“Dan apabila aku sakit. Dialah (Allah) yang menyembuhkanku” (As Syu’araa: 80)
Slide 1 Code Start -->

ODHA dengan Infeksi Oportunis : Dermatitis Kronis dan SGB

Perbaikan yang begitu cepat hanya dalam waktu 1 bulan pengobatan. Alhamdulllah

Control Keberadaan Virus HIV

Sangat penting di lakukan Kontrol VL selama Pengobatan Kami

Rasulullah ï·º
“Setiap penyakit ada obatnya, dan bila telah ditemukan dengan tepat obat suatu penyakit, niscaya akan sembuh dengan izin Allah”
Tampilkan postingan dengan label terapi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label terapi. Tampilkan semua postingan

Bandingkan Obat KIMIA ARV dengan Obat ALAMI

ARV
OBAT ALAMI
Tidak bisa menyembuhkan AIDS. Bisa menyembuhkan AIDS.
Karena tidak bisa menyembuhkan, maka harus dikonsumsi seumur hidup. Ketika sudah sembuh, Odha bisa stop pengobatan.
“Memperbudak” Odha SEUMUR HIDUP dengan kewajiban jadwal ketatnya yang harus dikonsumsi tepat waktu. Tidak memperbudak Odha seumur hidup karena jadwal konsumsinya fleksibel.
Bahan kimia tidak ramah lingkungan yang penuh dengan efek samping. Bahan alami ramah lingkungan dan pada umumnya tanpa efek samping.
Mikroba makin kebal atau resisten walaupun dikonsumsi dengan jadwal yang benar. Tidak akan menimbulkan resistensi walaupun jadwalnya fleksibel.
Tidak aman jika dikonsumsi dalam jangka panjang, apalagi untuk seumur hidup. Aman jika dikonsumsi dalam jangka panjang, apalagi jenis suplemen, sangat aman dikonsumsi seumur hidup untuk mempertahankan kesehatan.
(NCBI, Oxford Med Journal, Medindia, Healindonesia)
sumber: www.lintas.me/go/memobee.com/aids-denialist-menguak-mafia-kesehatan-pada-kasus-hivaids

Pengobatan Alternatif HIV AIDS - tabib Masrukhi

Assalamu`alaikum wr.wb

Allah maha Penyembuh, kami hanyalah lantara, hakekat kesembuhan hanyalah atas ijin ALLAH, melalui metode multi terapi Insya Allah mampu melenyapkan virus HIV secara keseluruhan.

Benarkah penyakit HIV AIDS belum ada obatnya?

Mengapa harus minum obat ARV seumur hidup ? masih percayakah ARV segalanya ?

Mari kita renungkan Ayat Al-Quran :

"Dan apabila aku sakit, Dia-lah( ALLAH ) Yang menyembuhkan aku". (QS. Asy-Syu’araa’, 26:80)

"Sesungguhnya Allah tidaklah menurunkan penyakit kecuali Dia turunkan pula obatnya bersamanya. Hanya saja tidak mengetahui orang yang tidak mengetahuinya dan mengetahui orang yang mengetahuinya". (HR.Ahmad 1/377, 413 dan 453

Yakin lah bahwa Allah pasti menurunkan obatnya.

UNTUK KONSULTASI  HUBUNGI KAMI

0857 7000 8151


TESTIMONI :

Ibu Ana ( bukan Nama sebenarnya ) penderita HIV positif, beliau tidak menyangka menderita HIV setelah suami meninggal karena HIV AIDS. Beliau berusaha berobat Alternatif karena beliau mengetahui bahwa ARV tidak menyembuhkan HIV melainkan hanya mengendalikan HIV. Beliau tidak ingin bernasib seperti suami MENINGGAL DUNIA, entah akibat Hepatitis atau komplikasi karena efek samping pengobatan AVR. banyak pilihan pengobatan alternatif yang beliau yakini. dan tidak ingin mendatangi tempat pengobatan alternatif yang pernah di datangi suami dulu berobat. karena obat ternyata hanya sebatas multi vitamin.

Beliau mengetahui melaui internet bahwa efek samping pengobatan ARV seumur hidup dalam jangka panjang lebih berbahaya dari pada HIV.

Usahanya untuk sembuh begitu kuat , sekian lama berdoa dan berusaha, beliau brosing internet.

Alhamdulillah setelah beliau ( bu Ana ) berobat alternatif terjadi perubahan yang besar dalam diri beliau.

Semoga Allah menyembuhkan untuk selamanya.

HIV AIDS, Denialist Menguak Mafia Kesehatan Pada Kasus HIV/AIDS

 Denialist Menguak Mafia Kesehatan Pada Kasus HIV/AIDS










Di seluruh dunia, para ODHA (Orang dengan HIVAIDS) yang sembuh dari AIDS sudah sangat banyak jumlahnya. Kesembuhan mereka adalah bukti nyata bahwa AIDS bukanlah penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Bahkan, mereka mendapatkan kesembuhan bukan karena obat-obatan kimia, tapi karena perbaikan nutrisi dan obat alami.

Namun, bertolak belakang dengan realita kesembuhan yang makin banyak di seluruh dunia, komunitas medis konvensional dan media massa umum, tetap saja memberitakan informasi bahwa AIDS merupakan penyakit yang tidak bisa disembuhkan dan Odha berkewajiban untuk mengonsumsi ARV seumur hidup mereka.

Demonstrasi aktivis AIDS Denialist di New York

Informasi yang di dapat dari banyak sumber ini mencoba menguak sedikit rahasia tentang adanya mafia kesehatan kasus HIV/AIDS, dimana para mafia terus “mencuci otak” masyarakat dan praktisi medis untuk percaya bahwa AIDS tidak bisa disembuhkan dan satu-satunya obat yang bisa diandalkan HANYALAH ARV. Dengan kepercayaan seperti ini, mereka mendapatkan uang yang sangat banyak dari repeat order SEUMUR HIDUP para Odha, terlebih repeat order tersebut adalah dari seluruh dunia.

Jika banyak masyarakat dan praktisi medis tahu bahwa AIDS bisa disembuhkan dan obat alamilah satu-satunya pengobatan yang dapat diandalkan (bahkan tanpa efek samping), maka para mafia ini akan kehilangan pendapatan terbesarnya, karena masyarakat dunia stop menjadi “langganan setia mereka”.

KESAKSIAN PARA ODHA TANPA ARV
Pertama-tama saya akan bagikan sebagian kecil kesaksian para Odha tanpa ARV, yang menunjukkan bahwa mereka tidak perlu ARV dan hidup mereka bisa normal berkat perbaikan nutrisi serta obat alami. Kita simak dulu kesaksian dari para Odha luar negeri, kemudian para Odha Indonesia.

1. Norman Sartor, Kanada
Nama saya Norman Sartor. Saya dulu didiagnosa dengan gejala AIDS di bulan Desember 1995 dimana CD4 saya adalah 51. Pada saat itu tidak ada test viral load dan di bulan Februari 1996, saya mulai memakai AZT, satu-satunya perawatan resmi dari Health Canada. Kemudian selama Lebih dari 10 tahun, saya mendapat ARV yang meliputi AZT, 3TC, Saquinavir, Zerit, Norvir, Viracept, Sustiva, Fuzeon, Viread and Kaletra.

