 2% HIV ada dalam darah. Sisanya ada di sistem limfatik, termasuk limpa, di lapisan usus dan di otak.

Infeksi HIV sendiri dapat menyebabkan limfadenopati atau pembengkakan kelenjar getah bening. Limfadenopati adalah salah satu gejala umum infeksi primer HIV. Infeksi primer atau akut adalah penyakit yang dialami oleh sebagian orang beberapa minggu setelah tertular HIV – lihatLembaran Informasi (LI) 103. Gejala lain termasuk demam dan sakit kepala, dan sering kali penyakit ini dianggap flu.

Walaupun limfadenopati sering disebabkan HIV sendiri, penyakit ini dapat gejala infeksi lain, termasuk TB di luar paru, sifilis, histoplasmosis, virus sitomegalia, sarkoma Kaposi, limfomadan kelainan kulit.
Apa Limfadenopati Generalisata yang Persisten Itu?

Limfadenopati generalisata yang persisten (persistent generalized lymphadenopathy/PGL) adalah limfadenopati pada beberapa kelenjar getah bening yang bertahan lama. PGL adalah gejala khusus infeksi HIV yang timbul pada lebih dari 50% Odha dan sering disebabkan oleh infeksi HIV sendiri. Batasan limfadenopati pada infeksi HIV adalah sbb.:
Melibatkan sedikitnya dua kelompok kelenjar getah bening;
Sedikitnya dua kelenjar yang simetris berdiameter lebih dari 1cm dalam setiap kelompok;
Berlangsung lebih dari satu bulan; dan
Tidak ada infeksi lain yang menyebabkannya.
Pembengkakan kelenjar getah bening ini bersifat tidak sakit, simetris (kiri-kanan sama), dan kebanyakan terdapat di leher bagian belakang dan depan, di bawah rahang bawah, di ketiak serta di tempat lain, tidak termasuk kunci paha. Biasanya kulit pada kelenjar yang bengkak karena PGL akibat HIV tidak berwarna merah. Kelenjar yang bengkak kadang kala sulit dilihat, dan lebih mudah ditemukan melalui menyentuhnya. Biasanya kelenjar ini berukuran serupa kacang polong sampai buah anggur, dan bila diraba, merasa seperti buah anggur.
PGL berkembang secara pelan dan mungkin dapat menghilang pada saat jumlah CD4 menurun menjelang 200.
Kurang lebih 30% orang dengan PGL juga mengalami splenomegali (pembesaran limpa).
Bagaimana Limfadenopati Diobati?

Asal jumlah, tempat dan ukuran kelenjar yang bengkak tidak berubah, orang dengan PGL tidak membutuhkan pengobatan lebih lanjut, selain pemantauan setiap periksa ke dokter. Perubahan pada ciri kelenjar harus secepatnya dilaporkan ke dokter.
Bila kelenjar menjadi semakin besar, berwarna merah, sakit atau tampaknya berisi cairan bila diraba, dan dokter mencurigai ada infeksi bakteri, dokter mungkin akan memberi obat antibiotik. Kalau tidak ada perubahan, dokter mungkin akan melakukan aspirasi (mengambil contoh kecil dari kelenjar dengan jarum tipis, untuk diperiksa dengan mikroskop). Aspirasi ini berguna untuk menyingkirkan diagnosis limfoma, limfadenopati karena sarkoma Kaposi, penyakit jamur, TB atau penyebab yang lain. Bila kelenjar terus membesar, mungkin dokter akan menyedot cairan isinya dengan jarum kecil (aspirasi) agar tidak meledak.
Apakah Limfadenopati Tanda AIDS?

Limfadenopati dapat terjadi dari awal infeksi HIV, dan PGL biasanya dialami waktu belum ada gejala lain, sering pada waktu jumlah CD4 di atas 500. Sebaliknya, hilangnya PGL dapat menunjukkan kita tidak lama lagi akan masuk tahap AIDS, berarti sebaiknya kita mempertimbangkan mulai terapi antiretroviral (ART).
Garis Dasar

Limfadenopati sering di antara gejala pertama infeksi HIV, yang dialami waktu infeksi primer atau akut, beberapa minggu setelah terinfeksi. Penyakit ini ditandai pembengkakan pada satu atau lebih kelenjar getah bening, biasanya di leher dan ketiak, tetapi kadang kala di tempat lain. Gejala ini biasanya cepat hilang tanpa diobati. Namun gejala ini dapat bertahan terus, menjadi PGL.

Limfadenopati generalisata yang persisten (PGL) adalah kelenjar yang bengkak di sedikitnya dua tempat secara simetris. PGL biasanya dialami waktu tahap infeksi HIV tanpa gejala, dengan jumlah CD4 di atas 500, dan sering hilang sebagaimana jumlah CD4 menurun menjelang 200.

Selain infeksi HIV sendiri, limfadenopati dapat disebabkan oleh infeksi lain, termasuk TB di luar paru dan sifilis. Jika ada gejala lain, sebaiknya ada pemeriksaan secara teliti untuk menyingkirkan alasan lain. Bila tidak ada alasan lain, limfadenopati tidak perlu diobati.

Limfadenopati tidak berkembang menjadi limfoma (kanker pada sistem limfatik – lihat LI 509), dan tidak menunjukkan peningkatan dalam kemungkinan limfoma akan terjadi.

sumber : http://spiritia.or.id/

Ditinjau 1 Juni 2014 berdasarkan HRSA Guide for HIV/AIDS Clinical Care 30 April 2014 hlm. 313 dan berbagai sumber lain


Beberapa ilmuwan menganggap bahwa hanya 2% HIV ada dalam darah. Sisanya ada di sistem limfatik, termasuk limpa, di lapisan usus dan di otak.