Celexa, Septra, Marinol, Bactrum, Losec, Teveten, Pariet, Crestor, Lipitor, Welbutrin, Prozac, Hydrochlorothiazide dan Lorazepam, diresepkan ke saya untuk mengatasi efek samping yang ada yaitu berat badan turun, sariawan, keringat dingin di malam hari, jamur kuku, lipoatrophy, ruam saraf, dan anemia. Gejala fisik dan psikologis lainnya juga muncul.

Dengan Fuzeon, saya selalu mendapat suntikan 2 kali sehari, dan sesudah 10 tahun memakai ARV dan obat untuk lipoatrophy, lemak tubuh saya bertambah. Berulang-ulang muncul gejala ISR seperti kulit merah, pembengkakan, dan kulit mengeras. Saya berpartisipasi dalam uji klinis di bulan May 2005 yang disponsori oleh Canadian Immunodeficiency Research Collaborative untuk mengevaluasi penggunaan alat suntik Biojector CO2 dibandingkan penggunaan jarum hypodermic standar. Lagi-lagi gejala ISR tetap muncul. Obat yang dipakai bersamaan dengan Fuzeon adalah Kaletra, Viread dan 3TC.

Setelah bertahun-tahun meneliti HIV/AIDS, nutrisi, dan satu dekade memakai ARV, pil-pil, serum, jarum suntik dan tembakan CO2, dan di atas semua itu, yaitu mengalami berbagai efek samping obat-obatan, kecuali kematian, saya pun akhirnya berhenti dari obat-obatan pada tanggal 16 Mei 2006. Mulai dari Agustus 2006 sampai dengan Januari 2007, terdapat penurunan 49% untuk viral load dan peningkatan 38% untuk sel CD4. Saat ini saya sudah lebih dari 1 tahun tanpa obat-obatan dan selama 1 tahun tersebut bisa menghemat $50.000 untuk biaya pengobatan karena hanya untuk Fuzeon saja bisa menghabiskan $2.650/bulan.

Saya pun beralih ke suplemen bulanan yaitu Selenium, NAC, Tryptophan dan L-Glutamine dengan biaya $100-$120. Hasil positif yang saya capai bukanlah suatu hal yang unik karena banyak Odha berhasil hidup normal tanpa obat-obatan.

Pengukuran viral load dan CD4, penandaan test darah yang digunakan untuk akses kesehatan dan penentuan terapi, tidak dirancang untuk orang yang sehat. Dalam 1 dekade memakai terapi ARV dan obat-obatan kimia lainnya, saya tidak dalam keadaan sehat. Saya mengalami tekanan darah tinggi dan kadar kolesterol tinggi, fungsi hati yang tidak normal, serangan osteoarthritis, duodenitis, peripheral neuropathy, nocturia, lipoatrophy, serta hepatitis B yang berkembang ke grade 2. Sekarang kebanyakan efek samping telah mereda dan baru pertama kali ini selama 10 tahun, hati saya berfungsi dengan normal. (Setelah berhenti dari ARV dan obat-obatan kimia) hepatitis B saya sekarang jadi kondisi pre-existing dan tetap terkontrol dengan pola makan yang benar.

Ada banyak pendekatan yang lebih manusiawi dalam mengatasi HIV/AIDS dengan cara merawat kita dibandingkan merawat penyakitnya.

2. Terry, Miami (Amerika Serikat)
Ada dua tanggal penting dalam hidup saya yang pernah terjadi berhubungan HIV dan AIDS.
Musim semi (Mei), 2000 saya terdiagnosis positif HIV oleh Dept. Kesehatan di Florida. Segera saya mengatur janji temu dengan seorang Spesialis Penyakit Menular. Saya telah menjalani hidup selibat (tanpa seks) selama 5 tahun sesudah terdiagnosa positif HIV tapi ini saya lakukan atas rekomendasi dokter keluarga karena saya juga menderita Shingles (Herpes Zoster) yang sangat parah.

Dokter mengatakan bahwa saya akan meninggal dalam waktu 6 bulan jika saya tidak segera memulai pengobatan HAART. Jadi, tanpa tahu apa-apa dan karena percaya dengan ketetapan medis, saya pun menyetujui untuk memulai HAART.

Selama lebih dari tujuh setengah tahun kemudian, dengan penuh kepercayaan saya memakai HAART, setiap pagi dan sore, terus bervariasi dari satu kombinasi obat ke kombinasi obat lainnya. Beberapa dari mereka menyebabkan naiknya kadar kolesterol sehingga saya mengganti ke obat lainnya. Beberapa pengobatan yang sudah saya pakai lama adalah  Combivir, Epiver, Sustiva, Viread, Trizivir, dan lain-lain.

Efek samping paling buruk yang pernah saya alami adalah kadar kolesterol tinggi, berkurangnya otot (otot saya sekarang sangat sedikit), masalah pencernaan dan perut kembung terus menerus, sembelit berkepanjangan, dan pipi yang “melorot” ke bawah. Saya mulai terlihat seperti hampir mati. Tapi dokter saya tidak akan mengakuinya. Saya juga kehilangan sebagian besar gigi saya selama tahun pertama perawatan medis… namun demikian viral load secara konsisten tak terdeteksi dan sel T saya naik dari biasanya <200 menjadi sekitar 500 dan terus tetap ke jumlah itu.

Singkat cerita, saya tidak menderita efek samping obat seburuk yang pernah dialami orang lain. Setidaknya saya tidak menderita diare. Saya terus melanjutkan kerja full time saya dan tidak pernah ijin kerja karena sakit selain mungkin karena flu sekali dalam setahun. Bagi orang lain, saya lebih terlihat sehat dibandingkan terlihat seperti orang yang sedang sekarat.

Di tahun 2007, saya menemukan buku Christine Maggiore, “Bagaimana Jika Apa yang Anda Tahu tentang HIV adalah Salah? (What if everything you knew about AIDS is wrong),” dan buku tersebut telah mengubah hidup saya. Saya segera membaca buku  Peter Duesberg setebal 800 halaman lebih,  “Penemuan HIV/AIDS (The Invention of HIV/AIDS)” dan di titik itu, tantangan terbesar saya adalah mengendalikan rasa jijik dan amarah saya (terhadap penipuan hoax AIDS). Saya tetap bergumul dengan semua itu setahun kemudian.

Selesai membaca buku Peter dan mencari-cari informasi lain yang ada, saya bicara dengan dokter saya, yang sudah diganti di akhir tahun 2006 berhubung dokter sebelumnya berhenti praktek. Dokter baru benar-benar sangat yakin dengan pandangan bahwa HIV menyebabkan AIDS dan obat HAART adalah obat luar biasa yang bisa menyelamatkan hidup kita. Well…, saya tahu bahwa saya tidak bisa terus membayar dokter dengan pikiran tertutup seperti itu, jadi saya “memecatnya”.  Tanpa saya sendiri sadari saat itu, keputusan tersebut sangat memerdekakan… salah satu keputusan terbaik yang pernah saya buat seumur hidup saya.