Penjelasan lengkap HIV AIDS

Hasil gambar untuk terapi hiv aids


Apa itu HIV
Human Immunodeficiency Virus adalah virus penyebab melemahnya sistem kekebalan tubuh manusia. Virus ini berada dalam cairan tubuh manusia seperti darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu. Tidak semua cairan dalam tubuh manusia memiliki HIV. Ada juga yang tidak berpotensial yaitu cairan keringat, air liur, air mata dan lain-lain.
Penyakit HIV AIDS termasuk penyakit yang sangat membahayakan bagi manusia. Karena penyakit ini  menyerang sistem tubuh manusia. Dalam sistem tubuh manusia, terdapat sel yang melawan virus yang masuk ke dalam tubuh manusia, sel tersebut memiliki CD4. CD4 berfungsi untuk melawan berbagai macam infeksi yang ada. Jadi walau banyak infeksi dari berbagai sumber, kita tidak setiap saat menjadi sakit, ini dikarenakan CD4 masih bisa berfungsi dengan semestinya untuk melawan berbagai infeksi ini. Namun jika CD4 berkurang, mikroorganisme yang patogen di sekitar kita akan dengan mudah masuk dalam tubuh manusia dan menimbulkan penyakit. Virus HIV inilah yang menyerang CD4 sehingga berkurang dan menyebabkan sistem imun tubuh manusia menurun.
Jadi, Apakah apabila virus HIV dalam tubuh saya berkurang, maka CD4 saya pun akan naik?
Satu hal yang harus kami tegaskan di sini adalah, CD4 tidak di hasilkan oleh obat-obatan (baik itu medis ataupun tradisional). CD4 yang berada dalam tubuh kita di hasilkan oleh tubuh kita sendiri dari asupan makanan dan minuman yang bergizi. Sehingga, jangan heran apabila banyak kasus yang jumlah virus HIV pada pasien ODHA turun akan tetapi nilai CD4 pada tubuhnya juga turun. Kenapa? Karena penurunan dan kenaikan jumlah CD4 bukan hanya karena faktor kepatuhan pasien meminum obat saja, akan tetapi akan terpengaruh juga oleh asupan makanan dan minuman yang bergizi, tingkatan stress si pasien, dll. Akan percuma rasanya apabila ada pasien ODHA rajin meminum obat HIV AIDS akan tetapi dia tidak memperhatikan pola makan dan pola hidup sehatnya. Sehingga sering kali kami tegaskan kepada pasien kami, jaga pola hidup sehat dan makanan anda apabila ingin cepat sembuh!
Infeksi Oportunistik Pasien HIV AIDS
Infeksi oportunistik atau sering disingkat menjadi IO adalah infeksi yang disebabkan oleh organisme yang biasanya tidak menyebabkan penyakit pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang normal, tetapi dapat menyerang orang dengan sistem kekebalan tubuh yang buruk. Infeksi oportunistik ini biasanya hanya menyerang kepada para penderita penyakit HIV. Infeksi oportunistik ini terjadi karena di dalam tubuh kita terdapat banyak kuman misalnya bakteri, protozoa, jamur dan virus. Saat sistem kekebalan seseorang bekerja dengan baik, sistem tersebut mampu mengendalikan kuman-kuman ini. Tetapi bila sistem kekebalan dilemahkan oleh virus HIV atau oleh beberapa jenis obat, kuman ini mungkin tidak terkuasai lagi dan dapat menyebabkan masalah kesehatan.
Berikut ini beberapa IO yang paling umum, berbarengan dengan penyakit yang biasa disebabkannya, dan jumlah CD4 waktu penyakit menjadi aktif:
  • Pneumonia pneumocystis (PCP) adalah infeksi jamur yang dapat menyebabkan pneumonia (radang paru) yang gawat. Rentang CD4: di bawah 200. Sayangnya PCP tetap menjadi IO yang agak umum pada orang yang belum diketahui HIV.
  • Dua macam virus herpes simpleks dapat menyebabkan herpes pada mulut atau kelamin. Ini adalah infeksi yang agak umum, tetapi jika kita terinfeksi HIV, perjangkitannya dapat jauh lebih sering dan lebih berat. Penyakit ini dapat terjadi pada jumlah CD4 berapa pun.
  • Virus sitomegalia (CMV) adalah infeksi virus yang terkadang menyebabkan penyakit mata yang dapat menimbulkan kebutaan.
  • Tuberkulosis (TB) adalah infeksi bakteri yang menyerang paru, dan dapat menyebabkan meningitis (radang pada sistem saraf pusat). Rentang CD4 untuk TB dapat menimbulkan penyakit dengan jumlah CD4 berapa pun.
  • Kandidiasis adalah infeksi jamur pada mulut, tenggorokan, atau vagina. Rentang CD4 dapat terjadi bahkan dengan CD4 yang agak tinggi.
  • Mycobacterium avium complex (MAC) adalah infeksi bakteri yang dapat menyebabkan demam berulang, seluruh badan terasa tidak enak, masalah pencernaan, dan kehilangan berat badan yang berlebihan.
  •  Sirosis atau pengerasan hati akibat virus hepatitis B atau Hepatitis C.
Penularan Penyakit HIV AIDS
ada banyak cara penularan HIV AIDS pada seseorang, namun yang paling umum adalah :
  • Hubungan seksual. Orang yang punya penyakit infeksi jika memiliki luka atau ada cairan dari tubuh yang keluar maka bisa 10 kali menularkan potensi HIV kepada pasangannya lewat hubungan seks. Perilaku gonta-ganti pasangan seks tanpa menggunakan kondom juga sangat berisiko. Lakukanlah hubungan seks yang aman.
  • Penggunaan jarum suntik yang terkontaminasi oleh pemakai narkoba atau perawatan kesehatan. Jarum suntik yang sudah dipakai bisa mengandung cairan dari pemakainya. Kebiasaan seperti ini yang banyak digunakan pecandu narkoba.
  • Transfusi darah. Penularan melalui transfusi darah risikonya sangat tinggi, maka itu bank darah biasanya akan mengecek berulang-ulang pada darah yang digunakan pasien melalui skrining yang ketat.