Saat itu adalah akhir Juli 2007. Saya berhenti dari semua pengobatan HAART di hari pertama Agustus 2007. Saya juga berhenti mengecek viral load dan sel T saya, sama sekali berhenti bertemu dengan dokter saya di tahun ini, kecuali bertemu dokter gigi untuk check-up dan pembersihan, dll. Toh saya tidak merasa perlu. Jumat ini akan menjadi ulang tahun ke 57 saya… dan saya bermaksud untuk merayakannya dengan cara berbeda.

Saya harus mengatakan bahwa saya tidak percaya dengan teori HIV=AIDS… dan itulah dia… hanya sebuah teori…dan memiliki banyak “lubang” di dalamnya. Saya tidak takut dengan status HIV saya, walaupun saya masih diberi label positif HIV dan harus menyingkapkan fakta tersebut ke semua pasangan seksual saya supaya terlepas dari tuduhan “pembunuhan” karena tidak memberitahukan yang sebenarnya. Jadi, demikianlah status HIV saya akan “menghantui” seumur hidup saya kecuali atau sampai industri HIV/AIDS hancur. Kita hanya bisa berharap!

Saya belum pernah merasa begitu baik sebelumnya sejak melakukan pembersihan tubuh dari racun kimia di musim gugur tahun lalu. Saya jadi vegetarian sejak 1972, jadi saya mencoba untuk memiliki pola makan sehat dan mengonsumsi suplemen vitamin. Saya melanjutkan bekerja penuh waktu, memiliki usaha sendiri dan sangat sehat, bahagia serta sejahtera.

Saya mendukung siapapun yang terdiagnosa HIV untuk melakukan penelitian sendiri. Rasanya “dag dig dug” saat pertama melakukannya (penelitian sendiri)… dan memang demikian.  Bagaimanapun juga, ada banyak website dengan informasi dan pengetahuan dasar yang akan membantu Anda membuat keputusan apakah akan melanjutkan pengobatan (HAART) atau tidak. Setiap orang harus membuat keputusan tersebut untuk dirinya sendiri… bukan karena saya, bukan karena dokter Anda atau bahkan keluarga Anda. Ini adalah tubuh Anda, hidup Anda. Bukan milik orang lain.
Dengan melakukan penelitian sendiri akan membantu Anda keluar dari rasa takut yang telah “melekat” dalam jiwa Anda dan akan membantu Anda untuk berpikir. Kami semua di sini akan mengatakan kepada Anda bahwa bukti-bukti begitu banyak dan kita telah ditipu untuk percaya paradigm “genocidal” mengerikan ini. Berpikirlah untuk diri sendiri.

Doa saya yang terbaik untuk Anda yang membaca kesaksian ini dan yang berada di situasi serupa (sebagai Odha).

3. Made, Bali
Pada September 2010, setelah mendapat informasi penyembuhan AIDS dari Healindonesia, saya mencoba terapi herbal dengan memakai jamu tetes. Tiga bulan sebelumnya dinyatakan positif HIV dengan gejala TBC dan mulai memakai ARV lewat 2 bulan sesudah pengobatan TBC. Mempertimbangkan dampak efek samping ARV, saya lebih memilih terapi herbal saja. Walaupun dengan diagnosa positif HIV dan TBC, kondisi fisik saya sendiri sebenarnya normal dan nafsu makan juga bagus. Saya sama sekali tidak memperlihatkan gejala-gejala seperti orang sakit pada umumnya.

Sampai sekarang, saya hanya rutin memakai herbal untuk menjaga kesehatan saya dan telah terbukti bahwa tanpa ARV saya baik-baik saja layaknya orang normal.

4. Dani, Tangerang
Pada saat saya datang ke Yasar Nurma di bulan Juni 2009, kondisi saya ada pembengkakan di leher, ketiak dan punggung belakang. Saya menderita cacar, tumbuh jerawat di wajah dan punggung, jamur di selangkangan, indikasi IMS. Hasil lab menunjukkan adanya Hepatitis C dan bronchitis. Badan saya sering lemas, merasakan nyeri sendi, sakit di dada, vertigo, diare dan gatal-gatal.

Saya harus akui dari awal terapi saya terlihat main-main sehingga terapi saya dihentikan oleh Praktisi Yasar Nurma. Saya mohon maaf atas sikap saya, herbal powder 2x sehari untuk 15 hari tidak pernah habis tepat waktu, apalagi saya menutupi hasil rongent paru yang saya beritahukan setelah 8 bulan terapi, dimana kondisi saya adalah stadium 2 dan berpikir masa bodoh dengan hasil lab.

Saya tidak mau terlihat berbeda atau membedakan diri diantara teman-teman saya jadi apapun yang mereka tawarkan selalu saya terima baik ajakan untuk nongkrong, narkoba, miras, nongkrong, begadang. Walaupun tidak selalu sering, tapi menghabiskan waktu sampai larut malam adalah kebiasaan saya.

Praktisi Yasar Nurma fokus terhadap Hepatitis C yang saya derita dimana angka reaktifnya adalah 38,82 dengan LED 52. Setelah 4 bulan terapi, di bulan Oktober 2009 saya test lab kembali dan ternyata hasil lab hepatitis C turun menjadi 2,095 dengan LED 9.

Lalu di bulan Pebruari 2010 setelah berhenti terapi dari Yasar Nurma, sesuai anjuran, sampai sekarang saya menggantian ARV dengan mengonsumsi antibiotik alami, suplemen garlic dan air ionisasi. Saya tidak lagi tergantung dengan hasil tes HIV dan CD4 dan berusaha melupakan karena Yang Maka Kuasa berkenan atas umur saya. Saya hanya ingin melepas ARV sebagai tempat bergantung seumur hidup.

4. Bobby, Maumere
Saya mulai terapi di Yasar Nurma Foundation bulan Maret  2010. Pada saat itu saya menderita jamur di mulut, nyeri ulu hati, sinusitis, pnuemonia, dan sakit kuning.
Karena gejala yang terjadi pada saya mirip dengan HIV dan dibantu dengan rekan farmasi, memulai terapi di Yasar Nurma dengan kondisi apa adanya. Saya di diagnosa lewat telpon dan sms, saya informasikan keluhan dan gejala yang terjadi, lalu pesan herbal kapsul isi 180 kapsul 3x sehari 2 kapsul untuk 1 bulan pemakaian.
Saya cukup beruntung karena walaupun di daerah terpencil, saat merasa sakit, saya dibantu dan dipantau oleh rekan farmasi disini. Yasar Nurma memberikan terapi food combaining sesuai dengan kondisi penyakit saya saat ini, mengajarkan saya apa yang harus dihindari dan apa yang boleh dikonsumsi.
Saya berpikir untuk mencoba dulu apa yang disarankan Yasar Nurma. Kalaupun misalnya penyakit saya tidak ada perubahan, toh otomatis saya tinggal hentikan pemesanan herbalnya. Namun untunglah, sampai sekarang saya pun masih terus mengonsumsi herbal tersebut karena ada proses pemulihan dan penyembuhan, dimana hal tersebut dipantau oleh rekan farmasi saya. Lagi pula saya ingin menghindari kemotrapi yang mahal dan tidak ada semacam itu di kampung kami.
Dengan mengenal pengobatan secara holistik, saya jadi tahu banyak macam tentang herbal terutama di daerah kami di pesisir, ada banyak jenis tanaman dan buah, yang awalnya kami tidak tahu khasiatnya, akhirnya dapat kami jadikan menu sehat kami disini. Kini saya terbebas dari kewajiban minum ARV karena semua kondisi sakit bisa diatasi dengan nutrisi dan herbal.