  • Dari ibu kepada bayinya. Ibu hamil yang punya penyakit HIV berisiko tinggi menularkan ke bayinya saat masa hamil, bersalin dan menyusui. Penularan HIV dari ibu hamil ke anak bisa terjadi karena infeksi melewati plasenta, saat proses persalinan atau menyusui. Sumber infeksi ini bisa dari darah ibu, plasenta, cairan amnion dan ASI. Kemungkinan bayi tertular HIV dari ibunya pada masa kehamilan adalah 15-20 persen. Sedangkan pada saat kelahiran 10-15 persen, dan pada saat menyusui adalah 15-20 persen.
Gejala Penyakit HIV AIDS
Berikut adalah beberapa gejala seseorang positif terkena HIV, antara lain:
  • Demam
Salah satu tanda-tanda pertama adalah demam ringan, sampai sekitar 39 derajat C (102 derajat F).
  • Kelelahan
Respon inflamasi yang dihasilkan oleh sistem kekebalan tubuh juga dapat menyebabkan lelah dan lesu. Kelelahan dapat menjadi tanda awal dan tanda lanjutan dari HIV.
  • Pegal, nyeri otot dan sendi, pembengkakan kelenjar getah bening
Sering menyerupai gejala flu, mononucleosis, infeksi virus atau yang lain, bahkan sifilis atau hepatitis. Hal tersebut memang tidak mengherankan. Banyak gejala penyakit yang mirip bahkan sama, termasuk nyeri pada persendian dan nyeri otot, serta pembengkakan kelenjar getah bening.
  • Mual, muntah dan diare
Sekitar 30 hingga 60 persen dari orang dengan HIV memiliki gejala jangka pendek seperti mual, muntah, atau diare pada tahap awal HIV. Gejala tersebut juga dapat muncul sebagai akibat dari terapi antiretroviral, biasanya sebagai akibat dari infeksi oportunistik.
  • Penurunan berat badan
Jika penderita HIV sudah kehilangan berat badan, berarti sistem kekebalan tubuh biasanya sedang menurun.
  • Batuk kering
Batuk kering dapat merupakan tanda pertama seseorang terkena infeksi HIV. Batuk tersebut dapat berlangsung selama 1 tahun dan terus semakin parah.
  • Pneumonia
Batuk dan penurunan berat badan juga mungkin pertanda infeksi serius yang disebabkan oleh kuman yang tidak akan mengganggu jika sistem kekebalan tubuh bekerja dengan baik. Pneumonia merupakan salah satu infeksi oportunistik, sedangkan yang lainnya termasuk toksoplasmosis, infeksi parasit yang mempengaruhi otak, cytomegalovirus, dan infeksi jamur di rongga mulut.
  • Keringat malam
Sekitar setengah dari orang yang terinfeksi HIV akan berkeringat di malam hari selama tahap awal infeksi HIV. Keringat malam terjadi bahkan saat tidak sedang melakukan aktivitas fisik apapun.
  • Infeksi Jamur
Infeksi jamur yang umum pada tahap lanjut adalah thrush, infeksi mulut yang disebabkan oleh Candida, yang merupakan suatu jenis jamur. Candida merupakan jamur yang sangat umum dan salah satu yang menyebabkan infeksi jamur pada wanita. Candida cenderung muncul di rongga mulut atau kerongkongan, sehingga akan sulit untuk menelan.
  • Herpes mulut dan herpes kelamin
Cold sores (herpes mulut) dan herpes kelamin (herpes genital) dapat menjadi tanda dari stadium infeksi HIV. Herpes tersebut juga dapat menjadi faktor risiko untuk tertular HIV. Karena herpes kelamin dapat menyebabkan borok yang memudahkan virus HIV masuk ke dalam tubuh selama hubungan seksual. Orang-orang yang terinfeksi HIV juga cenderung memiliki risiko tinggi terkena herpes karena HIV melemahkan sistem kekebalan tubuh.
  • Ketidakteraturan menstruasi
Infeksi HIV tahap lanjut tampaknya dapat meningkatkan risiko mengalami ketidakteraturan menstruasi, seperti periode yang lebih sedikit dan lebih jarang. Perubahan tersebut mungkin lebih berkaitan dengan penurunan berat badan dan kesehatan yang buruk dari wanita dengan tahap akhir infeksi HIV.
Tes Laboratorium Penyakit HIV
Terdapat beberapa jenis tes laboratorium yang digunakan untuk memonitor HIV. Keempat tes yang paling umum adalah viral load, jumlah CD4, tes darah lengkap dan tes kimia darah. Keempat jenis tes ini adalah tes darah dan merupakan tes paling komprehensif yang ada untuk memonitor kesehatan seeorang dengan HIV.
  • Viral load
Tes ini dilakukan untuk mengukur jumlah HIV dalam darah (kopi/mL). Terdapat dua jenis tes viral load: polymerase chain reaction (PCR) atau branched DNA (b-DNA). Dari ringkasan hasil tes anda dapat mengetahui jenis tes yang digunakan. Walaupun kedua tes ini memberikan kesimpulan yang hampir sama, hasil tes dari dua jenis tes laboratorium ini tidak sebanding. Karenanya, walaupun hasil kedua tes tersebut pada dasarnya memberikan informasi yang sama, sangatlah penting untuk hanya menggunakan salah satu agar memberikan perbandingan yang konsisten.
  • Jumlah CD4
Tes ini mengukur jumlah sel CD4 (T sel) dalam tubuh anda, berdasarkan kesehatan sistem kekebalan tubuh anda. Fokus dari tes ini adalah untuk mengukur jumlah CD4 absolut. Jumlah CD4 absolut adalah jumlah sel CD4 yang ada dalam sistim kekebalan tubuh anda.
  • Tes darah lengkap
Tes ini mengukur tiap komponen dalam darah diantaranya mengukur jumlah sel darah putih, hemoglobin, hematocrit dan platelet dalam darah.
  • Skrining kimia darah
Tes ini merupakan skrining umum untuk mengukur apakah organ-organ tubuh anda (jantung, hati, ginjal, pankreas), otot dan tulang, bekerja dengan benar dengan mengukur kimia-kimia tertentu dalam darah. Salah satu fokus terpenting dalam tes ini adalah monitor ensim hati. Hati merupakan organ tubuh penting karena hati membantu memproses obat-obatan yang dikonsumsi oleh pasien.