 PERBEDAAN OBAT KIMIA ARV DENGAN OBAT ALAMI
ARV
OBAT ALAMI
Tidak bisa menyembuhkan AIDS. Bisa menyembuhkan AIDS.
Karena tidak bisa menyembuhkan, maka harus dikonsumsi seumur hidup. Ketika sudah sembuh, Odha bisa stop pengobatan.
“Memperbudak” Odha SEUMUR HIDUP dengan kewajiban jadwal ketatnya yang harus dikonsumsi tepat waktu. Tidak memperbudak Odha seumur hidup karena jadwal konsumsinya fleksibel.
Bahan kimia tidak ramah lingkungan yang penuh dengan efek samping. Bahan alami ramah lingkungan dan pada umumnya tanpa efek samping.
Mikroba makin kebal atau resisten walaupun dikonsumsi dengan jadwal yang benar. Tidak akan menimbulkan resistensi walaupun jadwalnya fleksibel.
Tidak aman jika dikonsumsi dalam jangka panjang, apalagi untuk seumur hidup. Aman jika dikonsumsi dalam jangka panjang, apalagi jenis suplemen, sangat aman dikonsumsi seumur hidup untuk mempertahankan kesehatan.

(NCBI, Oxford Med Journal, Medindia, Healindonesia)

sumber: www.lintas.me/go/memobee.com/aids-denialist-menguak-mafia-kesehatan-pada-kasus-hivaids

Pengobatan HIV AIDS - ala Tabib Masrukhi

"Sesungguhnya Allah tidaklah menurunkan penyakit kecuali Dia turunkan pula obatnya bersamanya. Hanya saja tidak mengetahui orang yang tidak mengetahuinya dan mengetahui orang yang mengetahuinya". (HR.Ahmad 1/377, 413 dan 453)

Assalamu`alaikum wr.wb 

Pengobatan kami melalui metode multi terapi Insya Allah atas Ijin Allah mampu melenyapkan virus HIV secara keseluruhan. Dengan melenyapkan virus HIV di harapkan pasie tidak sampai AIDS.
Benarkah penyakit HIV AIDS belum ada obatnya?
Mengapa harus minum obat ARV seumur hidup ? masih percayakah ARV segalanya ?
Mari kita renungkan Ayat Al-Quran :
"Dan apabila aku sakit, Dia-lah( ALLAH ) Yang menyembuhkan aku". (QS. Asy-Syu’araa’, 26:80)
"Sesungguhnya Allah tidaklah menurunkan penyakit kecuali Dia turunkan pula obatnya bersamanya. Hanya saja tidak mengetahui orang yang tidak mengetahuinya dan mengetahui orang yang mengetahuinya". (HR.Ahmad 1/377, 413 dan 453
Yakin Lah bahwa Allah pasti menurunkan obatnya.
Anda bisa mempertimbangkan dengan membandingkan pengobatan ARV dengan obat bahan alami.
Perbandingan Obat KIMIA ARV dengan Obat ALAMI
ARV
OBAT ALAMI
Tidak bisa menyembuhkan AIDS.
Bisa menyembuhkan AIDS.
Karena tidak bisa menyembuhkan, maka harus dikonsumsi seumur hidup.
Ketika sudah sembuh, Odha bisa stop pengobatan.
“Memperbudak” Odha SEUMUR HIDUP dengan kewajiban jadwal ketatnya yang harus dikonsumsi tepat waktu.
Tidak memperbudak Odha seumur hidup karena jadwal konsumsinya fleksibel.
Bahan kimia tidak ramah lingkungan yang penuh dengan efek samping.
Bahan alami ramah lingkungan dan pada umumnya tanpa efek samping.
Mikroba makin kebal atau resisten walaupun dikonsumsi dengan jadwal yang benar.
Tidak akan menimbulkan resistensi walaupun jadwalnya fleksibel.
Tidak aman jika dikonsumsi dalam jangka panjang, apalagi untuk seumur hidup.
Aman jika dikonsumsi dalam jangka panjang, apalagi jenis suplemen, sangat aman dikonsumsi seumur hidup untuk mempertahankan kesehatan.
(NCBI, Oxford Med Journal, Medindia, Healindonesia)
sumber: www.lintas.me/go/memobee.com/aids-denialist-menguak-mafia-kesehatan-pada-kasus-hivaids
Metode Pengobatan Multi Terapi Insya Allah atas Ijin Allah mampu melenyapkan virus HIV bukan mengendalikan virus. Anda bisa membuktikan hasil pengobatan kami melalui hasil Laboratorium HIV negatif  ( tidak terdeteksi ) 3 kali berturut turut atau berapa kalipun ( selama berprilaku sehat ) serta peningkatan hasil CD4 hingga normal.

UNTUK KONSULTASI  HUBUNGI KAMI
0858 6941 2009 / 0823 3222 2009

Ingin BEROBAT klik disini

TESTIMONI :


Ibu Ana ( bukan Nama sebenarnya ) penderita HIV positif, beliau tidak menyangka menderita HIV setelah suami meninggal karena HIV AIDS. Beliau berusaha berobat Alternatif karena beliau mengetahui bahwa ARV tidak menyembuhkan HIV melainkan hanya mengendalikan HIV. Beliau tidak ingin bernasib seperti suami MENINGGAL DUNIA, entah akibat Hepatitis atau komplikasi karena efek samping pengobatan AVR. banyak pilihan pengobatan alternatif yang beliau yakini. dan tidak ingin mendatangi tempat pengobatan alternatif yang pernah di datangi suami dulu berobat. karena obat ternyata hanya sebatas multi vitamin.

Beliau mengetahui melaui internet bahwa efek samping pengobatan ARV seumur hidup dalam jangka panjang lebih berbahaya dari pada HIV.
Usahanya untuk sembuh begitu kuat , sekian lama berdoa dan berusaha, beliau brosing internet.
Alhadulillah setelah beliau ( bu Ana ) mengetahui tempat pengobatan alternatif HIV, tidak bisa di bayangkan pertama berobata alternatif terjadi perubahan yang besar dalam diri beliau. hasil cek TES VIRAL LOAD tidak terdeteksi
Semoga Allah menyembuhkan untuk selamanya.

Benarkah ODHA dengan Terapi ARV Tidak Menularkan HIV?

Apakah ODHA yang diobati tidak lagi menular? 

Beberapa pakar terkemuka Swiss setahun lalu mengeluarkan pernyataan, orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang memakai terapi antiretroviral (ARV) secara patuh boleh berhubungan seks tanpa kondom.

Secara dasar, kesan tersebut di atas dapat diterima oleh para ODHA. Tapi apakah kesan ini benar? Apakah ketersediaan ARV secara universal pada orang yang terinfeksi HIV dapat mencegah penularan pada orang lain? 