ASAL USUL HIV AIDS


Asal-Usul Hiv Aids “Virus HIV AIDS sebenarnya bukan berasal dari simpanse, tetapi ciptaan para ilmuwan yang kemudian diselewengkan melalui rekayasa tertentu untuk memusnahkan etnis tertentu.” (Jerry D. Gray, Dosa-dosa Media Amerika – Mengungkap Fakta Tersembunyi Kejahatan Media Barat, Ufuk Press 2006 h. 192). 

Tulisan Allan Cantwell, Jr. M.D. ini mengungkapakan rahasia asal-usul AIDS dan HIV, juga bagaimana ilmuwan menghasilkan penyakit yang paling menakutkan kemudian menutup-nutupinya. 


" Sesungguhnya Allah tidaklah menurunkan penyakit kecuali Dia turunkan pula obatnya "


Teori” Monyet Hijau

1.Tidak sedikit orang yang sudah mendengar teori bahwa AIDS adalah ciptaan manusia. Menurut The New York Times yang terbit 29 Oktober 1990, tiga puluh persen penduduk kulit hitam di New York City benar-benar percaya bahwa AIDS adalah “senjata etnis” yang didesain di dalam laboratorium untuk menginfeksi dan membunuh kalangan kulit hitam. Sebagian orang bahkan menganggap teori konspirasi AIDS lebih bisa dipercaya dibandingkan teori monyet hijau Afrika yang dilontarkan para pakar AIDS. Sebenarnya sejak tahun 1988 para peneliti telah membuktikan bahwa teori monyet hijau tidaklah benar. Namun kebanyakan edukator AIDS terus menyampaikan teori ini kepada publik hingga sekarang. Dalam liputan-liputan media tahun 1999, teori monyet hijau telah digantikan dengan teori simpanse di luar Afrika. Simpanse yang dikatakan merupakan asal-usul penyakit AIDS ini telah diterima sepenuhnya oleh komunitas ilmiah.

2. “Pohon keturunan” filogenetik virus primata (yang hanya dipahami segelintir orang saja) ditampilkan untuk membuktikan bahwa HIV diturunkan dari virus primata yang berdiam di semak Afrika. Analisis data genetika virus ditunjukkan melalui “supercomputer” di Los Alamos, Mexico, menunjukkan bahwa HIV telah “melompati spesies’, dari simpanse ke manusia sekitar tahun 1930 di Afrika.

Eksperimen Hepatitis B Pra-AIDS kepada Pria Gay (1978-1981)

Ribuan pria gay mendaftar sebagai manusia percobaan untuk eksperimen vaksin hepatitis B yang “disponsori pemerintah AS” di New York, Los Angeles, dan San Fransisco. Setelah beberapa tahun, kota-kota tersebut menjadi pusat sindrom defisiensi kekebalan terkait gay, yang belakangan dikenal dengan AIDS. Di awal 1970-an, vaksin hepatitis B dikembangkan di dalam tubuh simpanse. Sekarang hewan ini dipercaya sebagai asal-usul berevolusinya HIV. Banyak orang masih merasa takut mendapat vaksin hepatitis B lantaran asalnya yang terkait dengan pria gay dan AIDS. Para dokter senior masih bisa ingat bahwa eksperimen vaksin hepatitis awalnya dibuat dari kumpulan serum darah para homoseksual yang terinfeksi hepatitis.

Kemungkinan besar HIV “masuk” ke dalam tubuh pria gay selama uji coba vaksin ini. Ketika itu, ribuan homoseksual diinjeksi di New York pada awal 1978 dan di kota-kota pesisir barat sekitar tahun 1980-1981.

Apakah jenis virus yang terkontaminasi dalam program vaksin ini yang menyebabkan AIDS? Bagaimana dengan program WHO di Afrika? Bukti kuat menunjukkan bahwa AIDS berkembang tak lama setelah program vaksin ini. AIDS merebak pertama kali di kalangan gay New York City pada tahun 1979, beberapa bulan setelah eksperimen dimulai di Manhattan. Ada fakta yang cukup mengejutkan dan secara statistik sangat signifikan, bahwa 20% pria gay yang menjadi sukarelawan eksperimen hepatitis B di New York diketahui mengidap HIV positif pada tahun 1980 (setahun sebelum AIDS menjadi penyakit “resmi’). Ini menunjukkan bahwa pria Manhattan memiliki kejadian HIV tertinggi dibandingkan tempat lainnya di dunia, termasuk Afrika, yang dianggap sebagai tempat kelahiran HIV dan AIDS. Fakta lain yang juga menghebohkan adalah bahwa kasus AIDS di Afrika yang dapat dibuktikan baru muncul setelah tahun 1982. Sejumlah peneliti yakin bahwa eksperimen vaksin inilah yang berfungsi sebagai saluran tempat “berjangkitnya” HIV ke populasi gay di Amerika. Namun hingga sekarang para ilmuwan AIDS mengecilkan koneksi apapun antara AIDS dengan vaksin tersebut.

Umum diketahui bahwa di Afrika, AIDS berjangkit pada orang heteroseksual, sementara di Amerika Serikat AIDS hanya berjangkit pada kalangan pria gay. Meskipun pada awalnya diberitahukan kepada publik bahwa “tak seorang pun kebal AIDS”, faktanya hingga sekarang ini (20 tahun setelah kasus pertama AIDS), 80% kasus AIDS baru di Amerika Serikat berjangkit pada pria gay, pecandu narkotika, dan pasangan seksual mereka. Mengapa demikian? Tentunya HIV tidak mendiskriminasi preferensi seksual atau ras tertentu. Apakah benar demikian?

Keserupaan dengan FLU Burung

Di pertengahan tahun 1990-an, para ahli biologi berhasil mengidentifikasi setidaknya 8 subtipe (strain) HIV yang menginfeksi berbagai orang di seluruh dunia. Telah terbukti, strain B adalah strain pra dominan yang menginfeksi gay di AS. Strain HIV ini lebih cenderung menginfeksi jaringan rektum, itu sebabnya para gay yang cenderung menderita AIDS dibandingkan non-gay
Sebaliknya, Strain HIV yang umum dijumpai di Afrika cenderung menginfeksi vagina dan sel serviks (leher rahim), sebagaimana kulup penis pria. Itu sebabnya, di Afrika, HIV cenderung berjangkit pada kalangan heteroseksual.

Para pakar AIDS telah memeberitahukan bahawa AIDS Amerika berasal dari Afrika, padahal Strain HIV yang umum dijumpai di kalangan pria gay nyaris tak pernah terlihat di Afrika! Bagaimana bisa demikian? Apakah sebagian Strain HIV direkayasa agar mudah beradaptasi ke sel yang cenderung menginfeksi kelamin gay?

Telah diketahui, pria ilmuwan SCVP (Special Virus Cancer Program) mampu mengadaptasi retrovirus tertentu agar menginfeksi jenis sel tertentu. Tak kurang sejak tahun 1970, para ilmuwan perang biologis telah belajar mendesain agen-agen (khususnya virus) tertentu yang bisa menginfeksi dan menyerang sel kelompok rasial “tertentu”. Setidaknya tahun 1997, Stephen O’Brien dan Michael Dean dari Laboratorium Keanekaragaman Genom di National Cancer Institute menunjukkan bahwa satu dari sepuluh orang kulit putih memiliki gen resisten-AIDS, sementara orang kulit hitam Afrika tidak memiliki gen semacam itu sama sekali. Kelihatannya, AIDS semakin merupakan “virus buatan manusia yang menyerang ras tertentu” dibandingkan peristiwa alamiah.

Berkat bantuan media Amerika, virus ini menyebar ke jutaan orang tertentu di seluruh dunia sebelum segelintir orang mulai waspada akan kejahatan di balik penciptaan virus ini. Di tahun 1981, pejabat kesehatan memastikan “masyarakat umum” bahwa tak ada yang perlu dikhawatirkan. “AIDS adalah penyakit gay” adalah jargon yang sering dikumandangkan media.
Setidaknya tahun 1987, Robert Gallo memberitahu reporter Playboy, David Black, “Saya pribadi belum pernah menemukan satu kasus pun (di Amerika) dimana pria terkena virus (AIDS) dari seorang wanita melalui hubungan intim heteroseksual .” Gallo melanjutkan, “AIDS tak akan menjadi bahaya yang tak bisa teratasi bagi masyarakat umum.” Apakah ini sekedar spekulasi ataukah Gallo mengetahui sesuatu yang tidak ia ceritakan?

Efek samping dari obat ARV, hampir sama dgn AIDS sendiri

Dody Achmadi menyunting dokumen di grup GERAKAN TOLAK ARV (GETAR) .

Kebenarannya adalah AZT, ddI, ddC , penghambat protease (protease inhibitors) dan obat-obatan lainnya yang disebut “antiretroviral s” tidak pernah didapati di studi terkontrol manapun yang membuktikan adanya manfaat klinis teruji terhadap para pasien AIDS. Satu-satunya studi terpublikasikan yang mengklaim adanya hasil positif hanyalah bersifat sementara dan tidak memiliki hasil statistik yang signifikan. (1)
Bahkan lebih mengkhawatirkan lagi, terdapat cukup banyak bukti bahwa obat-obatan ini telah diketemukan dapat menyebabkan gejala-gejala yang sebenarnya ingin disembuhkan. Lebih dari 500 Medical Doctor dan atau Ph.D. telah menandatangani suatu pernyataan yang mengajak untuk diadakannya penilaian kembali bagi penyebab AIDS dan mempertanyakan apakah gejala-gejala yang ada benar-benar disebabkan oleh HIV.
Walaupun “antiretroviral ” lebih baru seperti ddC, ddI, dan d4T memiliki mekanisme analisator aksi dan toksisitas yang sama dengan AZT, mereka belum pernah diteliti secara ekstensif dan dengan demikian tidak didiskusikan secara detail seperti halnya penelitian-pene litian yang ditekankan di bawah ini.
1) Tulisan Pembukaan Glaxo mencantumkan peringatan berikut dengan huruf kapital besar dan tebal di awal bagian Physician’s Desk Reference edisi tahun 1998 yang mendeskripsikan AZT (merek Retrovir atau Zidovudine).
“RETROVIR (ZIDOVUDINE) BISA MENGAKIBATKAN TOKSISITAS HEMATOLOGI BERAT TERMASUK GRANULOCYTOPENI A DAN ANEMIA BERAT YANG TERUTAMA SEKALI ADA PADA PASIEN DENGAN HIV TINGKAT LANJUT (LIHAT PERINGATAN). PENGGUNAAN RETROVIR SECARA TERUS MENERUS JUGA BISA MENGAKIBATKAN SYMPTOMATIC MYOPATHY SERUPA DENGAN YANG DIHASILKAN OLEH HUMAN IMMUNODEFICIENC Y VIRUS.”

Ijinkan saya untuk menerjemahkanny a ke bahasa yang lebih mudah dimengerti. “Granulocytopen ia”, yang juga disebut “neutropenia” artinya sel penting dari sistem imun, yaitu neutrophil, telah berkurang, bersamaan dengan sel-sel lainnya, eosinophil dan basophil, yang jumlahnya lebih sedikit tapi masih penting.
Kondisi ini bisa ringan, sedang, atau bahkan berat. Catatan klinis atas neutropenia berat dalam Pathologic Basis of Disease karangan Robbins (5th Ed.), dimana dipakai oleh kebanyakan sekolah kedokteran yang mempelajari patologi, memberikan penjelasan tentang apa yang terjadi pada pasien penderita neutropenia berat.