Pernyataan tersebut kontroversial, dan dapat menimbulkan kesalahpahaman bahwa AIDS tidak masalah lagi.

Pernyataan ini menciptakan keraguan dan menimbulkan banyak pertanyaan di kalangan ODHA di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Yang paling terpengaruh adalah mereka yang ingin mendapat keturunan dengan pasangan yang tidak terinfeksi HIV. Memang sebelum pernyataan dikeluarkan, banyak ODHA melakukan hubungan seks tanpa kondom agar bisa hamil. Anggapannya adalah bahwa risikonya sangat rendah. Apakah kita akan membiarkan hal ini terus dilakukan, atau sebaiknya kita mengusulkan untuk menghindari risiko ini? 

Untuk membahas pernyataan, keraguan, dan dampaknya, Yayasan Spiritia menggelar simposium setengah hari berjudul ‘Pengobatan HIV sebagai Pencegahan’. Simposium yang diselenggarakan baru-baru ini di Unika Atmaja JakARVa menampilkan Prof. DR. Dr. Zubairi Djoerban, SpPD, KHOM, dari sisi pengobatan dan Dr. Pandu Riono, MPH, PhD. (Ketua Bidang Kajian Penanggulangan Penyakit Menular IDI) dari sisi pencegahan.

Kedua pembicara itu juga membahas pendapat dari beberapa pakar WHO tentang tes HIV secara universal dan ARV yang dimulai segera setelah infeksi didiagnosis. Jika ini dijalankan, prevalensi HIV di dunia dapat dikurangi menjadi di bawah 1% dalam 50 tahun.

Saat ini di Indonesia diperkirakan ada 270.000 orang terinfeksi HIV. Tidak jelas berapa di antaranya yang sudah mengetahui dirinya terinfeksi, tetapi tidak lebih dari 15%.

Yang diketahui dapat dijangkau dan didorong mengubah perilaku untuk memastikan agar mereka tidak menularkan HIV kepada orang lain. Ini dikenal sebagai “HIV Stop di Sini”. Ada bukti bahwa mengetahui dirinya terinfeksi HIV merupakan salah satu cara pencegahan yang paling efektif.

Sebaliknya, 85% yang tidak tahu dirinya terinfeksi tetap berperilaku berisiko menulari HIV, tidak menyadari bahwa mereka akan menempatkan pasangannya, dan mungkin juga bayinya, dalam keadaan berisiko terinfeksi juga. Akhirnya, ada kemungkinan mereka meninggal karena AIDS tetapi penyebabnya tidak terdiagnosis.

Efektivitas ARV
Menurut Prof. DR. Dr. Zubairi Djoerban, SpPD, KHOM dari Pusat Pelayanan Terpadu HIV RS Cipto Mangunkusumo, ARV amat efektif untuk pencegahan. Dia menjelaskan, pada kelompok yang minum ARV, tidak ada pasangannya yang tertular HIV.

Jumlah virus (viral load) merupakan faktor prediksi utama penularan HIV. Dr. Zubairi mengungkapkan, untuk ODHA dengan jumlah virus kurang dari 1.500 copies of HIV-1RNA/ml, amat sedikit kemungkinannya bisa menularkan HIV.

Dengan menggunakan ARV, kata Zubairi, prevalensi HIV pasangan turun dari 10,3% (1991-1995) menjadi 1,9% (1999-2003; P = 0.0061). ARV-nya, ODHA yang minum ARV, penularan HIV turun 80%.

Dijelaskan, penularan HIV/AIDS lebih sering terjadi dari laki-laki ke perempuan, dan penularan juga berbanding lurus dengan jumlah virus. Selain itu ARV mencegah penularan heteroseksual.

Menurut Dr. Zubairi, ARV harus diberikan sebagai paket pengobatan, bersama-sama dengan profilaksis co-trimoxazole, manajemen infeksi oportunistik, tatalaksana komorbiditas, pengobatan nutrisi, dan pengobatan paliatif.

Ada beberapa upaya pencegahan penularan yang dijelaskan Dr. Zubairi. Di antaranya upaya biomedik yang berupa ARV, PMTCT, sunat, sirkumsisi, kondom, dan pengobatan penyakit menular seksual.

Selain itu, perlu juga ada upaya struktural dalam pencegahan. Upaya tersebut meliputi ekonomi, budaya, pendidikan, hukum, kesetaraan gender, perubahan perilaku, dan positive prevention.

Sementara, menurut Dr. Pandu Riono, MPH, PhD, Ketua Bidang Kajian Penanggulangan Penyakit Menular IDI, pengobatan ARV harus dilakukan sedini mungkin. Obat ARV perlu dimulai sedini mungkin karena progresivitas penyakit terjadi setelah banyak CD4 yang hancur . ARV dinilainya menekan replikasi HIV dan viral load.

Dalam pandangannya, Dr. Pandu mengemukakan adanya mitos bahwa kalau viral load atau jumlah virus tidak terdeteksi dengan pemeriksaan yang sangat sensitif, maka orang tersebut tidak menularkan HIV lagi. Namun, pada kenyataannya, masih ada persistent replication in lymphoid tissue (sekitar 20-40%). Sehingga, ada fenomena blips pada grafik kadar HIV-RNA plasma.

Kenapa masih terjadi persistent replication? Setidaknya, kata Dr. Pandu, ada beberapa faktor yang berpengaruh, yakni intermittent non-adherence, variasi antarindividu pada metabolisme obat ARV, ada interaksi obat, dan regimen ARV yang kurang dapat diandalkan. Sebagai konsekuensinya, salah satunya reservoar HIV akan meningkat dalam waktu singkat.

Lebih jauh dijelaskan, kadar HIV di plasma tidak selalu berhubungan linear dengan kadar HIV pada cairan seksual yang dikeluarkan kelenjar genitalia. Ada yang ‘undetectable viral loads’ pada plasma darah, tetapi kadar HIV pada cairan seksual cukup tinggi dan mampu menularkan.

Dr. Pandu mengutip pendapat David Wilson dkk dari UNSW, Sidney, yang menyatakan bahwa tidak benar ada zero transmission. Pada heteroseksual, tetap ada low transmission, bahkan pada homoseksual lebih tinggi.

Dalam paparannya Dr. Pandu menyimpulkan, kemajuan pengobatan ARV membuka harapan baru bagi penanggulangan HIV/AIDS. Namun, ARV bukanlah pilihan untuk pencegahan di populasi, apalagi digunakan sebagai satu-satunya cara untuk menekan laju epidemik.
Menurutnya, strategi mengubah perilaku adalah cara yang utama. Namun sayang, strategi ini belum ditempatkan sebagai cara utama.

Pencegahan HIV dan AIDS

Tidak ada vaksin untuk mencegah HIV 
Dan
Belum  ada obat untuk AIDS
tetapi  Anda bisa melindungi diri agar tidak terinfeksi. 

Satu-satunya cara untuk mencegah terinfeksi HIV adalah dengan menghindari kegiatan yang meningkatkan risiko tertular HIV. Pada dasarnya, mencegah selalu lebih baik daripada mengobati.