CATATAN KLINIS: Gejala dan tanda-tanda dari neutropenias adalah adanya infeksi bakteri … Dalam kasus agranulocytosis berat dengan kondisi tidakadanya neutrophil, infeksi-infeksi ini bisa sangat beraneka macam sampai menyebabkan kematian dalam hitungan hari. “ (Robbins, p.631).
Hal ini terdengar sangat mengganggu sama dengan deskripsi AIDS. Robbins juga menyatakan, dalam huruf bercetak miring, bahwa “bentuk umum dari neutropenia berat adalah dikarenakan obat-obatan.” Apa yang tidak disebutkan di buku teks manapun adalah bahwa AZT telah didapati dalam lima penelitian (sesudah adanya ketergesa-gesaa n FDA dalam memberikan perizinan atasnya) ternyata beracun bagi sel T, sel yang ketidakhadirany a dianggap disebabkan oleh karena HIV.(2) Hal ini tidaklah mengejutkan sejak sel T dan semua sel lainnya diproduksi di dalam sumsum tulang telah berkurang karena AZT. AZT pada awalnya meningkatkan produksi sel T sebagai respon sistem kekebalan tubuh terhadap racun yang ada dari AZT, tapi dalam waktu yang cukup singkat, sel T, neutrophil, dan sel sistem kekebalan lainnya mulai berkurang.
2) Satu contoh dari penelitian yang mendokumentasik an pengaruh AZT atas sistem imun manusia telah dipublikasikan di the Annals of Hematology. (3)
AZT telah diberikan ke 14 pekerja kesehatan yang secara tidak sengaja terkontaminasi darah HIV dari jarum suntik. Penelitian seperti ini sangatlah penting karena toksisitas yang terjadi tidak bisa dipersalahkan ke HIV sebagai penyebabnya, seperti yang terjadi pada orang yang positif HIV. Setengah dari 14 orang tersebut akhirnya harus berhenti mengkonsumsi AZT karena efek samping toksisitasnya yang berat, dan penelitianpun dihentikan lebih awal supaya tidak terjadi kerusakan lebih fatal lagi. Neutropenia (seperti telah dijelaskan di atas) berkembang pada 36% (4 dari 11) orang yang memakai perawatan dengan AZT selama 4 minggu.
3 dari 14 orang bahkan tidak bisa mencapai 4 minggu oleh karena “gejala subyektif yang berat”. Satu pekerja harus segera dihentikan memakai AZT karena neutropenia dia terlihat begitu berat sehingga dia mengalami infeksi saluran pernapasan bagian atas.
Apa yang menarik dari penelitian ini adalah efek samping dari AZT muncul hanya dalam waktu 4 minggu, sementara pasien dengan status “positif HIV” seringkali menggunakan AZT dan obat-obatan serupa lainnya selama bertahun-tahun. Dosis pemakaian AZT dalam gabungan dengan ARV lainnya seringkali lebih kecil, yang menyebabkan gejala yang nampak jadi terlihat lebih kecil jika dibandingkan memakai AZT saja.
3) Sebuah artikel di the New England Journal of Medicine (4) memperhatikan pengurangan otot (muscle wasting) sebagai akibat dari pemakaian AZT dan membandingkanny a dengan pengurangan otot yang biasa disebut sebagai “myopathy”, diduga diakibatkan oleh HIV. Komentar mereka terhadap perbandingan tersebut adalah: “Kami menyimpulkan bahwa terapi jangka panjang dengan Zidovudine dapat mengakibatkan keracunan mitochondrial myopathy, dimana… gejalanya tidak bisa dibedakan dengan myopathy yang berhubungan dengan infeksi HIV…”.
Tulisan Robbin mengenai patologi juga berisi bagian yang menjelaskan tentang mitochondrial myopathy, menyatakan bahwa pengurangan otot jenis ini meyebabkan kelemahan fisik yang berat. Dalam tulisannya juga menyebutkan bahwa “kelompok ini bisa juga diklasifikasika n sebagai mitochondrial encephalomyopat hy.” Encephalomyopat hy, dalam bahasa gampangnya berarti kerusakan yang menyebar pada otak dan sumsum.
4) “HIV Dementia”: Walaupun kebanyakan penelitian restrospektif belum menemukan hubungan AZT dengan “HIV dementia”, penelitian-pene litian ini tidaklah terkontrol dan dengan demikian membuka terhadap berbagai kemungkinan dan penyimpangan. Satu penelitian yang terkontrol lebih baik berhasil menemukan bahwa “HIV dementia” terjadi 2 kali lebih besar pada orang yang memakai AZT. Dalam penelitian ini, seperti yang terpubliksikan journal Neurology (5), si pengarang menyatakan:
“diantara para subyek dengan sel CD4+ berjumlah<200/ mm3, resiko untuk berkembangnya HIV dementia di antara mereka yang dilaporkan memakai antiretroviral (AZT, ddI, ddC, or d4T) ternyata 97% lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak memakai terapi antiretroviral”
Penelitian-pene litian tersebut juga membahas mengenai sensory neuropathy, atau kemerosotan syaraf rasa:
“Sebagai tambahan, hasil temuan dari analisa kami sepertinya mengkonfirmasi pengamatan sebelumnya mengenai pengaruh beracun antiretroviral terhadap syaraf. Banyak penelitian telah menghubungkan pemakaian ddI, ddC, dan d4T dengan perkembangan racun atas sensory neuropathy, biasanya dalam dosis tertentu.”
Penelitian-pene litian ini merupakan contoh dari bukti yang menunjukkan bahwa AZT dan antiretroviral lainnya yang dipakai sebagai terapi tunggal atau sebagai bagian dari gabungan terapi ARV dapat menyebabkan gejala-gejala yang serupa dengan AIDS yang kemudian mengkambinghita mkan HIV sebagai penyebabnya. Sialnya, keyakinan mengenai HIV begitu kuatnya sehingga banyak dari peneliti kemudian akhirnya mensuport penggunaan obat-obatan.
Perkecualian yang perlu diperhatikan adalah penelitian dari Pharmacology and Therapeutics, dimana memberikan kritik yang tegas dan seksama (2).
Fakta lain yang menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai kemungkinan HIV yang menyebabkan infeksi adalah fakta bahwa walaupun USD 45 juta telah dikeluarkan sebagai dana penelitian, para ilmuwan tetap tidak bisa mengetahui bagaimana HIV menghancurkan sel T. Tentu saja demikian, ini dikarenakan HIV tidak menghancurkan sel T di tabung lab dan juga tidak pernah terbukti menghancurkan sel T di dalam tubuh manusia.
Dalam sebuah konferensi di tahun 1997, seperti yang dilaporkan pada jurnal Science, fakta ini telah diperjelas sebagaimana teori yang dikemukakan oleh David Ho memiliki kekurangan yang cukup serius. Seperti yang dinyatakan dalam artikel Science “Sampai sekarang misteri utama AIDS tetap tak terungkap, yaitu: Bagaimana HIV menyebabkan hilangnya sel T secara besar-besaran… yang merupakan tanda utama dari AIDS?”
Seorang immunologist dari Harvard Medical School, seperti tertulis dalam artikel tadi, meringkas permasalahan tersebut sebagai berikut: “Kami masih bingung mengenai mekanisme yang membuat berkurangnya sel T, tapi setidaknya sekarang kami bingung pada tingkat yang lebih tinggi lagi terhadap pemahaman kami sendiri.” (6). Sebenarnya, penjelasan sederhana dari permasalahan ini adalah (terutama sesudah dihabiskannya dana USD 45 juta) bahwa HIV tidak berefek pada sel T sama sekali.

PENJELASAN SEBENARNYA DARI PENYEBAB AIDS

Didasarkan pada bukti-bukti di atas, bisa dibuat suatu argumen bahwa apa yang kita sebut AIDS sebenarnya adalah penggenapan ramalan oleh diri sendiri (self-fulfilling prophecy) yang bisa saja terjadi sebagai berikut:

  • Tekanan psikologis akut yang berat karena didiagnosa “positif HIV”, telah bertransformasi dengan cepat menjadi tekanan psikologis kronis mengenai prediksi masa depan hidup dengan kesehatan yang makin menurun dan adanya penyakit infeksi yang bisa terjadi kapan saja. Stres seperti ini akan mengakibatkan bahaya menurunnya sistem imun. Menurunnya sistem imun oleh karena tekanan psikologis telah didokumentasika n dengan baik oleh beberapa penelitian ilmiah dan juga merupakan hal yang pasti terjadi pada kebanyakan orang (7). Disamping itu, orang-orang biasanya ditest untuk HIV pada saat masalah kesehatan mulai muncul, sehingga tekanan psikologis karena terdiagnosa “positif HIV” pun makin menambah parah penyakit yang telah ada sebelumnya. Secara alami, penyakit-penyak it karena pikiran ini bisa kronis dan berat. Tidak mesti harus ada penyakit parah sebelumnya baru muncul penyakit pikiran ini. Penyebab penyakit seperti ini (karena tekanan pikiran) telah diteliti pada orang-orang sehat dimana mereka juga bisa menciptakan suatu kondisi turun dan rusaknya sistem imun yang akhirnya disebut “AIDS”.

  • Sekali ditest positif, orang tersebut seringkali diberi antibiotik dengan dosis tinggi dan untuk jangka panjang, dan bisa juga ditambah dengan antiretroviral, sebagai standar pencegahan atau perawatan terhadap HIV. Antibiotik yang diberi seringkali memiliki efek samping melemahkan yang akhirnya dipersalahkan sebagai akibat dari HIV, termasuk menurunnya sistem imun. Dan lebih lagi, antibiotik mengakibatkan matinya bakteri menguntungkan yang melindungi kita. Tingkat keseimbangan yang normal antara bakteri menguntungkan dan merugikan dalam perut kita dan daerah lainnya adalah salah satu faktor terpenting dalam melindungi tubuh dari infeksi (8). Puncak dari ini semua, antibiotik seringkali juga menyebabkan kebalnya bakteri, jamur dan virus terhadap berbagai macam obat.

  • Sekali sistem imun telah turun oleh karena tekanan emosional (atau kekhawatiran pikiran) yang terus menerus terjadi, penyakit yang pernah diderita sebelumnya (jika pernah ada) dan melemahnya tubuh membuat diagnosa AIDS menjadi positif.Setelah itu, orang tersebut akan mulai diberi resep “antiretroviral s (ARV)” yang pasti dan permanen, dimana efek sampingnya telah saya jelaskan di atas. Makin banyak jumlah orang yang diberi resep ARV padahal mereka masih sehat dan tidak terdiagnosa AIDS.

  • ARV dianjurkan kepada pasien sampai dia meninggal. Ini karena adanya teori bahwa HIV bisa kebal dan berkembang jika mereka lalai mengkonsumsi ARV.Pasien yang meninggalkan prawatan ARV secara teori akan menjadi ancaman publik karena mereka bisa menginfeksi orang lain dengan “HIV yang bermutasi”. Demikianlah, disamping mempertimbangkan kesehatannya sendiri, pasien memiliki tanggung jawab sosial yang besar sehingga mengakibatkan dia untuk tetap mengkonsumsi ARV.Tidak peduli akan betapa berbahayanya efek samping dari ARV, pasien dengan keras dianjurkan untuk tidak pernah luput mengkonsumsi 1 pil pun. Namun ketika kesehatan pasien makin memburuk, keadaan tersebut dipersalahkan pada mutasi HIV sebagai penyebabnya dan juga karena “kelalaian” pasien. Sangat jarang infeksi atau permasalahan kesehatan yang ada dikatakan oleh karena efek samping dari ARV.