Cara-cara yang paling umum untuk terinfeksi HIV adalah berhubungan seks tanpa kondom, berbagi jarum atau alat suntik lainnya. Jika Anda terinfeksi HIV, Anda bisa menularkannya dengan cara-cara tersebut. 
Jika kedua pasangan terinfeksi, tetap lakukan hubungan seks yang aman. Anda bisa tertular jenis virus HIV lain yang mungkin tidak bisa dikendalikan oleh obat-obatan yang Anda konsumsi.

Melalui Hubungan Seks

Risiko tertinggi infeksi HIV ditularkan melalui hubungan seks tanpa kondom melalui vagina maupun anal. Risiko tertular melalui seks oral rendah, tapi bukan berarti nol. Seks oral bisa menularkan penyakit Infeksi Menular Seksual lain seperti sifilis. Mainan dan alat bantu seks juga berisiko dalam menyebarkan HIV jika salah satu pengguna mainan dan alat bantu seks ini positif terinfeksi HIV.

Cara terbaik untuk mencegah HIV dan penyakit infeksi menular seksual (IMS) lainnya adalah dengan memakai kondom untuk segala jenis penetrasi seks. Dan gunakan dental dam untuk melakukan seks oral. Dental dam adalah selembar kain berbahan lateks. Kain ini berfungsi sebagai penghalang antara mulut dan vagina atau anus. Hal ini bertujuan untuk menurunkan penyebaran IMS selama melakukan seks oral.

Pemakaian kondom
Jika Anda tidak tahu status infeksi HIV pasangan, maka selalu gunakan kondom baru tiap melakukan hubungan seks anal maupun seks vaginal. Kondom tersedia dalam berbagai bentuk, warna, tekstur, bahan, dan rasa yang berbeda. Kondom tersedia baik untuk pria maupun wanita.

Kondom adalah bentuk perlindungan paling efektif melawan HIV dan penyakit Infeksi Menular Seksual lainnya. Kondom bisa digunakan untuk hubungan seks apa pun. Sangat penting untuk memakai kondom sebelum kontak seksual apa pun yang muncul antara penis, vagina, mulut, atau anus. HIV bisa ditularkan sebelum terjadi ejakulasi. Ini terjadi ketika keluarnya cairan awal dari alat kelamin dan dari anus.

Gunakan kondom yang berbahan lateks atau poliuretan (latex and polyurethane) ketika melakukan hubungan seks. Gunakan kondom begitu Anda atau pasangan mengalami ereksi, bukan sebelum ejakulasi.

Pemakaian pelumas
Pelumas digunakan untuk menambah kenyamanan dan keamanan hubungan seks dengan tujuan menambah kelembapan pada vagina maupun anus selama seks. Pelumas akan mengurangi risiko terjadinya kulit luka (sobek) pada vagina atau anus. Pelumas juga mencegah agar kondom tidak sobek.

Hanya gunakan pelumas yang berbahan dasar air, bukan yang berbahan minyak. Pelumas yang berbahan minyak bisa melemahkan kekuatan kondom dan bahkan bisa merobek kondom.

Melalui Jarum dan Suntikan

Jika Anda memakai jarum untuk menyuntikkan obat, pastikan jarumnya steril. Jangan berbagi jarum, suntikan, atau perlengkapan menyuntik lagi seperti spon dan kain. Berbagi jarum bisa meningkatkan risiko terinfeksi HIV dan virus lain yang ada di dalam darah, misalnya hepatitis C.

Jika Anda ingin membuat tato atau tindik, pastikan selalu memakai jarum yang steril dan bersih. Jangan melakukan aktivitas ini di tempat sembarangan. Pastikan Anda memeriksa soal jarum yang digunakan.

Diagnosis HIV dan AIDS

Orang yang baru saja terinfeksi HIV akan mengalami gejala seperti penyakit flu. Ini terjadi selama kurang lebih satu bulan setelah terinfeksi. Gejala awal yang muncul seperti demam, tenggorokan sakit dan munculnya ruam. Tapi, beberapa orang yang menderita HIV tidak merasakan tanda dan gejala selama bertahun-tahun.
Hanya dengan menjalani tes HIV, kita bisa tahu pasti apakah kita terinfeksi atau tidak. Makin cepat HIV terdeteksi, maka tingkat keberhasilan pengobatan akan lebih tinggi. Jika Anda merasa berisiko terinfeksi HIV, konsultasikan kepada dokter atau klinik kesehatan terdekat.
Jangan menunda penanganan setelah Anda tahu telah terinfeksi HIV. Jika terlambat, virus bisa dengan cepat menyebar ke dalam sistem kekebalan tubuh. Hal ini bisa mengganggu kesehatan Anda. Anda juga bisa menghindari penyebaran virus kepada orang-orang terdekat atau pun kepada orang lain.

Melakukan Tes HIV/AIDS

Untuk menguji apakah kita terinfeksi HIV, satu tes yang paling umum adalah tes darah. Darah akan diperiksa di laboratorium. Tes ini berfungsi untuk menemukan antibodi terhadap HIV di dalam darah. Tapi tes darah ini baru bisa dipercaya jika dilakukan setidaknya sebulan setelah terinfeksi HIV karena antibodi terhadap HIV tidak terbentuk langsung setelah infeksi awal. Antibodi terhadap HIV butuh waktu sekitar dua minggu hingga enam bulan, sebelum akhirnya muncul di dalam darah.
Masa antara infeksi HIV dan terbentuknya antibodi yang cukup untuk menunjukkan hasil tes positif disebut sebagai “masa jendela”. Pada masa ini, seseorang yang terinfeksi HIV sudah bisa menularkan virus ini, meski dalam tes darah tidak terlihat adanya antibodi terhadap HIV dalam darah.
Sebelum seseorang diberikan diagnosis yang pasti, perlu dilakukan beberapa kali tes untuk memastikan. Hal ini dikarenakan masa jendela HIV cukup lama. Jadi hasil tes pertama yang dilakukan belum tentu bisa dipercaya. Lakukan tes beberapa kali jika Anda merasa berisiko terinfeksi HIV.
Jika dinyatakan positif HIV, beberapa tes harus dilakukan untuk memerhatikan perkembangan infeksi. Setelah itu barulah bisa diketahui kapan harus memulai pengobatan terhadap HIV.

Tempat Melakukan Tes HIV/AIDS

Ada beberapa tempat untuk melakukan tes darah HIV. Bahkan, beberapa puskesmas juga sudah menyediakan layanan untuk tes HIV. Klik tautan ini untuk melihat beberapa rumah sakit di Indonesia yang menyediakan fasilitas tes HIV.
Di Indonesia, terdapat beberapa yayasan dan organisasi yang fokus untuk urusan HIV/AIDS, di antaranya:
  • Komunitas AIDS Indonesia
  • ODHA Indonesia
  • Himpunan Abiasa
  • Yayasan Spiritia
  • Yayasan Orbit
Sedangkan lembaga pemerintah yang dibentuk khusus untuk menangani HIV/AIDS adalah Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN). Anda bisa berkonsultasi kepada mereka tentang segala hal yang berhubungan dengan HIV/AIDS.
Sekarang alat tes HIV untuk di rumahan juga tersedia bebas untuk dibeli di apotik, klinik kesehatan, atau melalui daring internet. Tapi untuk lebih jelas dalam memahami virus ini, disarankan untuk berkonsultasi kepada dokter.
Jika berminat melakukan tes HIV, sebelumnya akan diberikan penyuluhan atau konseling. Tes HIV tidak bisa dilakukan tanpa persetujuan orang yang bersangkutan.

Pengobatan HIV dan AIDS pada UMUMnya

Tidak ada obat untuk menyembuhkan infeksi HIV, tapi ada pengobatan yang bisa memperlambat perkembangan penyakit. Perawatan ini bisa membuat orang yang terinfeksi untuk hidup lebih lama dan bisa menjalani pola hidup sehat. Ada berbagai macam jenis obat yang dikombinasikan untuk mengendalikan virus.

Obat-obatan Darurat Awal HIV

Jika merasa atau mencurigai baru saja terkena virus dalam rentan waktu 3×24 jam, obat anti HIV bisa mencegah terjadinya infeksi. Obat ini bernama post-exposure prophylaxis (PEP) atau di Indonesia dikenal sebagai profilaksis pasca pajanan. Profilaksis adalah prosedur kesehatan yang bertujuan mencegah daripada mengobati.
Pengobatan ini harus dimulai maksimal tiga hari setelah terjadi pajanan (terpapar) terhadap virus. Idealnya, obat ini bisa diminum langsung setelah pajanan terjadi. Makin cepat pengobatan, maka lebih baik.
Pengobatan memakai PEP ini berlangsung selama sebulan. Efek samping obat ini serius dan tidak ada jaminan bahwa pengobatan ini akan berhasil. PEP melibatkan obat-obatan yang sama seperti pada orang yang sudah dites positif HIV.
Obat ini bisa Anda dapatkan di dokter spesialis penyakit infeksi menular seksual (IMS) atau di rumah sakit.

Hasil Tes Positif HIV

Hasi tes positif atau reaktif berarti kita terinfeksi HIV. Hasil tes ini seharusnya disampaikan oleh penyuluh (konselor) atau pun dokter. Mereka akan memberi tahu dampaknya pada kehidupan sehari-hari dan bagaimana menghadapi situasi yang terjadi saat itu.
Tes darah akan dilakukan secara teratur untuk mengawasi perkembangan virus sebelum memulai pengobatan. Pengobatan dilakukan setelah virus mulai melemahkan sistem kekebalan tubuh manusia. Ini bisa ditentukan dengan mengukur tingkat sel CD4 dalam darah. Sel CD4 adalah sel yang bertugas untuk melawan infeksi.
Pengobatan biasanya disarankan setelah CD4 di bawah 350, entah terjadi gejala atau tidak. Jika CD4 sudah mendekati 350, disarankan untuk melakukan pengobatan secepatnya. Tujuan pengobatan adalah untuk menurunkan tingkat virus HIV dalam darah. Ini juga untuk mencegah atau menunda penyakit yang terkait dengan HIV. Kemungkinan untuk menyebarkannya juga menjadi lebih kecil.

Keterlibatan Penyakit Lain

Bagi penderita hepatitis B dan hepatitis C yang juga terinfeksi HIV, pengobatan disarankan ketika angka CD4 di bawah 500. Jika penderita HIV sedang menjalani radioterapi atau kemoterapi yang akan menekan sistem kekebalan tubuh, pengobatan dilakukan dengan angka CD4 berapa pun. Atau ketika Anda juga menderita penyakit lain seperti TB, penyakit ginjal, dan  penyakit otak.

Obat-obatan Antiretroviral

Antiretroviral (ARV) adalah beberapa obat yang digunakan untuk mengobati infeksi HIV. Obat-obatan ini tidak membunuh virus, tapi memperlambat pertumbuhan virus. HIV bisa mudah beradaptasi dan kebal terhadap satu golongan ARV. Oleh karena itu kombinasi golongan ARV akan diberikan.
Pengobatan kombinasi ini lebih dikenal dengan nama terapi antiretroviral (ART). Biasanya pasien akan diberikan tiga golongan obat ARV. Kombinasi obat ARV yang diberikan berbeda-beda pada tiap-tiap orang, jadi jenis pengobatan ini bersifat pribadi atau khusus.
Beberapa obat ARV sudah digabungkan menjadi satu pil. Begitu pengobatan HIV dimulai, mungkin obat ini harus dikonsumsi seumur hidup. Jika satu kombinasi ARV tidak berhasil, mungkin perlu beralih ke kombinasi ARV lainnya.
Jika menggabungkan beberapa tipe pengobatan untuk mengatasi infeksi HIV, hal ini bisa menimbulkan reaksi dan efek samping yang tidak terduga. Selalu konsultasikan kepada dokter sebelum mengonsumsi obat yang lain.

Pengobatan HIV Pada Wanita Hamil

Bagi wanita hamil yang positif terinfeksi HIV, ada obat ARV khusus untuk wanita hamil. Obat ini untuk mencegah penularan HIV dari ibu kepada bayinya. Tanpa pengobatan, terdapat perbandingan 25 dari 100 bayi akan terinfeksi HIV. Risiko bisa diturunkan kurang dari satu banding 100 jika diberi pengobatan sejak awal.
Dengan pengobatan lebih dini, risiko menularkan virus melalui kelahiran normal tidak meningkat. Tapi bagi beberapa wanita, tetap disarankan untuk melahirkan dengan operasi caesar.
Bagi wanita yang terinfeksi HIV, disarankan untuk tidak memberi ASI kepada bayinya. Virus bisa menular melalui proses menyusui. Jika Anda adalah pasangan yang menderita HIV, bicarakan kepada dokter sebagaimana ada pilihan untuk tetap hamil tanpa berisiko tertular HIV.

Konsumsi Obat Secara Teratur

Anda harus membuat jadwal rutin untuk memasukkan pengobatan HIV ke dalam pola hidup sehari-hari. Pengobatan HIV bisa berhasil jika Anda mengonsumsi obat secara teratur (pada waktu yang sama setiap kali minum obat). Jika melewatkan satu dosis saja, efeknya bisa meningkatkan risiko kegagalan.

Efek Samping Pengobatan HIV

Semua pengobatan untuk HIV memiliki efek samping yang tidak menyenangkan. Jika terjadi efek samping yang tidak normal, Anda mungkin perlu mencoba kombinasi obat-obatan ARV yang lainnya. Berikut adalah contoh efek samping yang umumnya terjadi:
  • Kelelahan
  • Mual
  • Ruam pada kulit
  • Diare
  • Satu bagian tubuh menggemuk, bagian lain kurus
  • Perubahan suasana hati

Tahapan Infeksi HIV hingga Menjadi AIDS


Human immunodeficiency virus (HIV) penyebab AIDS tidak langsung menampakkan gejala infeksinya pada manusia. Manusia, sebagai korban infeksi, juga tidak langsung merasakan dampak virus berbahaya tersebut bagi tubuhnya.

Virus membutuhkan waktu 5-10 tahun sampai menimbulkan gejala. Saat waktu yang dibutuhkan terpenuhi, penyakit AIDS sudah menjangkiti tubuh penderita.