Beberapa orang tampaknya memiliki respon yang baik (tapi sementara) terhadap ARV. Apa sebabnya masih belum jelas, tapi bisa saja berhubungan dengan:
  1. ARV langsung bereaksi pada pathogen yang ada termasuk pathogen yang dianggap HIV.
  2. Zat beracun dari ARV telah menstimulasi keluarnya sel T dari sumsum tulang, sebelum akhirnya malah menghabiskan sel T dan menyebabkan turunnya sel imun dan anemia. Awal naiknya jumlah CD4 pada kasus ini diartikan oleh dokter sebagai membaiknya fungsi imun/kekebalan tubuh.
  3. Berkurangnya tekanan psikologis sehingga pasien bisa tenang adalah karena keyakinan yang kuat bahwa ARV yang telah dikonsumsi adalah “penyelamat”. Dan ini seringkali diperkuat dengan hasil lab yang menunjukkan meningkatnya jumlah CD4 dan menurunnya “viral load”, dimana ini bukanlah tanda yang pasti akan membaiknya kesehatan.

Beberapa penelitian ilmiah yang berusaha untuk mendokumentasik an efek positif dari protease inhibitor (PI) gabungan, selalu berakibat tidak baik. Tiap sukarelawan selalu harus stop lebih dini ditengah-tengah penelitian. Ini membuat penelitian-pene litian yang ada tidak bisa menemukan manfaat yang sesungguhnya dari terapi PI gabungan dan penelitian pun tidak pernah selesai.
(1)
Sebagai tambahan, group placebo terkontrol diberikan 2 ARV tanpa protease inhibitor. Jika ARV merupakan bagian dari permasalahan yang ada, maka group placebo terkontrol ini tidak akan memperlihatkann ya. Menghentikan percobaan terlalu dini terjadi pada kasus monoterapi AZT, sampai akhirnya uji coba Concorde berhasil menyelesaikanny a tapi dengan angka kematian dan efek samping berat yang makin banyak di group yang mendapatkan AZT.

Group lainnya, dimana sukarelawan hanya diberikan AZT sesudah didiagnosa positif AIDS, memiliki angka kematian 25% lebih sedikit. Semua 172 sukarelawan uji coba Concorde yang meninggal telah diberikan AZT kecuali 3 sukarelawan. Untuk detail diskusi dari uji coba Concorde, silahkan melihat referensi (1)(9)(10).

Pemikiran bahwa HIV yang bermutasi bisa menyebabkan berbagai masalah kesehatan telah disangkal total oleh penelitian David Rasnick, yang mempublikasikan hasil penelitiannya di the Journal of Biological Chemistry. (11). Dengan demikian, penurunan kesehatan pada kebanyakan pasien BUKAN disebabkan oleh HIV yang bermutasi. Jawaban yang lebih sederhana dan tepat adalah efek samping obat-obatan yang menyebabkannya, seperti yang telah dibeberkan dengan jelas di atas.

Perbandingan Obat KIMIA ARV dengan Obat ALAMI
ARV
OBAT ALAMI
Tidak bisa menyembuhkan AIDS.
Bisa menyembuhkan AIDS.
Karena tidak bisa menyembuhkan, maka harus dikonsumsi seumur hidup.
Ketika sudah sembuh, Odha bisa stop pengobatan.
“Memperbudak” Odha SEUMUR HIDUP dengan kewajiban jadwal ketatnya yang harus dikonsumsi tepat waktu.
Tidak memperbudak Odha seumur hidup karena jadwal konsumsinya fleksibel.
Bahan kimia tidak ramah lingkungan yang penuh dengan efek samping.
Bahan alami ramah lingkungan dan pada umumnya tanpa efek samping.
Mikroba makin kebal atau resisten walaupun dikonsumsi dengan jadwal yang benar.
Tidak akan menimbulkan resistensi walaupun jadwalnya fleksibel.
Tidak aman jika dikonsumsi dalam jangka panjang, apalagi untuk seumur hidup.
Aman jika dikonsumsi dalam jangka panjang, apalagi jenis suplemen, sangat aman dikonsumsi seumur hidup untuk mempertahankan kesehatan.
(NCBI, Oxford Med Journal, Medindia, Healindonesia)
sumber: www.lintas.me/go/memobee.com/aids-denialist-menguak-mafia-kesehatan-pada-kasus-hivaids
Referensi:
1) Lancet; 1998: Volume 352; Supplement 5.
2) These studies of T-cell damage are part of a comprehensive discussion of the extreme toxicity of these drugs. Pharmacology and Therapeutics 1992; Volume 55: 201-277.
3) Annals of Hematology 1994; Volume 69: 135-138.
4) New England Journal of Medicine. 1990; 322(16) : 1098-1105.
5) Neurology. 1994;Volume 44: 1892 -1900.
6) Science. November 21, 1997; 278: 1399-1400.
7) Ader R, Felten DL&Cohen N. Psychoneuroimmu nology. Second Edition. San Diego: Academic Press, 1991
Kolliadin V., DESTRUCTION OF NORMAL RESIDENT MICROFLORA AS THE MAIN CAUSE OF AIDS, Aug. 1996 http:// ww.virusmyth.co m/aids/data/ vkmicro.htm
9) New England Journal of Medicine 1992; 326: 437-443

sumber : www.facebook.com/hivaidshoax/posts/1437516993127095

Disclaimer :

Untuk Hasil Sembuh Fungsional Permanen Umumnya di butuhkan pengobatan selama 3-6 bulan pengobatan. Faktor kondisi tubuh seseorang dan suport keluarga sangat berpengaruh terhadap reaksi kesembuhan. Simpanlah alamat & nomor HP kami 082332222009