Selama kurun waktu tersebut, ada beberapa tahapan infeksi hingga HIV kemudian berkembang menjadi AIDS.

1. Tahap Pertama   ( Tes HIV Masih Negatif )

a. HIV masuk ke dalam tubuh hingga terbentuk antibodi dalam darah.

b. Penderita HIV tampak dan merasa sehat.

c. Pada tahap ini, tes HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus.

d. Tahap ini berlangsung selama 2 minggu sampai 6 bulan.

2. Tahap Kedua ( Tes HIV Masih Positif namun CD4 normal )

a. Pada tahap ini HIV mulai berkembang di dalam tubuh.

b. Tes HIV sudah bisa mendeteksi keberadaan virus karena antibodi yang mulai terbentuk.

c. Penderita tampak sehat selama 5-10 tahun, bergantung pada daya tahan. Rata-rata penderita bertahan selama 8 tahun. Namun di negara berkembang, durasi tersebut lebih pendek.

3. Tahap Ketiga ( Tes HIV Masih Positif namun CD4 di bawah normal )

a. Pada tahap ini penderita dipastikan positif HIV dengan sistem kekebalan tubuh yang semakin menurun.

b. Mulai muncul gejala infeksi oportunistis, misalnya pembengkakan kelenjar limfa atau diare terus-menerus.

c. Umumnya tahap ini berlangsung selama 1 bulan, bergantung pada daya tahan tubuh penderita.

4. Tahap Ke Empat yaitu AIDS ( Tes HIV Masih Positif + CD4 di bawah normal + Infeksi Oportunistis )
a. Pada tahap ini, penderita positif menderita AIDS.

b. Sistem kekebalan tubuh semakin turun.

c. Berbagai penyakit lain (infeksi oportunistis) menyebabkan kondisi penderita semakin parah.

Pada tahap ini, penderita harus secepatnya dibawa ke dokter dan menjalani terapi anti-retroviral virus (ARV). Terapi ARV akan mengendalikan virus HIV dalam tubuh sehingga dampak virus bisa ditekan.

Kendati begitu, HIV sebetulnya bisa dikendalikan sedini mungkin sehingga bisa menekan peluang timbulnya AIDS. "Sebaiknya lakukan cek darah sedini mungkin, terutama bagi yang berisiko tinggi, misalnya pengguna narkoba dengan jarum suntik, kerap berganti pasangan dan berhubungan seksual tanpa kondom," kata Koordinator Pelaporan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional, Djadjat Sudradjat.Fine Art America Ilustrasi Human Immunodeficiency Virus (HIV)




Gejala HIV AIDS Pada Anak dan Dewasa


Gejala HIV AIDS Pada Anak dan Dewasa.
HIV virus yang tak pandang bulu. Virus ini bisa menyerang siapa saja melalui beberapa media penularan seperti cairan darah, sperma, vagina, serta ASI. Bila tak diketahui, HIV bisa berkembang menjadi AIDS (Acquired Immune-Deficiency Syndrome).

Sayangnya, tidak seperti penyakit lain, infeksi HIV tidak langsung menunjukkan gejala. "Biasanya dibutuhkan waktu 5 tahun sampai akhirnya gejala HIV bisa terlihat. Pada tahap ini HIV sudah menjadi AIDS dan harus diberi penanganan segera," kata Humas Persatuan Anggota Muda Obstetri dan Ginekologi (PAOGI), Ulul Albab, dalam seminar Lindungi Generasi Muda dari HIV/AIDS pada Senin (25/11/2013) lalu.

AIDS sendiri merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya kekebalan tubuh dalam melawan infeksi HIV. Berikut ini beberapa gejala AIDS yang dialami usia dewasa dan anak berdasarkan informasi dari Komisi Penanggulangan AIDS Nasional :

1. Dewasa
Gejala mayor :

a. Kehilangan 10 persen berat selama lebih dari 1 bulan tanpa sebab

b. Diare lebih dari satu bulan

c. Demam lebih dari satu bulan, baik konstan atau datang-pergi

Gejala Minor :

a. Batuk kering yang tak kunjung sembuh

b. Kulit gatal di seluruh tubuh

c. Herpes Zoster yang tak kunjung sembuh

d. Terinfeksi jamur yang mengakibatkan ruam pada mulut, lidah, atau tenggorokan

e. Pembengkakan kelenjar di leher, ketiak, atau selangkangan, dengan atau tanpa infeksi aktif.

2. Anak

Gejala mayor :

a. Berat badan rendah, atau pertumbuhan lambat

b. Diare berat selama lebih dari 14 hari lebih

c. Demam selama lebih dari satu bulan

Gejala minor :

a. Kulit gatal di seluruh tubuh

b. Pembengkakan kelenjar di leher, ketiak, atau selangkangan

c. Bintik putih akibat jamur di dalam mulut, lidah, atau tenggorokan

d. Infeksi pada telinga, tenggorokan, atau organ lainnya

e. Batuk yang tidak kunjung sembuh

Pada orang dewasa, gejala AIDS sudah bisa didiagnosis bila memiliki 2 tanda mayor dan 1 gejala minor. Gejala semakin lengkap bila penderita mengidap kanker kulit yang disebut karposi atau kriptokokal meningitis. Karposi adalah bintik kemerahan, hitam, atau ungu yang bisa membesar dan terasa sakit. Sedangkan kriptokokal meningitis adalah infeksi yang meliputi otak hingga menyebabkan demam, kaku leher, sakit kepala, kebingungan, dan ketidakmampuan bangun.

Testimoni2

Pertama tama kami mengucapkan syukur kepada Allah Swt karena Alhamdulillah salah satu pasien kami ODHA sudah 1 bulan lebih berbaring tidak berdaya padahal selama ini dalam pengobatan ARV di RS Magelang selama kurang lebih 1 tahun.

Sebelum kami obati kondisi ODHA sangat memprihatinkan. beliau tidak bisa jalan, kulit mengelupas, sangat lemas dll.  Beliau sudah stadium AIDS dengan IO :

1. Infeksi Oportunistis dengan Sindroma Guillain-Barre (SGB
2. Psoriasis cronis

Kemudian kami obati melalui metode kami beberapa obat ramuaan kami  dan dengan memohon PERTOLONGAN ALLAH ( pasien selalu berdoa sesuai amalan dari kami ) alhamdulillah dalam waktu 1 (SATU ) bulan pasien sudah sangat banyak kemajuan sembuh dari IO. 

ini gambarnya :
Kondisi Kaki tangan ODHA Sebelum kami obati 




Kondisi ODHA setelah 1 Bulan kami Obati, Pulih seperti sedia kala. 






















Kini Beliau masih dalam pengobatan untuk Virus HIV nya ... semoga beliau atas IJIN ALLAH sembuh tuntas. Amiin

Disclaimer :

Untuk Hasil Sembuh Fungsional Permanen Umumnya di butuhkan pengobatan selama 3-6 bulan pengobatan. Faktor kondisi tubuh seseorang dan suport keluarga sangat berpengaruh terhadap reaksi kesembuhan. Simpanlah alamat & nomor HP kami 082332222009